Oleh: Umar Syarifudin - Pengamat Politik Internasional
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan telah melakukan pembicaraan via telepon dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud pada awal bulan ini. Dalam percakapannya, Trump meminta Raja Salman segera mengakhiri krisis Teluk dengan Qatar yang telah berlangsung hampir setahun. "Fokus presiden (Trump) selalu pada Iran dan program nuklir serta rudalnya yang mengancam semua negara Teluk, termasuk Israel. Dan ia menekankan bahwaperseteruan yang dialami oleh Saudi dan Uni Emirat Arab tidak masuk akal," kata seorang pejabat AS yang mengetahui tentang percakapan Trump dengan Raja Salman pada Rabu (11/4). (http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/18/04/12/p71q80377-trump-minta-raja-salman-akhiri-krisis-teluk)
Catatan
Sudah diketahui dengan baik bahwa Trump adalah mitra terbaik Raja Arab Saudi Salman bin Abdul aziz al-Saud, Kerajaan telah memulai suatu kebijakan baru dengan serangkaian langkah untuk membaratkan rakyatnya dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dia juga menjanjikan miliaran dolar ke Amerika sebagai pertukaran untuk keamanan rezimnya. Namun, rasa haus watak kapitalisme Amerika akan uang Saudi tidak berhenti di situ, Trump menggunakan kekayaan Arab Saudi untuk melemahkan Eropa untuk melindungi kepentingan geopolitik Amerika. Keinginan pemerintahan Trump untuk melemahkan Uni Eropa dan melihat keluarnya Inggris dari serikat pekerja sangat diperlukan. kekuatan-kekuatan Barat di Arab Saudi dalam bentuk intervensi secara gambling, telah melemahkan posisi umat dalam skema kejahatan. Kecuali, Umat Muslim bangkit kembali untuk mengakhiri rencana jahat kolonialis dan agen mereka.
Sementara pihak Iran, Rouhani-Khamenei, masih melanjutkan dukungannya kepada Bashar dengan merawat milisi-milisinya di Suriah berkeliaran di dataran dan pegunungan untuk menggagalkan revolusi rakyat Suriah menuju pembebasan demi tercapainya kehidupan Islami. Iran mengerahkan segala upaya untuk mendukung kriminalitas rezim agen AS, Bashar al Assad.
Iran dan Saudi Arabia memang memiliki perbedaan politik luar negerinya. Namun, baik Iran dan Arab Saudi memiliki banyak perbedaan ideologis dengan negara Israel. Masyarakat dari kedua negara tersebut menganggap negara Israel sebagai entitas asing yang merupakan kelanjutan dari the imperialism project yang berawal dari abad ke-12. Ironisnya, politik luar negeri Arab Saudi belum membingkai keinginan mereka untuk melawan superioritas nuklir negara Israel. Pemikiran ini akan sangat bergaung dengan semua populasi di Timur Tengah dan bahkan menghalangi keberatan dari Iran. Raja Arab Saudi Salman bin Abdul aziz al-Saud tidak peka terhadap gelombang dukungan rakyatnya untuk mengakhiri kejahatan Israel, yang sebetulnya hari ini dapat dengan mudah dieksploitasi untuk membangkitkan dunia Muslim untuk mengakhiri proyek penjajahannya. Sekali lagi, ini menunjukkan jati diri Raja Salman.
Hari ini makin jelas baik Arab Saudi maupun Iran tidak dapat memberikan kepemimpinan yang sesuai dalam politik militer dan polit6ik luar negerinya. Hari ini umat mengharapkan kepemimpinan alternatif yang berhasil mengakhiri krisis kepemimpinan dan krisis nuklir, serta imperialisme Barat. Umat butuh Negara yang mampu mengakhiri hegemoni barat tidak hanya di Timur Tengah tetapi juga di seluruh dunia Islam. [IJM]