Oleh: Fathimah Bilqis, S.Pd
(Pendidik Generasi, Guru STP Khoiru Ummah Purwakarta)
Mediaoposisi.com-Maraknya pernikahan dini di Kamp pengungsian korban gempa dan tsunami Sulawesi patut menjadi perhatian. Setidaknya terdapat 12 kasus yang tersebar di Palu, Sigi dan Donggala. Pernikahan dini diakibatkan oleh pergaulan bebas, karena tingkat pemantauan orang tua di kamp pengungsian lebih rendah terhadap anak mereka. [kompas.com, 26 Juli 2019]
Ditambah lagi, kasus seorang remaja di Balikpapan 'membunuh' bayi nya sendiri. Lantaran remaja berusia 18 tahun tersebut belum siap menikah dan menjadi seorang Ibu. [okenews.com, 28 Juli 2019]
Maraknya pernikahan dini dan 'pembunuhan' bayi seperti fenomena gunung es. Jauh lebih banyak kasus-kasus yang belum terkuak. Menjamurnya kasus tersebut diakibatkan oleh pergaulan bebas para remaja. Aktivitas haram dilakukan mereka dengan berani, namun tidak sanggup hadapi konsekuensi.
Paradigma Pendidikan Sekuler Hancurkan Generasi
Paradigma pendidikan sekuler -yang memisahkan agama dengan kehidupan- mengenalkan bahwa Sang Pencipta hanya ada di tempat beribadah saja. Di sekolah, di rumah, di lingkungan masyarakat dan tempat lainnya mereka bebas beraksi, tanpa merasa ada yang mengawasi. Bebas melakukan kemaksiatan, hingga mencabut fitrahnya sebagai manusia. Tanpa rasa takut, tanpa rasa bersalah.
Viral kembali pada Juni lalu, mengenai berita penghapusan mata pelajaran agama di sekolah. Namun Kemendikbud telah melakukan klarifikasi bahwa pelajaran agama tidak akan dihilangkan.
Lembaga pendidikan sekuler menempatkan agama sebagai mata pelajaran belaka, yang tidak berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Ada atau tidaknya pelajaran agama tidak akan memberikan efek signifikan pada hasil pendidikan negeri ini. Apabila agama hanya sebagai materi hafalan, bukan difahami apalagi diamalkan.
Pendidikan berkarakter yang dicanangkan negara hanya menjadi khayalan tak bertepi. Karakter yang siap bertanggung jawab atas segala pilihannya jauh panggang dari api. Mereka melakukan pergaulan bebas, namun tidak siap atas segala konsekuensinya.Begitu nyata paradigma pendidikan sekuler semakin menjauhkan kaum muslim dari Islam yang hakiki.
Pendidikan Sekuler Hilangkan Peran Negara
Paradigma pendidikan sekuler yang dianut negeri ini tidak terlepas dari landasan negara ini. Negara yang mengemban ideologi kapitalisme hanya menjadikan negara sebagai regulator. Negara hanya sebagai wasit yang akan mempersilahkan siapapun untuk mendirikan lembaga pendidikan. Negara tidak bertanggung jawab, apakah setiap warganya mengenyam pendidikan yang layak ataukah tidak.
Negara yang berlandaskan sekulerisme ini 87,2% penduduknya muslim. Bahkan merupakan penduduk muslim terbesar di dunia (12,7%). Namun, negeri mayoritas kaum muslim ini tidak mampu menjadikan Islam sebagai pegangan hidup mereka. Sekularisme yang menjadikan Islam hanya hidup dalam aspek ritual saja.
Tidak heran generasi hancur diakibatkan oleh abainya negara. Pengabaian negara akan pendidikan berkualitas dan merebaknya ide kebebasan yang tidak melindungi generasi dari pergaulan bebas. Kehancuran generasi tinggal menunggu waktu.
Islam Rahmatan lil 'Alamin Lahirkan Generasi Terbaik
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya: “Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. ”(Ali Imran [3] : 110)
Generasi terbaik hanya Allah sematkan kepada kaum muslim. Namun, gelar umat terbaik tidak akan bisa dilahirkan dalam sistem kapitalisme-sekulerisme. Hanya sistem Islam yang mampu melahirkan generasi terbaik.
Sistem pendidikan Islam yang ditopang oleh Negara mampu melahirkan para tokoh Islam, di antaranya:
1. Muhammad al Fatih, seorang pemimpin muda yang mampu menaklukan benteng kokoh konstantinopel.
2. Al Khawarizmi, seorang matematikawan yang berkontribusi bagi peradaban umat manusia. Kehebatan al Khawarizmi telah diakui oleh dunia islam maupun barat. Bahkan karya-karyanya masih bermanfaat hingga kini.
3. Ibnu Firnas, seorang ilmuan Islam yang menjadi pelopor maupun inspirasi keberadaan akan pesawat terbang dan parasut.
Serta tokoh muslim lainnya. Hasil pendidikan dalam sistem Islam sangat terasa nyata kontribusi mereka terhadap peradaban umat.
Paradigma pendidikan dalam Islam berasaskan aqidah Islam. Asas ini berpengaruh pada penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi pendidik, budaya yang dikembangkan serta interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.
Tujuan pendidikan dalam Islam untuk membentuk manusia yang berkarakter, yaitu berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, serta menguasai ilmu kehidupan yang memadai. Hingga akan menghantarkan para pelajar untuk memiliki jiwa kepemimpinan yang siap memimpin umat.
Jauh berbeda dengan sistem pendidikan saat ini yang hanya menghasilkan generasi bermasalah. Generasi yang berani berbuat maksiat, tanpa mau bertanggung jawab.
Allahu 'alam. [MO/sg]