Oleh: Ema
Mediaoposisi.com-Indonesia saat ini tengah menjadi sasaran empuk bagi peredaran narkoba baik jaringan nasional maupun skala internasional. Tingginya angka permintaan atas barang haram ini menjadikan pasokan narkoba ke Indonesia begitu masif dilakukan.
Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Arman Depari mengatakan tingkat peredaran narkoba di Indonesia masih mengkhawatirkan atau berstatus darurat narkoba. Banyak yang residivis, 80 persen dari yang kita amankan merupakan residivis.
Tak hanya residivis, Arman menuturkan para pengedar narkoba yang diamankan oleh BNN mayoritas mengendalikan bisnisnya dari lapas (www.wartakota.tribunnews.com/28/6/2019).
Pemasok barang haram ini banyak yang berasal dari negara-negara yang mendapat julukan the golden triangle dalam hal narkoba. The golden tringle merupakan supplier sabu terbesar ke Indonesia. Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Eko Daniyanto menjelaskan tiga negara itu adalah Thailand, Laos dan Myanmar.
Menurut Eko pemasok narkotika paling besar ke Indonesia sebelumnya adalah jaringan Tiongkok. Lambat laun produksi narkotika jaringan Tiongkok mulai menurun dan digantikan oleh jaringan Thailand, Laos dan Myanmar (kabar24.bisnis.com).
Penggunaan narkoba di kalangan pelajar ini juga jadi persoalan di skala global. World Drugs Reports 2018 dari The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menemukan 5,6 persen penduduk dunia atau 275 juta orang dalam rentang usia 15 hingga 64 tahun pernah mengkonsumsi narkoba minimal sekali (www.cnnindonesia.com/22/6/2019).
Menurut Kepala BNN angka pengguna narkoba dari kalangan milenial meningkat drastis dari sebelumnya 20 persen menjadi 25 persen (www.tribunnews.com/26/6/2019).
Sepanjang tahun 2018 penyalahgunaan narkoba oleh kalangan mahasiswa mencapai 2.287.492 jiwa, sedangkan dari kalangan pekerja penyalahgunaan narkoba sebanyak 1.514.037 jiwa.
Kasus yang ditangani BNN dan Polri dalam 2018 mencapai 40.553 kasus dengan 53.251 tersangka. Barang bukti yang diamankan sebanyak 41,3 ton ganja, 8,2 ton sabu-sabu, 1,55 juta butir ekstasi dan 47 hektar ladang ganja di Indonesia (megapolitan.kompas.com/25/03/2019).
Apalagi baru baru ini banyak public figure yang ternyata juga tidak lepas dari jeratan narkoba. Penangkapan aktor muda Jefri Nichol dalam kasus narkoba pada Selasa, 23 Juli 2019, hanya selang beberapa hari setelah penangkapan komedian Nunung, yang diringkus pada Jumat, 19 Juli 2019.
Sebelum itu banyak sederet artis yang juga mengalami hal yang sama seperti Dhawiya, Roro Fitria, Fachri Albar, Jennifer Dunn, Tio Pakusadewo, Axel Matthew, Tora Sudiro, Pretty Asmara, Ammar Zoni, Iwa K, Ello, Ridho Rhoma, Andika The Titans, dst. Kasus narkoba saat ini ibarat fenomena gunung es.
Banyak faktor yang menyebabkan makin tingginya penyalahgunaan narkoba di Indonesia saat ini. Faktor penyebabnya diantaranya adalah faktor individu diakibatkan rasa penasaran yang menimbulkan keinginan untuk mencoba, waktu luang atau situasi dan kesempatan untuk menggunakan narkoba dan tekanan atau jebakan atau rayuan dari pihak pengedar.
Faktor lainnya adalah lingkungan. Keluarga bermasalah atau broken home, Ayah, ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna atau bahkan pengedar gelap narkoba.
Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkoba. Sering berkunjung ke tempat hiburan (cafe, diskotik, karaoke).
