Oleh : Uyun Yuniarti
Mediaoposisi.com-Indonesia lagi- lagi mengalami musibah pada hari Senin lalu, 29 Oktober, pesawat Boeing 737 Max 8 dengan nomor registrasi PK-LQP, dengan nomor penerbangan JT 610 ini jatuh di perairan Tanjung Karawang sejak hilang kontak 13 menit setelah lepas landas dari Bandara Soetta dengan tujuan Pangkal Pinang.
Dengan penumpang 178 orang dewasa, 1 anak, 2 bayi, 2 kru, dan 6 awak kabin. Kabar sementara pesawat mengalami masalah alat kemudi. Dan bukan kali ini saja pesawat Lion Air mengalami insiden fatal.
Pada 30 November 2004, lokasi kejadian nahas berpusat di Bandara Adi Sumarmo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Ia menewaskan 25 orang, 55 orang luka berat, dan 63 orang luka ringan.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis penyebab kecelakaan karena hydroplaning, yaitu kondisi saat pesawat mendarat pada suatu landasan yang basah. Pesawat keluar landasan lalu meluncur ke kuburan.
Sebagian menilai hasil investigasi KNKT adalah kebohongan. Tapi, Ertata Laranggalih, anggota tim Investigation in Charge (IIC) KNKT berkata pesawat Lion Air saat itu layak terbang dan sesuai regulasi.
Dan insiden-insiden berikutnya dari "maskapai terburuk di dunia" yang berdiri hampir 20 tahun lalu ini bisa kita deret. Selama 2002 hingga 2018, ada 22 "kecelakaan" dan paling banyak adalah insiden kecil saat mendarat alias tergelincir.
Sisanya seperti "jatuh saat lepas landas", "gagal lepas landas", "mendarat tanpa roda pesawat", "keluar dari landasan pacu", "ban pesawat pecah saat mendarat", "tabrakan dengan pesawat lain di landasan pacu", dan lain-lain.
Selain masih sering molor alias delay bahkan sesudah peristiwa fatal JT 610, Lion Air juga disorot misalnya soal gaji pilot asing cuma Rp3,7 juta, berdasarkan laporan perusahaan ke BPJS Ketenaga-kerjaan; sangat mungkin hal ini untuk menutupi pengeluaran perusahaan sebenarnya.
Meski kini dalam sorotan, bos Lion Air Rusdi Kirana berkata siap diaudit selama "adil dan tanpa emosi." Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Malaysia, anggota Partai Kebangkitan Bangsa, dan mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini mulai memakai taktik "too big to fail" untuk memagari bisnisnya.
Karena kami punya 30 ribu karyawan dan [dalam] satu hari mengangkut 200 ribu penumpang,” ujarnya. Tuduhan-tuduhan ada keteledoran dalam kecelakaan JT 610 pada Senin lalu dijawabnya bahwa Lion Air memiliki sertifikat Audit Keamanan Operasional IATA (IOSA/IATA Operational Safety Audit).
“Itu sertifikat tertinggi untuk bidang keselamatan,” tambahnya. Maskapai Singa Merah memang melayani ratusan ribu penumpang saban hari. Diklaim memiliki 350 armada dari aneka jenis pesawat, jumlah ini melampaui maskapai lain yang beroperasi di Indonesia, bahkan maskapai BUMN Garuda Indonesia.
Lion Air disebut-sebut menguasai 34 persen kue penumpang domestik atau 33.131.053, teratas dibandingkan misalnya Garuda Indonesia (20 persen atau 19.601.133 penumpang).
Jika jumlah ini ditambah Batik Air dan Wings Air, maskapai yang bernaung di bawah PT Lion Mentari Airlines, bisnis penerbangan Kirana bersaudara menguasai pasar domestik hingga 52 persen.
Akar Masalah transportasi
Carut-marut transportasi umum di Indonesia dimulai dari kesalahan paradigma dasar berikut perangkat aturan yang muncul dari paradigma dasar tersebut. Transportasi bukanlah sekedar tehnik namun kesalahan sistemik.
Paradigma salah tersebut bersumber dari faham sekulerisme yang mengesampingkan aturan agama. Sekulerisme yang melahirkan sistem kehidupan kapitalisme telah memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri.
Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transportasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta.yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan.
Menurut pandangan kapitalis , dalam pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator, sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kaca mata komersil, akibatnya harga tiket transportasi publik mahal namun tidak disertai layanan yang memadai.
Demi mengejar untung tidak jarang angkutan umum yang sudah tidak layak jalan tetap beroperasi. Efek penerapan sistem kapitalis negara dibikin bangkrut penguasa neolib karena semua sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak pengeloaannya diserahkan pada para kapitalis pemilik modal.
Negara hanya mendapatkan sekedar bagi hasil atau pajak/royalti dari pengelolaan tersebut. Karena keterbatasan dana, penyediaan infrastruktur kurang terurus. Sungguh ironis, rakyat yang seharusnya mendapatkan pelayanan malah dibebani dengan pajak.
Beda jauh dengan mentalitas yang dimiliki oleh seorang Umar bin al-Khaththab ra. tatkala beliau menjadi kepala negara.
Berkait dengan transportasi beliau berujar “Seandainya, ada seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban diriku di akhirat nanti".
Mindset seperti inilah yang mendasari pemimpin negara dalam menjalankan kebijakan transportasi. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam akan memberikan jaminan pembangunan ekonomi yang berkah, adil dan sejahtera yang akan meminimalisir kesenjangan ekonomi dan menjauhkan kerusakan pada masyarakat.
Khilafah, sebagai institusi penerap Islam akan menyediakan infrastruktur transportasi yang aman, memadai dengan teknologi terkini. Dengan begitu ribuan muslim tidak akan lagi menjadi korban dari kecelakaan transportasi akibat abainya pemerintah, karena kelalaian akan berimplikasi dosa.[MO/ge]