Merli Ummu Khila
Mediaoposisi.com-Ada saja cara rezim ini memalak rakyatnya. Jika seorang pekerja sudah otomatis didaftarkan oleh pemberi kerja, maka bagi masyarakat informal atau pekerja bukan penerima upah di wajib kan mendaftarkan anggota keluarganya menjadi peserta BPJS,
jika tidak maka akan di ada konsekwensi nya yaitu tidak bisa mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), paspor, hingga Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Hal bisa dilihat dalam Peraturan Presiden (PP) No.86 Tahun 2013.
Mulai 1 Januari 2019 bila tidak mendaftarkan diri dan anggota keluarganya menjadi ke BPJS Kesehatan, maka tidak akan mendapatkan pelayanan umum, meliputi:
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Surat Izin Mengemudi (SIM)
Sertifikat Tanah
Paspor
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)
Tentu saja hal ini suatu pemalakan yang dilakukan pemerintah untuk memaksa rakyat agar mendaftarkan anggota keluarganya.
Program BPJS tak ubah sebuah lahan bisnis yang selalu berhitung untung rugi. Pemerintah seolah lepas tangan dari amanat Undang-Undang bahwa rakyat berhak mendapatkan kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan maupun jaminan hari tua.
Tapi apa mau dikata. Indonesia saat ini seperti berjalan tanpa sistem. Jika memang negara berdasarkan pancasila, Pasal berapa yang sudah negara tegakkan? Apakah sila ke lima yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sudah tercipta ?
Jika negara ini menjunjung demokrasi tapi mengapa rakyat tidak boleh bersuara? Bukankah demokrasi menjunjung tinggi kebebasan berpendapat?. Lalu mengapa rakyat yang vokal mengkritik pemerintah malah di kriminalisasi?.
BPJS lahir dari sistem kapitalis, buah dari pemikiran yang bertujuan materi bukan jaminan sosial untuk kesejahteraan rakyat, karena pada BPJS negara tidak mempunyai peran dan tanggungjawab untuk mengurus urusan pribadi rakyat, rakyat dipaksa memikirkan kesehatan nya sendiri atau dengan bergotong royong sesama mereka.
Nah, di sinilah akar masalahnya. Padahal, dalam Islam, kewajiban menjamin kesehatan, pendidikan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat yang lain adalah kewajiban negara, bukan rakyat.
Kini rakyat bertahan hidup tanpa negara yang mengayomi, tanpa negara yang menjamin kesejahteraan dan keselamatan. Karena negara sedang berjalan terseok-seok hampir ambruk karna kaki dan tangannya sudah di belenggu oleh rantai yang bernama Neoliberalisme.
Hanya ada satu harapan. Yaitu kembali kepada aturan Islam. Aturan yang dibuat oleh penciptanya manusia. Aturan yang pernah mempersatukan ummat di dunia. Aturan yang di buat bukan berdasarkan nafsu manusia. [MO/ge]