Oleh : Septa Yunis
(Staf Khususs Muslimah Voice)
Indonesia adalah negara hukum. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Namun kenyataannya penegakan hukum di Indonesia masih carut marut. Keadilan yang di harapkan masih jauh dari kenyataan. Hukum di Indonesia saat ini layaknya barang yang di lelang. Siapa yang berani bayar mahal dan melakukan apapun semaunya tanpa takut dengan hukuman jika dia melanggar aturan. Namun sebaliknya, bagi orang yang tak bisa membeli hukum, mereka akan pasrah dengan tidak adilnya hukum di Indonesia saat ini.
Selain menjadi barang mewah, hukum saat ini juga menerapkan sistem tebang pilih, artinya tidak semua yang melanggar hukum dapat dikenai hukuman. Dan hukum saat ini tidaklah berpihak kepada umat Islam bahkan cenderung anti kepada Islam. hal ini sangat terlihat jelas dari beberapa kasus yang terjadi beberapa waktu lalu. Salah satunya ketika Islam di jadikan bahan candaan oleh segelintir komika. Sebut saja komika Jhosua Suherman, Ge Pamungkas, dan yang paling baru adalah Titran Muslim dan Coky Pardede. Hal semacam ini tidak mendapatkan penanganan yang tegas dari para penegak hukum, akibatnya kasus semacam ini kapan pun bisa terulang.
Selain kasus para komika diatas yang sangat jelas menghina Islam dan tanpa ada pidana bagi yang melanggarnya, beberapa waktu lalu umat Islam kembali di buat sakit oleh segelintir oknum yang melabeli dirinya penjaga NKRI, pasalnya pada momen peringatan hari santri tanggal 22 Oktober lalu di garut terjadi pembakaran bendera bertuliskan lafadz yang agung bagi umat islam yaitu lafadz Tauhid oleh oknum yang menamakan dirinya sebagai penjaga NKRI. Dan lagi-lagi kasus ini telah dibebaskan dengan alasan perbuatan itu dilakukan karena spontanitas.
Seperti yang dilansir liputan6.com (25/10/2018) Ditreskrimum Polda Jawa Barat bersama tim gabungan Bareskrim Mabes Polri dan Polres Garut menggelar pra-penyelidikan terkait kasus pembakaran benderaberkalimat tauhid yang diidentikan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Limbangan, Garut. Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Umar Surya Fana mengatakan, pihaknya belum menemukan unsur pidana pada pelaku kasus ini."Karena perbuatan tersebut spontan yang dilakukan oleh oknum Banser yang mendasari terhadap konsensus yang telah disepakati sebelumnya. Sampai hari ini kami belum menemukan adanya sikap batin yang lain selain menghilangkan bendera HTI itu," ujar Umar di Mapolda Jabar, Rabu (24/10/2018).
Dari beberapa kasus di atas, sudah sangat jelas para penguasa dan penegak hukum abai terhadap umat islam. Dan yang lebih menggelikan pembakarnya tidak dikenai pidana namun pengibar bendera bertuliskan lafadz tauhid ditetapkan menjadi tersangka. Sudah jelas penegak hukum dan pemerintah memihak kepada siapa. Umat islam berkali-kali disakiti akibat ulah segelintir orang yang tak bertanggung jawab, namun pemerintah dan penegak hukum tidak tegas dalam menangani kasus-kasus tersebut, akibatnya kejadian itu berulang dan berulang lagi. Namun ketika kasus yang di duga melibatkan tokoh agama Islam langsung cepat tanggap dan diusut sampai ke akar-akarnya. Seperti kasus Ustadz Alfian Tanjung, Gus Nur dan masih banyak lagi kasus yang di duga melibatkan tokoh agama Islam. Hal ini sudah menunjukkan hukum di Indonesia tidak berpihak kepada umat Islam. tumpul terhadap para penghina Islam dan runcing terhadap umat Islam.
Pada dasarnya hukum menurut tokoh sekuler Roscoe Pound mendefiniskan law is a tool for social engineering. Hukum adalah alat untuk merekaya sosial didalam masyarakat. Hukum dibuat untuk mengatur hubungan antara individu, masyarakat dan penguasa beserta para aparaturnya. Biasanya produk hukum sangat bergantung sekali terhadap ideologi, politik, sejarah dan sosial suatu budaya masyarakat dimana hukum itu berlaku. Dalam hal ini biasanya penguasalah yang lebih banyak menentukan produk hukum yang berlaku di tengah masyarakat. Sehingga ideologi dan kepentingan penguasalah yang banyak muncul dalam produk hukum tersebut. Penguasa dan aparaturnyalah yang mampu mengutak-atik hukum sehingga pada akhirnya penguasa itulah sumber segala sumber hukum itu sendiri.
Tidakkah sangat jelas hukum saat ini di buat untuk kepentingan segelintir penguasa yang haus akan kekuasaannya, dan hal ini sangat tidak berpihak kepada rakyat. Hukum buatan manusia dibuat demi kepentingan yang menciptkan hukum. Lain halnya dengan hukum yang turun dari Sang Pengatur yaitu Allah. Dalam perspektif Islam, antara hukum dan aqidah sangat berhubungan erat, bahkan penerapan dan keyakinan seseorang terhadap kebenaran hukum Islam menentukan seseorang itu kafir atau muslim.“… Barang siapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS:5:44)
Maka dari itu, masihkah kita tetap memepertahankan hukum produk buatan manusia dan meninggalkan hukum yang turun dari Allah?
from Pojok Aktivis