Oleh : Siti Aminah S.Pd.I
Mediaoposisi.com-Meikarta, seakan menjadi kota baru di Indonesia. Setahun terakhir nama proyek ini santer terdengar. Tak hanya dibesut via berbagai media, para pesohor juga sengaja di gandeng mempromosikannya. Kompleks hunian ini menyasar hingga kalangan menengah.
Kota terpadu berskala internasional tersebut dikembangkan oleh Lippo Grup. Pengembang mentereng yang sudah cukup malang melintang dengan proyek properti di Indonesia. Meikarta berlokasi di Cikarang, Bekasi Jawa barat dibangun dengan nilai investasi hingga ratusan triyun rupiah.
Kala itu kompleks hunian ini disebut akan bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Agustus 2017 silam, presiden Meikarta Ketut Budi Wijaya, menyatakan bahwa proyek mereka mendapat animo deras di masyarakat bahkan saat itu disebut sudah terjual lebih dari 100 ribu unit apartemen kurang dari setahun.
Meikarta, sejak 14 Oktober 2018 lalu, terjerat kasus korupsi. Saat itu KPK menciduk 10 orang dalam kurun waktu 2 hari di dua lokasi berbeda, yakni di Bekasi dan Surabaya.
Yang menjadi gong nya ternyata bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Ia ditangkap menjadi tersangka pada 15 Oktober 2018 akibat diduga menerima suap dari pejabat Lippo yang tak lain adalah Direktur operasional Lippo Group Billy sudono.
Neneng dan sejumlah pejabat Bekasi, yakni kepala dinas PUPR kabupaten Bekasi, Jamaludin. Kepala Dinas pemadam kebakaran kab. Bekasi, Sahat M Nohor. Kepala Dinas penanaman modal , Dewi trisnawati dan Kepala Dinas Tata Ruang Dinas PUPR kab.
Bekasi Neneng Rahmi menerima uang suap yang disebut fee sebesar 13Milyar, meski yang baru terealisir sekitar 7 milyar.
Sungguh, Meikarta, kota baru yang mengharu pilu.. Pilu dan miris hati ini mengetahui korupsi yang menjerat pejabat pilihan rakyat, bukan hanya satu. Jabatan itu amanah, tapi sekarang ini banyak juga yang melukai hati rakyat.
Mengapa bisa demikian? Karena jabatan di rezim sekuler itu empuk, enak, lezat dan bisa jadi aji mumpung.. Mumpung jadi pejabat. Mereka menyandarkan kekuasaan pada kekuatan modal pengusaha.
Dampaknya, banyak kebijakan yang tidak memihak pada kepentingan rakyat, tapi hanya pada segelintir orang saja dan tunduk pada kepentingan penguasa.
Kekuasaan islam menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk mengurus umat secara keseluruhan. Sistem aturan yang ditetapkan mencegah setiap celah pelanggaran termasuk perselingkuhan pejabat publik dengan kekuatan uang.
Sehingga aturan islam jika diterapkan dengan menyeluruh akan mampu mencegah menjamurnya kemaksiatan, termasuk korupsi. Hukum atau sanksi dalam islam bisa membuat jera pelaku dan masyarakat.
Serta bisa terhindar dari siksa neraka, karena telah diberi sanksi didunia.
Aturan dari Sang Maha Mengetahui tentu takkan mengecawakan, sebagaimana pejabat rezim sekuler.[MO/ge]