Oleh: Zulaika
(Akademi Menulis Kreatif)
Mediaoposisi.com- Sejumlah fakta mencengangkan terungkap baru-baru ini ketika diberitakan bahwa Jokowi terkejut dan sempat tak percaya mendengar bahwa ada seorang guru swasta yang tergabung dalam Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) mendapat gaji sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu perbulan. Megayanti, salah seorang guru swasta asal kabupaten Pemalang, mengatakan bahwa ia telah menjadi guru sejak 2009.
Dan selama 7 tahun ia mengajar, hanya dibayar Rp 50 ribu. Namun dalam 3 tahun ini dirinya sudah diberi gaji Rp 150 ribu. Belum lagi ia mengaku kesulitan mendapat sertifikasi untuk pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) yang nantinya akan digaji sama seperti PNS. Ia kesulitan dengan persyaratan sertifikasi yaitu antara lain, usia maksimal 35 tahun, biaya sertifikasi menggunakan uang pribadi, ujian dilakukan secara online serta harus memiliki Nomor Unik Pendidik Tenaga Kependidikan (NUPTK). Dengan persyaratan tersebut, sulit baginya untuk mendapat sertifikasi (CNN Indonesia).
Miris dan aneh rasanya jika seorang pemimpin negara yang diamanahi tugas meriayah rakyatnya, tidak mengetahui jika ada seorang guru digaji sebegitu minimnya. Padahal itu adalah ranah kepengurusannya. Hal tersebut menandakan bahwa pemimpin tersebut abai dengan tugasnya. Para pemimpin saat ini seolah demikian sibuk dengan urusan dirinya, partainya, golongannya. Karena sistem pemerintahan yang dianutnya sistem kapitalisme-sekuler.
Dimana pemerintah seolah demikian sibuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah agar hidupnya sendiri nyaman, disaat bersamaan mereka menutup mata mendapati rakyat yang berada di bawah pengurusannya semakin menderita karena himpitan ekonomi yang sistemik. Pemerintah saat ini bertindak sebagai penjual sementara rakyat sebagai pembeli.
Pemerintah mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dari rakyat padahal itu adalah hak rakyat yang harus diberikan tanpa harus membayar sedikitpun. Sejatinya pemerintah adalah "pelayan" rakyat yang harus melayani rakyat apapun kebutuhannya. Namun saat ini fungsi tersebut terbalik, pemerintah adalah "tuan" sementara rakyat adalah "pelayan".
Islam memandang tugas pemimpin adalah me-riayah semua yang menjadi kebutuhan rakyat. Karena semua itu adalah hak rakyat yang memang harus dipenuhi oleh negara. Pemimpin tidak boleh abai karena kelak akan dipertanggung jawabkan di yaumil akhir. Seperti yang dulu dilakukan oleh Umar bin Khattab ketika berpatroli malam, mengontrol rakyatnya.
Ternyata disalah satu rumah ia mendengar tangisan anak-anak yang kelaparan dan ibunya yang ketika itu tidak memiliki makanan apapun untuk diberikan kepada anaknya, berpura-pura merebus sesuatu agar meredakan tangisan anak-anak nya. Padahal yang direbus adalah batu. Mengetahui hal tersebut, Umar yang ketika itu adalah seorang Khalifah, merasa sedih dan bersegera menuju Baitul mal untuk membawa sekarung gandum. Gandum tersebut ia pikul sendiri dan ia serahkan kepada keluarga tersebut.
Betapa seorang Umar bin Khattab begitu me-riayah rakyatnya karena ia tahu bahwa kepemimpinan nya akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT kelak. Jika saja pemimpin saat ini bertindak seperti Umar dalam me-riayah rakyatnya, tentu rakyat akan sejahtera hidupnya tidak kurang suatu apapun. Dengan melihat fakta diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa betapa rezim saat ini telah gagal dalam memperhatikan dan mengurus kebutuhan rakyat.
Di masa kejayaan Islam, Guru begitu dihormati baik oleh negara maupun masyarakat. Perhatian daulah kepada guru diwujudkan dalam bentuk mencukupi kebutuhan anak-anak guru. Mereka dicukupkan segala kebutuhannya dan biaya sekolah ditanggung oleh pemerintah sehingga membuat hidup mereka nyaman. Pada masa daulah Abbasiyah, tunjangan kepada guru begitu besar seperti yang diterima Zujaj yang mendapat gaji 200 Dinar.
Pada masa panglima Salahuddin Al Ayyubi, guru pun begitu dihormati dan dimuliakan. Syekh Najmuddin al- Khabusyani misalnya yang menjadi guru di madrasah al-Shalahiyyah, setiap bulannya digaji 40 Dinar dan 10 Dinar (1 Dinar saat ini setara dengan Rp 2.200.000) untuk mengawasi waqaf madrasah. Dan masih banyak lagi guru-guru di jaman kejayaan Islam yang begitu dihormati dan dimuliakan serta digaji sebanding dengan dedikasinya mendidik generasi. Begitu besar penghormatan terhadap seorang guru karena guru memiliki keluhuran profesi yaitu mendidik generasi masa depan bagi kejayaan Islam.[MO/sr]