Oleh: Al Azizy Revolusi
Mediaoposisi.com-Umat manusia kini memiliki dunia yang hampir tanpa masa depan. Ini terjadi karena dunia dipimpin oleh suatu ideologi yang tidak manusiawi dan tidak membawa rahmat bagi seluruh alam. Ideologi ini memandang bahwa kebahagiaan adalah ketika seluruh kebutuhan atau keinginan materinya dapat dipenuhi. Tentu saja ini hanya bagi mereka yang menguasai alat-alat produksi (termasuk teknologi).
Adapun orang lain yang kebetulan tidak menguasai alat-alat produksi, baik sebangsa atau apalagi tidak sebangsa, tidak akan terpikirkan. Maka ideologi ini menganggap absah saja untuk menguras sumber daya alam bangsa lain, baik dengan cara kasar seperti penjajahan, atau halus seperti pasar bebas. Ideologi ini tidak memiliki misi suci yang berorientasi mencerahkan dan mengentaskan seluruh manusia dari kegelapan, kemiskinan, atau ketertindasan.
Kalaupun ia mengatasnamakan nilai-nilai universal seperti HAM atau demokrasi, maka itu tak lebih sekedar jalan mempermudah aksesnya dalam menguras ekonomi bangsa lain. Inilah ideologi kapitalisme-sekulerisme, yang tak ingin agama dilibatkan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Inilah ideologi yang saat ini diterapkan dan disebarkan ke seluruh dunia, oleh kekuatan-kekuatan negara besar, terutama Amerika Serikat, Inggris dan Perancis.
Adapun Islam, ajaran Ilahi ini sebernarnya merupakan sumber yang tak ada habisnya untuk suatu ideologi alternatif, yang semestinya lebih manusiawi, lebih membawa rahmat bagi siapa saja, karena sifatnya yang berimbang, tidak eksploitatif atas manusia lain, tidak menjajah. Ini karena Islam diturunkan Allah swt yang sangat mengerti sifat dan kebutuhan manusia serta apa yang dapat membuat manusia sengsara atau bahagia.
Fakta empiris menunjukkan, bahwa Islam memang pernah benar-benar menjadi ideologi yang memimpin dunia, tatkala ia diterapkan dan disebarkan oleh sebuah kekuatan besar, yaitu Daulah Islamiyah. Negara ini de-facto didirikan oleh Rasulullah saw di Madinah pada 12 Rabiul Awwal 1H, bertepatan dengan 23 September 622M. Kepemimpinan negara Khilafah ini berlangsung terus hingga 3 Maret 1924, yakni tatkala secara resmi Khilafah yang berpusat di Istambul Turki, dibubarkan. Meski periode khalifah yang baik dan buruk datang silih berganti, namun negara Khilafah de facto tetaplah negara yang diperhitungkan dunia selama 13 abad, dan saat itulah umat Islam juga diperhitungkan.
Pada saat Khilafah masih ada, tak cuma kaum muslimin yang terlindungi kehormatannya, namun peradaban dunia seluruhnya. Kita tidak akan mengenal peradaban Yunani kuno (seperti matematika atau kedokteran), andaikata peradaban Islam yang maju pesat di bawah naungan Khilafah, tidak menyelamatkan dan terus mengembangkan ilmu pengetahuan, pada saat Eropa diterpa zaman kegelapan akibat permusuhan gereja terhadap para ilmuwan.
Khilafah Islam pernah menaungi ratusan etnis yang berbeda-beda, yang membentang dari tepi Atlantik di Barat sampai sebagian Cina di timur, dari tepi Sahara di selatan sampai Kaukasus di utara, tanpa diskrimasi atau penjajahan. Wilayah yang besar itu maju bersama. Para ulama bermunculan di segenap penjuru. Mereka memang berkarya dalam bahasa Arab sebagai bahasa internasional saat itu walaupun mereka bukan etnis Arab.
Kesatuan yang besar itu terbukti efektif mengatasi kesulitan akibat bencana alam atau serangan musuh yang melanda sebagian negeri. Kita saksikan bagaimana kaum muslimin bisa dipersatukan, tanpa sekat-sekat ras, ketika mereka menghadapi serangan tentara Salib, atau serbuan Tartar yang membumi-hanguskan Baghdad tahun 1258. Bagdhad boleh saja hancur, khalifah boleh saja terbunuh, namun Khilafah Islamiyah tidak bubar karenanya.
Di seluruh negeri, Islam masih diterapkan oleh para gubernur (wali, sultan) dan hakim (qadhi), ekonomi masih ekonomi syariah, pendidikan masih pendidikan Islam, hukum masih hukum Islam, maka dalam waktu singkat, tiga tahun kemudian, kaum muslimin bisa cepat berkonsolidasi dan lalu mengalahkan Tartar, bahkan sebagian besar tentara Tartar masuk Islam.
Abad-abad selanjutnya Khilafah kembali jaya. Tahun 1453, Konstantinopel, ibukota kekaisaran Byzantium Romawi, dibebaskan kaum muslimin dan menjadi Istambul. Abad 17 kekuatan kaum muslimin masih melindungi separuh Eropa. Bahkan sebagian pemeluk Protestan di Hungaria atau Austria justru mohon perlindungan kepada Khilafah dari ancaman raja-raja Katholik.
Oleh karena itu, Islam sebagai ideologi alternatif harus selalu diperjuangkan.[MO/sr]