Resolusi 2019, tidak hanya wacana namun tak berbekas, harusnya setiap bergulirnya waktu semakin berkelas. Lantas apa kabar Indonesia? Apakah baik-baik saja? ataukah banyak bencana?
Tak dapat dipungkiri ternyata sepanjang tahun 2018, Indonesia tidak sedang baik-baik saja, bencana mendera negeri ini, baik bencana alam, bencana moral hingga bencana politik.
Sehingga kondisi umat saat ini harus berubah. “Lantas perubahan seperti apa? Sebelum berbicara ke perubahan, jika kita mau mendiagnosis sebenarnya rentetan ‘penyakit’ yang terjadi pada negeri ini akar masalahnya adalah sekulerisme” tukas Ustadzah Utami, Jember, Ahad (6/1/2019)
Menurutnya, saat ini kondisi rakyat berada dalam rezim sekuler, yang gagal, ingkar janji, antek asing, represif, bahkan anti islam.
Dikatakan rezim gagal karena ketidakmampuan menjalankan fungsi kepemimpinan yaitu pertama, tidak memiliki konsep yang kuat dan benar, yang kedua, berbasis pada azas yang salah dan batil.
Misalnya saja BPJS yang menjadi alatnya negara untuk memberikan layanan kesehatan, tapi nyatanya saat ini telah nampak bahwa BPJS hanya berhitung untung dan rugi, rezim juga gagal mengentaskan kesenjangan masyarakat, janji memberikan uang Rp 1 juta/bulan untuk keluarga miskin jika pertumbuhan ekonomi tumbuh di atas 7%
Ternyatanya hanya omong kosong, rezim juga gagal dalam memenuhi kebutuhan air bersih, transportasi dan perumahan bagi seluruh rakyat, bahkan gagal dalam menyelesaikan masalah bencana dan menyerahkan ketergantungan bantuan pada asing.
“Tidak hanya gagal, rezim juga ingkar janji, semua yang dijanjikan tidak terealisasi, misalnya rezim menjanjikan stop terhadap impor pangan, impor beras, impor daging, bawang, kedelai, sayur, buah, bahkan impor ikan, namun nyatanya hanya ilusi” Imbuh Ustadzah Utami.
Lanjutnya, rezim juga antek asing, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh penguasa ternyata tidak menguntungkan rakyat Indonesia tetapi membuntungkan rakyat Indonesia.
Janji 10 juta lapangan pekerjaan untuk rakyat, nyatanya lapangan pekerjaan tersebut untuk asing, di perguruan tinggi ternyata terdapat 200 dosen asing bahkan dikabarkan impor rektor, di Indonesia ada 3 bank terbesar diberikan kepada asing, 25 BUMN juga diberikan kepada asing, bukankah kondisi ini miris?
Semakin miris lagi, nyatanya demokrasi juga melahirkan rezim anti Islam, “kita masih ingat pembentukan perppu yang kemudian menjadi undang-undang ormas, ini undang-undang yang menjadi momok bagi ormas-ormas Islam yang kritis,
Ternyata tidak dilalui dengan cara konstitusional, tidak melalui jalan pengadilan, bahkan bukti-buktinya juga tidak cukup secara hukum, bahkan jalan yang dilalui tidak sesuai dengan gugatan yang diajukan, tapi tetap saja itu dipaksakan sebagai sesuatu hal yang sepertinya itu konstitusional
Kita tahu efek dari itu semua adalah seluruh kaum muslimin yang kritis akan dikriminalisasi, seperti pembubaran ormas shohih yang memperjuangkan Islam, pembubaran pengajian dan larangan berceramah
Kriminalisasi terhadap para ulama dan para ustadz, mempersekusi aktivis-aktivis yang kritis, juga kriminalisasi terhadap ajaran Islam yaitu Khilafah dan juga terhadap simbol Islam yaitu bendera tauhid.” papar Ustadzah Utami.
Ustadzah Utami menyampaikan bahwa Sekulerisme adalah Ideologi yang menyatakan bahwa sebuah Institusi/badan negara terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekulerisme merupakan sumber malapetaka, meninggalkan syari’at Islam bahkan menolak Islam Kaffah.
Dengan penerapan ideologi sekulerisme, sistem politik demokrasi, sistem ekonomi kapitalisme telah melahirkan rezim gagal, ingkar janji, antek asing, anti Islam serta sistem rusak.
Menurutnya ‘obat dari penyakit’ yang diderita negeri ini yaitu dengan kembali kepada hukum Allah, kembali kepada Islam seperti dalam QS. Al-A’raf ayat 96 yang artinya “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,...”
“Jadi perubahan hakiki di negeri ini dengan kembali berhukum dengan hukum Allah yaitu dengan menerapkan Islam Kaaffah yaitu dengan Khilafah, karena Islam bukan sekedar agama ritual, namun juga Islam sebagai Ideologi,” tutupnya.[MO/AD]