-->

Musibah Banjir, Harusnya Menjadi Ajang Intopreksi Diri

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Ani Herlina

Mediaoposisi.com-Penghujung Akhir tahun 2019,  lagi-lagi rakyat negri ini di uji dengan musibah. Musibah banjir menjadi ujian rakyat negri ini,  akibat intensitas hujan dengan intensitas tinggi. Merata disemua wilayah, namun dampak yang paling parah diterjang banjir adalah sebagian wilayah yang ada Jakarta, Bekasi, Lebak Banten dan Bogor.

Bencana alam ini tentu mendatangkan kerugian secara materi. Kerugian yang menimpa masyarakat akibat kerusakan rumah, mobil ataupun barang berharga lainnya tentu cukup besar, belum ditambah dengan kerugian akibat lumpuhnya aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh banjir. Menurut Bhima Yustrira, peneliti di Institute For Development of Ecomomics and Finance  ( INDEF ) banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya pada  tahun baru menyebabkan kerugian sementara yang diestimasikan melebihi Rp 10 Triliun. Dilansir dari BBC NEWS
Sedangkan korban yang meninggal  per tanggal 4 Januari jumlah korban Jabodetabek, Banten dan Jawa Barat sekitar 60 orang dan dua orang hilang.

Dalam bencana ini tak patut masyarakat maupun pemimpin saling menyalahkan, seperti halnya yang terjadi di laman medsos yang ramai beberapa hari terakhir. Tapi bencana ini harusnya mnjadi ajang introfeksi diri, karena tidak serta merta banjir terjadi jika bukan kesalahan dari manusia sendiri.
Banyak hal yang menjadi penyebab banjir dinegri ini, dan itu harusnya menjadi PR pemerintah dan rakyat, agar bencana ini tidak terus terulang disetiap mengahadapi musim penghujan.

Masalah pertama penyebab terjadinya banjir  terutama di daerah-daerah perkotaan penyebab banjir bisa disebabkan oleh pembangunan yang jor-joran tanpa memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ). Karena itu sebelum melakukan pembangunan, perlu dilakukan pengkajian guna bangunan yang akan dibuat dan analisis secara kritis serta mendalam terhadap efek yang timbul pada lingkungan hidup. Ketika pembangunan mengabaikan AMDAL maka dampak yang dirasakan bukan oleh satu orang saja, tapi semua orang bisa merasakannya.

Masalah yang kedua adalah kawasan perairan yang beralih fungsi menjadi pemukiman, perindustrian, pertokoan, dll. Dan hal ini terjadi dikota-kota besar. Contohnya reklamasi kawasan pantai hal ini menyebabkan dampak yang sangat besar, yaitu dampak ekonomi, dampak lingkungan. Dampak ekonomi bisa dirasakan dengan kerugian masyarakat didaerah pantai yang kehilangan mata pencahariannya sebagai nelayan akibat reklamasi pantai. Dampak lingkungan dengan berubahnya arus laut, kenaikan muka air sungai yang menjadi terhambat untuk masuk kelaut, sehingga menyebabkan banjir semakin parah. Belum dampak-dampak lainnya seperti masalah sosial dan budaya.

Dan bisa juga dengan beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri, pemukimanm dan pertokoan seperti yang terjadi di Bekasi. Nama Bekasi dulu dikenal  sebagai  daerah yang lumbung padi, dikenal sebagai penghasil padi dari sejak masa kerajaan tarumanegara di abad 5 Masehi. Dan kini sudah beralih fungsi menjadi daerah industri dan pemukiman. Bekasi sebagai kota satelit Jakarta yang dikelilingi kawasan industri terus berkembang namun semakin menyusutnya lahan pesawahan. Akhirnya Bekasi berubah menjadi kota Industri yang padat, macet dan  banjir jika menghadapi musim penghujan.

Dampak pembangunan sistem kapitalis yang lebih mengejar Profit Oriented semata, tidak diperhatikan dampak yang akan dihadapi oleh masyrakat dikemudian hari. Maka adalah hal wajar ketika hujan datang dengan intensitas yang tinggi, air tidak bisa lari ketempat yang semestinya air mengalir, tapi diam menciptakn genangan yang besar akhirnya menenggelamkan wilayah sekitarnya.
Masalah yang ketiga adalah kesadaran masyrakat yang sangat rendah dalam menjaga kelestaraian lingkungan. Membuang sampah sembarangan, bahkan mereka membuang sampah kesungai sehingga menghambat aliran air. Dan tetunya hal ini merugikan mereka sendiri ketika banjir datang. Rumah yang dekat dengan bantaran kali.

Dan semua itu tentu berawal dari lemahnya peran Negara dalam tata kelola lingkungan serta kurangnya edukasi terhadap masyrakat terkait upaya melestarikan lingkungan. Ditambah lemahnya sanksi bagi orang-orang yang melakukan pengrusakan Serta pemerintah  membuka  kran yang cukup lebar bagi para Investor namum lemah dalam pemberian aturan dan sanksi, yang terjadi  para pemilik modal diberikan kemudahan dalam Izin  pembangunan di negri ini, sehingga mereka abai akan kelestarian lingkungan.

Berbeda halnya ketika Islam hadir sebagai penguasa dunia, maka upaya-upaya khilafah dapat dilakukan dengan beberapa cara untuk mengetasi banjir yang disebabkan derasnya hujan, rob atau gletsyer, yaitu:

Membangum bendungan-bendungan
Memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air, dan melarang masyrakat untuk mebangun tempat tinggal didaerah tersebut
Untuk mengurangi penumpukan volume air khilafah membangun kanal, sungai buatan, saluran drainese

Membangun sumur-sumur resapan
Mengatasi banjir ini harus ada usaha bersama antara masyarakat, pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat, dan yang terbaik adalah dengan mencampakan sistem kapitalis yang mengejar keuntungan semata, tanpa menonjolkan unsur ketakwan didalamnya maka kerusakan yang terjadi dirasakan masyarakat secara berkelanjutan.[MO/sr]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close