Oleh: Ifa Mufida
Mediaoposisi.com- Selama Pemerintahan rezim sekarang, naiknya harga BBM saya ibaratkan seperti serangan jantung yang silent killer. Tidak disadari gejala awalnya, tiba-tiba menjadi serangan yang mematikan buat rakyat. Eh, tahu-tahu BBM sudah naik begitu saja ketika membeli bensin di SPBU. Bahkan sering kenaikan ini menjadi serangan di malam hari, ketika fajar rakyat harus menerima kenyataan karena BBM memang sudah naik.
Rakyat akhirnya pun tak bisa berkutik dan menerima begitu saja kebijakan ini, tanpa ada kesempatan untuk protes atau sekedar menyampaikan aspirasinya. Berbeda dengan zaman presiden sebelumnya, yang setiap akan ada kenaikan BBM selalu ada siaran pers dari presiden, dan hampir selalu disambut dengan demo yang dilakukan oleh masyarakat, terutama mahasiswa.
Dari perhitungan yang dilakukan, pemerintahan Presiden Jokowi telah menaikkan harga BBM sebanyak 12 kali, ini tentu saja merupakan rekor baru yang dibuat Presiden Jokowi soal harga BBM. Pun juga rekor lainnya, sudah tentu saja sepi dari demo, termasuk demo dari mahasiswa yang dikenal sangat kritis. Bandingkan dengan Presiden SBY yang menjabat selama 10 tahun, kenaikan BBM hanya dilakukan sebanyak 4 kali, dan itupun harus mendapatkan cemoohan, tangisan dari para oposisi bahkan SBY juga dikirimin kerbau.
Sementara Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun, hanya mampu menaikkan BBM sebanyak 3 kali, lalu disusul Gus Dur dan Megawati, masing masing sebanyak 2 kali, hanya BJ Habibie yang tidak menaikkan harga BBM selama dirinya menjadi Presiden. Sungguh ini rekor yang harus dicatat baik-baik dan nampaknya perlu juga menjadi perhatian. Untuk rakyat yang didup di bawah rezim sekarang.
Mengawali tahun politik dan di tengah semakin memanasnya pertarungan perhelatan pemilu, Pak Presiden membuat keputusan untuk menurunkan harga BBM di awal tahun ini. Dari keterangan Pertamina, Pertalite turun Rp 150 per liter, Pertamax turun Rp 200 per liter, Pertamax Turbo turun Rp 250 per liter, Dexlite turun Rp 200 per liter, dan Dex turun Rp 100 per liter. Ada beberapa hal yang perlu kita kritisi disini, antara lain sebagai berikut.
Yang Pertama, Penurunan harga BBM sekitar 200 rupiah ini dinilai sangat jauh dari penurunan harga minyak dunia, yang seharusnya masih bisa diturunkan lagi sampai angka 30 persen. Sebagaimana yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, bahwa pada November lalu, harga Brent dan WTI masing-masing sekitar USD 80 barel per hari dan USD 65 barel per hari. Sementara pada akhir Desember 2018, harga Brent USD 53 per barel dan WTI menyentuh USD 45 per barel. Sehingga penurunannya sekitar 30-33 persen (kumparan.com). Maka seharusnya harga BBM masih bisa turun lagi antara 1.000 sampai 2.000 rupiah.
Yang Kedua, kebijakan menurunkan harga BBM ini sepertinya sudah sangat terlambat karena sejatinya harga minyak dunia sudah turun sejak November tahun lalu. Adapun saat ini patokan harga minyak mentah seperti Brent atau West Texas Intermediate (WTI) sudah mulai merangkak naik. Dilansir Reuters, Sabtu (5/1), harga minyak mentah berjangka Brent LCOc1 naik USD 1,11 atau 1,98 persen menjadi USD 57,06 per barel. Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 87 sen menjadi USD 47,96 per barel atau 1,85 persen. Maka pertanyaannya, atas dasar apa pemerintah tiba-tiba menurunkan harga minyak di awal tahun ini?
Saya jadi ingat tentang kebijakan divestasi Freeport yang dibanggakan oleh Bapak Presiden di akhir tahun lalu. Padahal jika dicermati lebih dalam ternyata kebijakan itu justru merugikan rakyat, dan jauh menguntungkan Freeport.
Tapi apalah daya, hal tersebut justru menjadi skenario yang apik untuk dibanggakan kepada masyarakat bahwa Bapak presiden telah melakukan prestasi luar biasa di sepanjang sejarah Indonesia. Ah, memang ini adalah tahun politik, semua harus diusahakan secara maksimal untuk bisa meraih hati dari rakyat. Namun, semoga rakyat faham kalau kebijakan tersebut sebenarnya tidak lebih banyak untungnya buat rakyat, justru sebaliknya rakyat ditambah dengan beban hutang ribawi.
Apakah mungkin kebijakan menurunkan harga BBM juga demikian, karena hal ini banyak janggalnya. Seperti yang saya sebutkan di atas, kebijakan menurunkan harga BBM ini sudah sangat terlambat.
Kemudian seolah hanya sekedar pencitraan bahwa harga BBM sudah turun padahal penurunan harga ini pun juga tidak maksimal. Sangat mungkin juga hal ini tujuannya untuk meningkatkan elektabilitas menjelang pemilihan capres-cawapres. Karena Pemilu sudah tinggal menghitung hari, maka sangat wajar jika segala upaya dilakukan untuk bisa mengambil hati rakyat. Aha, mungkin memang demikian.
Namun, sangat disayangkan karena seharusnya kebijakan yang diambil pemerintah bukanlah ajang pencitraan saja. Namun, kebijakan tersebut seharusnya diambil memang untuk sebesar-besar kepentingan rakyat. Kebijakan untuk mensejahterakan rakyat.
Jangan sampai dipolitisasi. Sekali lagi ini sangat menyakiti rakyat. Kepemimpinan sejatinya adalah amanah yang harus dijalankan dengan baik. Karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah Muhammad SAW bersabda :
“Setiap Kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya”.(HR. Bukhari Muslim).
Memang ketika pengaturan aspek kehidupan saat ini masih dijalankan dengan sistem kapitalisme-sekuler maka pemimpin yang baik akan sulit untuk benar-benar menjalankan amanahnya untuk rakyat.
Karena pemimpin dan tata aturan adalah dua hal yang tidak bisa kita pisahkan satu sama lain. Umat Islam sangat mendambakan adanya pemimpin yang berkepribadian Islam dan menjalankan kepemimpinannya dengan mengambil hukum atau syariat Allah SWT, bukan hukum yang lain. Karena ini adalah tuntutan dari Allah SWT, Zat yang menciptakan kita.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah 49-50, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik [49]. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? ”.
Semoga Allah menolong kaum muslimin dan memudahkan langkah kaum muslimin untuk mewujudkan kepemimpinan Islam yang benar-benar memegang teguh syariat Allah SWT, aamin Yaa Rabbal ‘Aalamiin.[MO/sr]