Oleh : Aufa Adzkiya
(Pengamat Remaja)
Tidak cukup dengan itu, Direktur PKBI Lampung, Dwi Hafsah Handayani menyampaikan "Bahkan sekarang itu, banyak pelajar SMA yang ke lokalisasi. Bahkan, 20 persen pelanggan pekerja seks itu adalah pelajar SMA. Jadi dari 10 pelanggan seorang pekerja seks, itu 2 orang di antaranya adalah pelajar. Mereka itu awalnya ingin coba-coba, tahu dari teman, sampai ada yang langganan meski jarang-jarang. Bahkan, ada pelajar yang pacaran sama pekerja seks," (TribunLampung.com).
Hal ini bukanlah persoalan biasa, karena kasus free sex di Indonesia bukan hanya beberapa kali terjadi namun sudah sangat sering terjadi. Pelaku free sex pun tak tanggung-tanggung bukan hanya orang dewasa namun pelajar dini pun sudah terjangkit virus ini.
Sungguh miris generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat membangun dan mengharumkan negeri namun kini telah terserang dan terjerat free sex. Mereka tak lagi berfikir panjang untuk masa depan mereka maupun bangsa, mereka hanya mengedepankan kepuasan hawa nafsu semata.
Hawa nafsu buas ini tentu tidak muncul dengan sendirinya melainkan di dorong oleh lingkungan yang mendukung untuk berbuat demikian. Ya, kurangnya pemahaman terhadap agama, kurikulum agama yang dikurangi bahkan ada yang sudah dihapus, kurangnya pengawasan orang tua karena sibuk bekerja, budaya bebas, gugdet yang mensuasanakan, kondom yang terjual bebas dan masih banyak yang lainnya. Menjadi penyebab kompleks maraknya free sex.
Maka, perlu kita fahami dunia yang sering di geluti generasi ini tidak lain dan tidak bukan ialah media sosial. Dengan kecanggihan dan kemajuan teknologi menjadikan generasi Z tidak mau ketinggalan menggunakannya.
Namun sayang, media sosial yang sebenarnya dapat memberi banyak efek positif kini banyak disisipkan ide-ide perusak generasi. Salah satu contohnya, ketika pelajar ingin mencari materi pelajaran untuk menambah asupan ilmu di internet maka tak jarang internet tersebut akan menyuguhkan gambar-gambar porno yang tak jarang akhirnya ditonton mereka.
Sebenarnya media sosial maupun teknologi merupakan madaniyah yaitu produk yang tidak terpengaruh oleh aqidah dan ideologi tertentu sehingga boleh diambil oleh seorang muslim. Hanya saja media ataupun teknologi ini harus dikelola dengan pengaturan yang benar agar tidak dapat merusak generasi.
Pengaturan ini pasti dilakukan oleh negara untuk memfilter mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk dilihat. Namun sayang negara kita kini tidak memfilternya bahkan menjamin kebebasan akan terus ada.
Sudah saatnya kita semua berkontribusi untuk menghentikan segala kerusakan dan penghancur negeri, karena apabila dibiarkan akan menjadi bom waktu yang akan merusak generasi manusia secara keseluruhan.
Sudah saatnya pula kita kembalikan semua pengaturan kepada Yang Maha Pengatur satu-satunya yang berhak untuk mengatur bumi dan seisinya yaitu pencipta kita, Allah SWT. Allah SWT telah menurunkan agama Islam sebagai pedoman dan solusi. Islam melihat permasalah ini, dengan perlunya penguatan aqidah dan ideologis melalui keluarga, sekolah dan masyarakat.
Karena permaslahan ini tidak mampu dicegah tuntas hanya dalam keluarga-keluarga maupun sekolah-sekolah saja, namun butuh kepedulian masyarakat dan upaya tegas dari Negara untuk mencegahnya yakni dengan negara yang menerapkan/ berlandaskan syariat islam secara kaffah.[MO/sr]