Oleh: Heni Andriani
Mediaoposisi.com- Polemik bpjs semakin santer bagaimana lembaga asuransi kesehatan merupakan metamorfosis dari PT Askes (yang sebelumnya menjadi lembaga asuransi kesehatan PNS dan POLRI/TNI)telah banyak menuai masalah di tengah-tengah masyarakat. BPJS kesehatan Sesungguhnya merupakan lembaga ysng dibentuk berdasarkan UU No. 24 tahun 2011tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU sebelumnya, yaitu no 40 tahun 2004 tentang SJSN(Sistem Jaminan Sosial Nasional).
BPJS yang digadang -gadang mampu membantu rakyat tidak mampu dalam masalah kesehatan nyatanya rakyat disuruh membayar iuran atas layanan yang semestinya di tanggung pemerintah. Pemerintah, memang memberikan subsidi, namun itu hanya kepada yang mereka yang dianggap tidak mampu yang diistilahkan PBI(Penerima Bantuan Iuran).
Kepesertaan BPJS kesehatan bersifat wajib bahkan telah mengubah status layanan menjadi hak rakyat menjadi kewajiban yang harus ditunaikan dengan keharusan membayar iuran. Celakanya, iuran tersebut menjadi dana gotong royong yang digunakan untuk mengcover pembayaran kesehatan peserta lainnya. Bahkan akhir-akhir ini ada wacana tentang pembubaran BPJS karena menunggak pembayaran ke rumah sakit. Beberapa rumah sakit menolak pasien BPJS seperti dibeberapa kota semisal Sukabumi, Purwakarta dan lainnya.
BPJS pada faktanya mendorong pelayanan kesehatan untuk menitikberatkan efisiensi biaya ketimbang untuk pelayanan. Agar pembayaran klaim BPJS kepada penyedia layanan kesehatan dapat ditekan, maka penyakit yang ditanggung dibatasi. Tentu hal ini sangat memberatkan pasien yang memiliki kepersertaan BPJS yang seharusnya mendapatkan pelayanan secara optimal dari negara.
Bahkan Dpd mengusulkan BPJS kesehatan dibubarkan saja jika tidak mampu memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. (indopos.co.id)
Konsep BPJS merupakan asuransi sosial yang didanai melalui kontribusi peserta selain subsidi pemerintah berdasarkan prinsip -prinsip asuransi. Ia bukan jaminan negara atas kebutuhan dasar rakyatnya yang murni di danai APBN.
Sistem jaminan sosial lahir akibat kegagalan dari negara-negara kapitalis dalam mensejahterakan rakyat dan Indonesia adalah negara yang mengadopsi tentang asuransi kesehatan ini.
Berbeda halnya dengan islam jaminan kesehatan dilakukan sepenuhnya oleh negara secara penuh dalam segala urusan rakyatnya termasuk dalam urusan kesehatan.
Hal ini didasarkan pada dalil umum yang menjelaskan peran dan tanggung jawab imam atau khalifah (kepala negara).
"Pemimpin yang mengatur urusan manusia adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya. (HR. Al-Bukhori dan muslim).
Diantara tanggung jawab kholifah adalah mengatur urusan kebutuhan dasar bagi rakyatnya secara keseluruhan. Yang termasuk didalamnya kebutuhan keamanan, kesehatan dan pendidikan.
Didalam islam wajib diberikan secara gratis kepada seluruh rakyatnya secara gratis tanpa memandang strata apapun.
Dengan demikian negara wajib mengalokasikan anggaran belanjanya untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya.
Dengan demikian, jika kita mengharapkan jaminan kesehatan yang benar-benar sesuai syariah maka harapan kita hanya kepada khilafah bukan yang lain.[MO/sr]