Faktor lainnya adalah mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur. Lingkungan keluarga yang kurang atau tidak harmonis. Lingkungan keluarga di mana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan, perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya.
Orang tua yang otoriter. Orang tua atau keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang atau tanpa pengawasan. Orang tua atau keluarga yang super sibuk mencari uang atau di luar rumah. Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak ada hubungan primer, ketidakacuhan, hilangnya pengawasan sosial dari masyarakat, kemacetan lalu lintas, kekumuhan, pelayanan publik yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas. Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran (www.brilio.net, www.medan.tribunnews.com).
Pada dasarnya faktor penyebab penyalahgunaan narkoba ini meliputi faktor sosial, ekonomi, kelompok, keluarga dan faktor individu.
Berdasarkan faktor-faktor penyalahgunaan narkoba tersebut ternyata bukan semata-mata karena individu saja akan tetapi ini adalah permasalahan sistemik yang satu hal dengan yang lain saling memiliki keterkaitan. Seseorang bisa menjadi pecandu narkoba karena pergaulan yang bebas dan kurang pengawasan orang tua.
Orang tua terlalu sibuk bekerja sehingga anak-anak mereka kurang pengawasan dan kasih sayang dari orang tuanya, sehingga anak-anak mengalihkan semua itu dengan pergi berkumpul dengan teman-temannya pergi ke club malam, diskotik dll.
Saat ini kesuksesan diukur dengan sudut pandang sukses dalam karir dan uang banyak, sehingga orang berlomba-lomba untuk mengejarnya. Inilah yang dinamakan jebakan kapitalisme. Para Ibu juga dituntut untuk berdaya dan sukses, sehingga mereka keluar rumah dan melalaikan tugas utama mereka sebagai Ibu dan pengatur rumah tangga dan sebagai madrasah pertama anak.
Hal ini terjadi karena sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan juga sistem pendidikan yang ada tidak mampu menanamkan kepada anak-anak keimanan yang tinggi, sehingga mereka takut untuk berbuat maksiat.
Pada sisi yang lain, untuk memenuhi kebutuhan hidup banyak juga orang yang akhirnya terjun ke dunia gelap narkoba hanya demi materi. Ada juga yang menjadi pecandu narkoba seperti para artis ada yang beralasan bahwa mereka mengkonsumsi barang tersebut untuk menjaga stamina tubuh mereka karena pekerjaan yang padat.
Banyak dari anak muda pun ikut terjerumus kedalam narkoba karena kesenangan semata. Hal ini menunjukan bahwa makna kebahagiaan dalam sistem hari ini hanya mengarah kepada materialistis kapitalistik yang pasti jauh dan kering dari aspek agama.
Dari sisi penegakan hukum atas kasus narkoba ini pun belum menimbulkan efek jera terbukti dengan banyaknya residivis narkoba yang berkali-kali ditangkap kembali dalam kasus yang sama. Malah mereka dapat mengendalikan peredarannya dari dalam balik jeruji penjara.
Tidak berhenti disitu banyak juga dari tersangka kasus narkoba ini yang justru mendapatkan keringanan hukuman dan untuk yang terpidana mati diulur-ulur waktu eksekusinya. Diluar sana justru banyak klub-klub malam yang masih buka, diskotik merajalela, tempat-tempat perzinaan masih tetap eksis, padahal inilah tempat-tempat berkumpulnya pesta narkoba.
Semakin massifnya kasus narkoba ini pada dasarnya karena adanya sistem sekuler kapitalis yang mengagungkan liberalisme, kehidupan hedonisme, dan memuja kenikmatan jasmani.
Dalam liberalisme ada jaminan kebebasan berperilaku, yang justru semua hal ini akan semakin mengancam masyarakat, sehingga jelas akar masalah tingginya angka penyalahgunaan narkoba karena cara pandang sekuler kapitalis yang merusak masyarakat. [MO/sg]