Oleh : Amirah Syafiqah
(Aktivis Muslimah Malang Raya)
Mediaoposisi.com-Akhir-akhir ini, bendera yang bertuliskan kalimat “Laa Ilaha Illa Allah, Muhammad Ar-Rasulullah” sedang naik daun, sering menjadi buah bibir masyarakat, bendera yang bertuliskan hitam berwarna putih serta bertuliskan putih berwarna hitam ini.
Sedang menjadi polemik ditengah masyarakat bahkan sampai tataran penguasa, biasanya masyarakat menyebut bendera ini dengan sebutan bendera tauhid, disebabkan kalimat tauhid yang ada didalamnya, kalimat yang menunjukkan identitas seorang muslim.
Lalu ada apa dengan bendera tauhid ini?
Bendera yang sedang viral di tengah-tengah masyarakat ini, ternyata memang terukir dalam beberapa hadits, salah satunya HR Tirmidzi:
عن ابن عباس قال كانت راية رسول الله -صلى الله عليه وسلم- سوداء ولواؤه أبيض
Dari hadits ini sudah sangat jelas menegaskan bahwa bendera tauhid yang diperbincangkan ialah bendera yang memang dibawah oleh Rasulullah SAW, yang mana bendera hitam bertuliskan putih memiliki sebutan yakni Ar-Rayah (Panji), dan yang berwarna putih bertuliskan hitam disebut Al-liwa’. Hadits ini pun sempat diangkat dan menjadi viral ketika ada aksi pembakaran bendera tauhid yang dilakukan salah satu ormas, yang mengira bahwa bendera tauhid ini adalah bendera HTI, yang semestinya harus diketahui ini adalah simbol kaum muslim sebagaimana dibanggakan Oleh Rasulullah SAW.
Bendera yang bertuliskan syahadat seorang muslim ini, lagi-lagi disandarkan dengan kata radikal, teroris, dan garis keras, entah apa yang ada didalam benak orang-orang yang menyalahinya, padahal bendera yang menjadi kebanggaan Rasulullah saw ini memang sudah terbukti sebagaimana sudah tertuliskan dalam hadits diatas.
Bukti nyata yang menggambarkan bendera ini distigmatisasi negatif ialah dengan respon yang dilansir oleh bapak menteri agama terhadap kicauan sosial media terkait dengan siswa MAN 1 Sukabumi yang berpose dengan membawa bendera tauhid yang viral di sosial media, dengan segera beliau turunkan tim untuk menginvestigasi siswa tersebut.
Dengan cepat tanggapnya pak menteri agama menyikapi fenomena ini, maka semakin terlihat bahwa pak menteri agama yang notabene nya adalah seorang muslim, ternyata memiliki kecurigaan yang besar terhadap bendera tauhid milik kaum muslimin ini, bahkan mungkin juga menganggap bahwa bendera ini bendera yang radikal serta orang yang membawa bendera ini pun juga memiliki pemahaman yang radikal.
Seharusnya, tak perlu untuk mencurigai siswa-siswa tersebut, melainkan ialah menjadi suatu kebanggaan ketika siswa-siswi tersebut kenal dengan bendera kaum Muslimin, dan mengetahui identitas mereka sebagai seorang muslim, sehingga Bapak menteri tak perlu risaukan siswa-siswi yang mengibarkan bendera tauhid, sebab mereka adalah siswa-siswi yang rajin dalam ibadahnya, yang santun terhadap gurunya, serta menyayangi orang tua dan sesama.
Lebih-lebih yang perlu dikhawatirkan oleh bapak menteri agama bukanlah siswa-siswi yang seperti ini, melainkan siswa-siswi yang beriorientasi pada pergaulan bebas yang jauh dari norma serta agama, yang bahkan merujuk ada zina ataupun seks sesama jenis. Inilah yang membuat bangsa ini menjadi rusak, bukan dikarenakan siswa siswi yang berorientasi islam, melainkan siswa-siswi yang berorientasi sekular.
Fakta ini ialah bukti yang menunjukkan betapa pemerintah begitu takutnya terhadap bendera tauhid, padahal bendera tauhid ini ialah simbol persatuan Kaum Muslimin. Lebih dari pada itu bendera tauhid inilah yang menjadi salah satu bukti bahwa islam pernah berjaya, serta menjadi gemilang dalam peradaban.
Sehingga tidak sepantasnya kita takut atau bahkan menganggap bahwa bendera ini menyimpan suatu pemikiran radikal ataupun teroris, sebab islam bukanlah agama yang radikal, islam dengan seperangkat aturannya ialah Rahmat bagi semesta alam.
Disisi ialah suatu ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakatnya dengan menuding pihak yang sebenarnya tak bersalah menjadi salah dan melanggengkan pihak yang seharusnya diperkarakan menjadi benar, semua itu disebabkan aturan yang digunakan ialah aturan manusia yang memiliki kelemahan, keterbatasan, serta disesuaikan oleh kondisi serta zaman.
Dengan gambaran aturan manusia yang dipakai, maka seharusnya para penguasa perlu untuk memuhasabahi diri, sebab akan menanggung tanggung jawab yang besar ketika masyarakat tidak berhukum dengan hukum Allah swt.
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ (49) أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50)
Artinya :”Dan hendaklah kamu berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayaimu atas sebagian yang Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Dan sungguh kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (49) Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik dari Allah (dalam menetapkan hukum) bagi orang-orang yang yakin (50)”. (QS Al Maidah 49-50)
Wallahu’alam bi As-Showab[MO/sg]