Oleh: Sari
(Aktivis Mahasiswi)
Mediaoposisi.com- Banyak yang menarik mengenai pilpres 2019 dimulai dari kotak suara kardus hingga keputusan pembatalan oleh KPU untuk memfasilitasi penyampaian Visi Misi Calon Presiden yang kemudian menimbulkan pro kontra ditengah masyarakat bahkan masyarakat menemui keanehan dan prasangka ketidaknetralan KPU.
Pembatalan penyampaian Visi Misi Calon Presiden yang difasilitasi KPU menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa? untuk memilih ketua organisasi, ketua OSIS atau pesiden mahasiswa yang hanya selingkup sekolah atau kampus saja penyampaian visi misi digelar secara khusus dan terbuka apalagi untuk memilih presiden. Tentu tidak bisa diterima begitu saja.
KPU menjelaskan bahwa keputusan pembatalan untuk memfasilitasi penyampaian Visi Misi Calon Presiden diambil karena kesulitan jika harus memfasilitasi keinginan kedua tim kampanye yang berbeda-beda.(Kompas.com,Sabtu,5 Januari 2019)
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyayangkan sikap KPU yang tidak jadi memfasilitasi penyampaian Visi Misi Pasangan Capres sangat disayangkan.
Menurut Karyono Wibowo, justru penyampaian visi misi capres yang seharusnya dikedepankan agar masyarakat mengetahui arah pembangunan yang akan dilaksanakan pada 5 tahun ke depan.
"Penyampaian visi misi justru sangat substansial dan penting dalam pertarungan politik modern. Karenanya penyampaian visi misi seharusnya mendapat porsi terbesar dalam tahapan pemilu," tegas Karyono Wibowo kepada Tribunnews.com, Minggu (6/1/2019).
Alasan KPU dalam pembatalan penyampaian Visi Misi Capres dinilai lemah karena hal tersebut merupakan porsi penting untuk diketahui oleh rakyat agar tidak salah memilih. Walaupun penyampaian Visi Misi tetap dilakukan masing-masing Capres namun masyarakat sebenarnya tetap menginginkan keterbukaan dan kejelasan dari Visi Misi yang diusung masing-masing Capres.
Begitulah sistem demokrasi yang berjalan diatas pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme). Untuk memilih pemimpin yang adil sangat sulit dan pemilu diwarnai konflik dan intrik. Satu lagi bukti bahwa kita harus meninggalkan sistem sekuler ini dan kembali menerapkan syariat Islam untuk mendapatkan pemimpin yang adil dan amanah sesuai kriteria yang ditetapkan oleh Syara'. [MO/sr]