Oleh: Nina Nisfullaili
Apa itu Revolusi Industri 4.0 ?
Dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia dengan revolusi generasi pertama yang melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin.
Mesin uap ini muncul pada abad ke-18. Revolusi ini membawa dampak yang baik bagi dunia. Karena terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita negara di dunia menjadi enam kali lipat sejak adanya revolusi industri pertama ini.
Selanjutnya, revolusi industri kedua ditandai dengan adanya kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustion chamber). Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, pesawat terbang, mobil dll.
Penemuan ini mampu mengubah wajah dunia secara signifikan.
Kemudian revolusi industri generasi ketiga diawali di tahun 90-an dimulai dengan otomatisasi dan terjadinya globalisasi, ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet.
Berikutnya, revolusi industri ke-empat ini telah ditemukan pola baru ketika disrutif teknologi (disruptive technology) hadir begitu cepat dan mampu menggeser bahkan mengancam keberadaan perusahaan-perusahaan incumbent.
Sehingga perusahaan-perusahaan besar bisa menjadi korban akibat disruption era ini. Terlebih di era disruption ini, ukuran besarnya perusahaan bukan menjadi jaminan kesuksesan, namun kelincahan perusahaan dalam memanfaatkan teknologi itu sehingga mampu membuat hidup serba praktis menjadi kunci keberhasilan meraih kesuksesan dengan cepat.
Bagaimana Pengaruhnya ?
Pengaruhnya nampak di hampir seluruh belahan dunia. Bagaimana teknologi mampu menggeser posisi perusahaan besar sekalipun hingga tidak jarang mereka gulung tikar.
Seperti halnya yang terjadi pada perusahaan Grab, Uber dan sebagainya bagaimana mereka mampu menggeser keberadaan perusahaan taksi konvensional.
Dengan gesitnya mereka memanfaatkan teknologi untuk kemudahan akses transaksi taksi konvensional menjadi online.
Revolusi industri 4.0 berbicara tentang implementasi teknologi automasi dan pertukaran data dalam bidang industri. Semua hal yang berkaitan dengan pertukaran data dan informasi akan berubah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi serta internet atau yang disebut digitalisasi. Digitalisasi ini terjadi dalam segala aspek terutama dalam bidang industri.
Seperti yang telah disampaikan oleh Klaus Schwab, Founder dan Executive Chairman of The World Economic Forum dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution. Bahwa revolusi industri 4.0 ini sebenarnya ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang lebih memungkinkan manusia untuk memaksimalkan fungsi otak.
Melalui perubahan itu sebuah penelitian menyebutkan, bahwa digitalisasi akan berdampak buruk pada lapangan pekerjaan.
Bagaimana tidak? Keberadaan tenaga kerja manusia akan tergantikan oleh mesin-mesin atau robot canggih yang mana tidak memerlukan lagi tenaga manusia untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Bagaimana Indonesia Menghadapi Era Digitalisasi Ini ?
Dalam menyambut era revolusi industri 4.0 ini, Presiden Jokowi telah merencanakan roadmap untuk Making Indonesia 4.0. Dari adanya roadmap ini dengan bantuan dari berbagai pihak Indonesia diharapkan mampu meningkatkan daya saing industri nasional di kancah internasional serta menjadikan Indonesia sebagai 10 negara dengan ekonomi terbesar dunia di tahun 2030.
Tanggapan miring juga sering muncul mengenai kekhawatiran berbagai pihak ketika Revolusi Industri 4.0 banyak mengilangkan lapangan pekerjaan.
Namun presiden tetap optimis dengan adanya Revolusi Industri 4.0 yang mampu melahirkan jauh lebih banyak lapangan pekerjaan dengan Making Indonesia 4.0 yang akan dibuatnya itu.
Di sisi lain dampak positif memang sedikit banyak terlihat, seperti banyaknya muncul start up yang berhasil menduduki posisi atas perusahaan sukses di Indonesia bahkan di kancah Internasional. Seperti tokopedia, berrybenka, orami dan masih banyak lagi.
Perusahaan ini mampu menunjukkan keberhasilannya dengan banyaknya investor yang berinvestasi ke dalamnya. Artinya, di Indonesia saja perusahaan dengan model e-commerce yang merupakan produk era digital ini berpotensi besar dan tumbuh subur, apalagi di kancah global yang melesat lebih jauh dari Indonesia.
Namun perlu dipahami bagi pemerintah, dalam menghadapi era tentu perlu adanya persiapan yang tida mudah. Seperti yang disampaikan oleh Ketum PPP Romahurmuziy, bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia adalah perlu ditingkatkannya skill tenaga kerja Indonesia, dimana sebanyak 70% angkatan kerja hanya lulusan SMP. Pendidikan vokasi menjadi keharusan agar lulusan bisa langsung terserap menjadi tenaga kerja.
Selain itu perlu dianggarkan APBN untuk memberikan insentif perguruan tinggi sebagai pusat inkubasi sekaligus pembelajaran bagi calon wirausahawan sehingga lebih kompetitif di era Revolusi Industri 4.0.
Hal ini perlu diperhatikan mengingat dampak buruk yang mungkin terjadi adalah hilangnya banyak lapangan pekerjaaan karena digantikan oleh otomatisasi robot.
Sebagaimana studi McKinsey di Prancis selama 15 tahun terakhir bahwa 500 ribu pekerjaan hilang akibat digitalisasi.
Namun 1,2 juta lapangan pekerjaan baru justru hadir di Prancis. Artinya ada surplus 700 lapangan pekerjaan baru yang tercipta akibat digitalisasi ini.
Jadi Revolusi Industri 4.0 ini dapat dijadikan lompatan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih baik ketika dipersiapkan dengan baik pula. Itu terlihat dari munculnya aneka bisnis baru di Indonesia, mulai dari start up booming, virtual reality, artificial intelligence, big data dan quantum computing.
Bahkan menurut lembaga bereputasi internasional PWC menyebut Indonesia di tahun 2030 mampu menempati urutan ke-5 dunia, dan di tahun 2050 menjadi peringkat ke-4 yang mampu menggeser posisi Jepang sebagai negara dengan perkembangan ekonomi terbesar di dunia.[MO/br]