Oleh: R. Nugrahani, S.Pd.
Mediaoposisi.com-Kasus produk ikan makarel kaleng yang mengandung cacing menjadi viral semenjak pertama kali ditemukan di Pekanbaru, Riau, pada Selasa, 20 Maret 2018. Pada tanggal 28 Maret 2018, BPOM mengumumkan bahwa ada 27 merek yang terdiri dari 138 bets ikan makerel kalengan yang positif mengandung parasit cacing. “16 merek di antaranya merupakan impor dan 11 lainnya merupakan produk lokal,” ujar Kepala BPOM Penny Lukito.
Penemuan tersebut merupakan hasil dari pengujian terhadap 541 sampel ikan dalam kemasan kaleng yang terdiri dari 66 merek yang beredar di seluruh Indonesia. BPOM pun telah menginstruksikan pemberhentian proses impor sementara terhadap produk-produk itu sampai ada audit dan pengujian sampel yang lebih besar lagi.
Sementara untuk produk dalam negeri, Penny menyebut BPOM menghentikan sementara bahan baku yang diimpor dari luar negeri untuk produksi ikan makerel kalengan tersebut.
Pihak BPOM pun telah mengeluarkan instruksi kepada produsen dan importir untuk melakukan penarikan seluruh produk mereka dari pasar. Kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan pun dilakukan untuk menginformasikan pemerintah Cina ihwal kasus tersebut.
Ke depannya, BPOM akan melakukan pemantauan terhadap penarikan serta pemusnahan produk ikan makarel kaleng yang telah dinyatakan positif mengandung cacing parasit. Uji laboratorium juga akan terus dilakukan dengan meningkatkan jumlah sampel terhadap bets produk ikan dalam kaleng lainnya. (tempo.co)
Produk pangan memang merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat dihilangkan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah pangan menyangkut pula kepada keamanan, keselamatan dan kesehatan manusia. Bagi pemeluk agama Islam, maka masalah kehalalan akan menjadi priorotas utama selain mutu pangan yang bagus.
Kasus di atas terjadi karena asal usul makarel kaleng yang mengandung parasit cacing umumnya adalah ikan makarel dari impor dan kalau produksi dalam negeri adalah dari bahan baku yang diimpor. Karena memang ikan makarel tidak ada dalam perairan Indonesia dan secara natural memang mengandung parasit cacing.
Karena itulah pengawasan makanan impor yang semestinya dilakukan merupakan pengawasan yang dilaksanakan instansi pengawas untuk melindungi masyarakat dan menjamin agar makanan selama produksi, penanganan, penyimpanan, pengolahan dan peredaran aman, sehat, layak untuk dikonsumsi manusia, memenuhi persyaratan mutu dan keamanan sesuai peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
Mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, maka kehalalan produk pangan juga dijadikan pertimbangan ketika ada produk pangan yang beredar dipasaran. Baik produk itu berasal dari dalam negeri maupun produk pangan dari luar negeri (produk pangan impor).
Oleh karena itu masyarakat harus lebih cermat dan hati-hati dalam membeli produk pangan, terutama produk impor. Jangan lupa untuk memperhatikan kemasan, label, ijin edar hingga masa kadaluarsa. Baca informasi pada label, pastikan produk tersebut memiliki ijin edar dari BPOM RI dan tidak melewati kadaluarsa. Namun, yang terpenting adalah adanya label halal yang tertera dalam produk tersebut.
Kasus-kasus semacam ini pun bisa jadi akan muncul kembali di kemudian hari, apabila pemerintah tidak melakukan tindakan tegas semisal memberikan sanksi bila ada pelanggaran. Penegakan hukum perlindungan konsumen memang sangat dibutuhkan untuk menghidarkan konsumen dari kerugian akibat ulah pelaku usaha.
Namun penegakan hukum perlindungan konsumen, bukan berarti secara serta merta dapat dikatakan bahwa konsumen telah terlindungi sepenuhnya, karena masih ada hal lain yang perlu mendapat perhatian, khususnya konsumen muslim, di mana konsumen muslim tidak hanya membutuhkan produk yang terbebas dari
yang haram, baik haram karena zatnya maupun yang haram karena prosesnya.
Perlindungan secara utuh tidak akan bisa dirasakan oleh kaum muslimin apabila hukum Islam tidak ditegakkan secara sempurna. Islam sebagai agama yang lengkap akan mampu menyelesaikan setiap persoalan yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Karenanya marilah kembali kepada aturan Islam. Sebab, penerapan Islam secara kaffah akan memberikan kemuliaan kepada manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat 107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."[MO/sr]