Oleh : Novida Balqis Fitria Alfiani
Mediaoposisi.com- Keputusan KPU mengenai penyampaian visi misi kedua kubu kandidat yang diserahkan kepada masing-masing pihak adalah hal aneh. Karena seharusnya KPU berhak memutuskan kebijakan, dan menjadi wasit. Dibanding sibuk bermusyawarah mengenai teknis
penyelengaraan debat pilpres ini.
Seperti keputusan KPU yang disampaikan oleh ketua KPU, Arief Budiman berikut. “Sosialisasi visi misi tadi malam sudah diputuskan, silakan dilaksanakan sendiri-sendiri tempat dan waktu yang mereka tentukan sendiri. Jadi, tidak lagi difasilitasi oleh KPU.” ujar Ketua KPU Arief Budiman saat ditemui di Hotel Mandarin, Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2019). (nasional.kompas.com, 5/1/2019)
Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, justru penyampaian visi dan misi yang dikedepankan, agar masyarakat mengetahui arah pembangunan 5 tahun kedepan. (m.tribunnews.com, 6/1/2019)
“Penyampaian visi misi justru sangat substansial dan penting dalam pertarungan politik
modern. Karenanya penyampaian visi misi seharusnya mendapat porsi terbesar dalam tahapan pemilu.” jelas Karyono Wibowo, Minggu (6/1/2019). (m.tribunnews.com, 6/1/2019)
Jelas sudah, bagaimana KPU tidak mengambil keputusan yang tepat terkait debat pilpres yang sebentar lagi akan diadakan. Keputusan KPU yang menyatakan bahwa penyampaian visi misi dilakukan sendiri-sendiri adalah keputusan yang tidak tepat. Mengapa ? Karena sama saja KPU memutuskan, tidak perlu penyampaian visi misi tergantung dari calon capres cawapres apakah ia akan menyampaikan visi misi ataukah tidak.
Bagaimana mungkin bisa, penyampaian visi misi dibatalkan. Jangankan debat calon presiden, ketika masih sekolah kita ingat bukan? Ketika kita memilih ketua OSIS (Organisasi Sekolah Intra Siswa), calon ketua OSIS harus menyampaikan visi misinya terlebih dahulu ? Hal itu agar pemilih siswa mengetahui, dan mempunyai gambaran ketika masing-masing calon ketua itu memimpin nantinya.
Itu baru sekup sekolah. Bagaimana dengan sekup negara ? Apakah tidak lucu ketika dalam lingkungan satu sekolah saja visi misi harus disampaikan, mengapa dalam sekup negara justru ditiadakan ? Inilah anehnya sistem demokrasi yang menuhankan akal semata. Apa akibatnya jika penyampaian visi misi tersebut ditiadakan ? Tentu banyak hal buruk terjadi.
Pertama, rakyat tidak punya gambaran sebelumnya mengenai kinerja pemimpin ketika memimpin nantinya. Walaupun terdapat visi misi secara tertulis, akan tetapi masyarakat perlu penjabaran dari calon sendiri mengenai visi misi yang akan diembannya. Itu adalah hal penting, agar masyarakat tidak salah faham dalam memahami visi misi tertulis dari kedua calon. Juga memberi trust kepada masyarakat, agar semakin yakin dalam memilih salah satu calon tersebut.
Kedua, rakyat salah memilih. Seperti poin pertama tadi, disebabkan tidak mempunyai gambaran ketika calon memimpin. Tentu lebih berbahaya lagi, karena salah memilih dapat menambah keterpurukan rakyat. Walaupun salah memilih bukanlah sesuatu yang berbeda. Siapa saja yang memimpin pada intinya akan sama saja.
Karena yang menyebabkan keterpurukan rakyat yang sebenarnya adalah sistem yang diterapkan negeri ini. Penerapan sistem yang salah, penyebab utamanya. Sehingga memancarkan segala kebijakan dan keputusan yang selalu memihak asing dan aseng, bukan rakyat. Sistem demokrasi yang berasal dari akal manusia tidak akan pernah membuat rakyat sejahtera, karena hanya berasal dari akal yang terbatas dan meniadakan Tuhan dalam kehidupan.
Akibatnya fatal. Karena dapat mengambil kebijakan dan keputusan berdasarkan hawa nafsu semata.
Sistem demokrasi mengandalkan musyawarah dalam kebijakan dan keputusannya. Bukanlah hal yang salah, akan tetapi musyawarah dalam demokrasi ini murni hanya dari akal manusia. Sehingga kebijakannya bisa salah dan melanggar aturan yang disyari’atkan Allah Swt.
Sebab hanya berasal dari akal manusia, yang mempunyai hawa nafsu dan keinginan. Dan seharusnya hawa nafsu dan keinginan tersebut harus dikontrol melalui penerapan syari’at Islam. Mengapa ? Kembali lagi, karena setiap manusia mempunyai hawa nafsu, keinginan, dan keadilan versi masing-masing.
Sehingga tidak akan mampu kita dapat memenuhi seluruh keinginan masyarakat/manusia diseluruh penjuru negeri. Sehingga butuh aturan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan manusia. Tentu penerapan syari’at Islamlah jawabannya. Karena manusia bersifat lemah dan terbatas. Sedangkan Allah Swt Maha Kuat, Maha Perkasa, dan tidak terbatas.
Sehingga pasti aturan yang berasal dari Allah Swt akan menyejahterakan seluruh manusia di muka bumi apapun agamanya, termasuk seluruh makhluk ciptaanNya. Karena Islam adalah agama rahmatan lil ‘Alamin (rahmat bagi seluruh alam).
Maka, tidak perlu kita ragu-ragu dalam menerapkan syari’at Islam. Justru dengan penerapan syari’at Islam sudah pasti masyarakat akan sejahtera. Selain itu, dalam memilih pemimpin (khalifah), seorang calon khalifah harus menyampaikan visi misi. Suara rakyat dalam sistem Islam akan sepenuhnya dijaga oleh negara, tanpa kecurangan dan kebobolan.
Berbeda dengan sistem demokrasi yang perlu kampanye berbulan-bulan. Dalam sistem Islam, calon pemimpin (khalifah) tidak perlu kampanye. Masyarakat dapat menilai dan melihat, dari keseharian
calon khalifah tersebut. Sehingga dalam sistem Islam tidak akan ada yang namanya pencitraan belaka seperti di sistem demokrasi saat ini.
Maka segeralah tegakkan sistem Islam di negeri ini. Agar Allah memberikan kesejahteraannya di bumi Indonesia ini. Segera terapkan sistem Islam dan campakkan sistem yang rusak dan merusak, yaitu sistem demokrasi. Ganti dengan sistem Islam segera. Karena siapapun pemimpin dari sistem demokrasi akan merusak, sedangkan sistem Islam akan menyejahterakan, insya Allah. Wallahu A’lam (MO/ra)