-->

Demokrasi, Proses Politik, Korupsi

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Eko Susanto - BARA (Barisan Advokasi Rakyat)

Seolah tidak ada habisnya, korupsi yang dilakukan oleh pemilik wewenang di kalangan teras masih saja mengalir deras.  Entah sampai kapan akan berhenti atau bahkan banyak yang sanksi korupsi bisa terhenti.  Keberadaan Polri dan Kejaksaan tidak mampu membendung derasnya korupsi di Indonesia sehingga dibentuklah KPK. Tetapi alih-alih korupsi sirna malah terjadi fenomena Skandal Korupsi E-KTP dan terungkapnya tipikor yang dilakukan banyak kepala daerah. 

Maka dari itu, negeri ini butuh teladan dari pemimpin. Korupsi menyangkut prilaku, sedangkan prilaku sangat terkait dengan kebiasaan, kebiasaan ditentukan oleh lingkungan. Dalam budaya patrialistik seperti di Indonesia ini, lingkungan itu dipengaruhi oleh teladan pimpinan. Teladan yang ada sekarang ini justru pimpinan yang mengajari korupsi. Jika misal dengan ilustrasi : Dirjen korup karena menterinya korup, menteri korup karena tahu presidennya korup. Maka dalam kondisi ini menunjukkan minus keteladanan. 

Negeri ini juga membutuhkan penegakan hukum yang setimpal. Hampir semua terpidana korupsi itu hanya divonis ringan. Dapat remisi dan remisi jadi dipenjaranya bertambah pendek. Tidak ada yang dihukum mati. Selanjutnya kita cermati tidak ada pembuktian terbalik. Semua persidangan korupsi hakimnya yang harus membuktikan bahwa secara materiil yang bersangkutan korupsi. Kalau pembuktian terbalik itu bisa dilakukan, jadi bukan hakim lagi yang harus membuktikan, tetapi yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa harta yang didapatnya itu diperoleh dengan cara yang halal.

Pemberantasan korupsi akan sangat sulit dilakukan jika sistem yang digunakan masih sistem yang ada sekarang, buktinya sampai saat ini masalah korupsi tidak pernah tuntas bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya,  Hal ini terjadi karena system sekuler yang sedang diberlakukan saat ini justru menjadi sebab maraknya korupsi.  Oleh karena itu, diperlukan system lain yang akan mampu menyelesaikan korupsi hingga akarnya.  Tidak lain system tersebut adalah system Islam. 

Berikut beberapa faktor bagaimana system Islam mampu memberantas korupsi:  pertama, dasar aqidah Islam melahirkan kesadaran senantiasa diawasi oleh Alloh dan melahirkan ketaqwaan pada diri politisi, pejabat, aparat, pegawai, dan masyarakat.  Hal ini melahirkan control dan pengawasan internal yang built in menyatu dalam diri pemimpin, politisi, pejabat, aparatur dan pegawai, yang bisa mencegah mereka untuk korupsi. 

Kedua, system politik Islam termasuk dalam hal pemilihan pejabat dan kepala daerah, tidak mahal.  Factor maraknya korupsi yaitu untuk mengembalikan modal biaya politik plus keuntungan jelas tidak ada.  Karenanya tidak akan muncul persekongkolan mengembalikan modal ditambah keuntungan itu.

Ketiga, politisi dan proses politik, kekuasaan dan pemerintahan tidak bergantung dan tak tersandera oleh parpol. Peran parpol dalam Islam adalah focus dalam mendakwahkan Islam, amar ma’ruf dan nahyi munkar atau mengoreksi dan mengontrol penguasa.  Anggota Majelis Umat tidak memiliki kekuasaan politik dan anggaran sehingga mafia anggaran tidak akan terjadi.

Keempat, struktur dalam system Islam, semuanya berada dalam satu kepemimpinan kepala negara yakni imam atau khalifah, sehingga ketidakpaduan antar instansi dan lembaga bisa diminimalisir bahkan tidak terjadi. 

Kelima, praktek korupsi, andai terjadi, bisa diberantas dengan system hukum syariah, bahkan dicegah agar tidak terjadi.  Dalam syariah, kriteria harta ghulul, yakni harta yang diperoleh secara illegal itu jelas.  Harta yang diambil/ditilap di luar imbalan legal; harta yang diperoleh karena factor jabatan, tugas, posisi, kekuasaan—sekalipun disebut hadiah; harta pejabat, aparat dan sebagainya yang melebihi kewajaran yang tidak bisa dibuktikan diperoleh secara legal; semua itu termasuk harta ghulul.  Di akhirat akan mendatangkan azab.

Sanksi dalam Islam bagi pelaku korupsi merupakan bagian dari ta’zir, bentuk dan kadar sanksi atas tindakan korupsi diserahkan pada ijtihad khalifah atau qadhi (hakim).  Bisa disita seperti yang dilakukan khalifah Umar, atau tasyhir (diekspos), penjara, hingga hukuman mati dengan mempertimbangkan dampak, kerugian bagi negara dan dhararnya bagi masyarakat.

Dengan sistem Islam, pemberantasan korupsi bisa benar-benar dilakukan hingga tuntas.  Aturan Islam ini lengkap dan efektif dalam menangani masalah tindak pidana korupsi.  Islam menyelesaikan masalah dari hal yang mendasar sampai cabangnya.  Sistem Islam juga memiliki cara dalam pencegahan, hingga penyelesaian. [IJM]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close