Lilis Holisah
Pascasarjana UNTIRTA Banten
Mediaoposisi.com-Debat pasangan capres dan cawapres yang awalnya dijadwalkan akan dilaksanakan pada 9 Januari 2019 dibatalkan oleh KPU.
Alasannya karena tidak terjadi kesepakatan antara KPU dengan masing-masing tim sukses dari kedua pasangan calon tersebut. KPU mengatakan bahwa KPU tidak bisa memfasilitasi keinginan kedua tim kampanye yang berbeda-beda.
Sehingga diputuskan untuk sosialisasi visi misi masing-masing pasangan calon capres dan cawapres dilakukan oleh masing-masing kubu.
Sebelumnya diketahui bahwa KPU akan memberikan kisi-kisi pertanyaan debat ke kandidat sebelum debat pilpres 2019 digelar.
Salah satu alasannya sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Arief Budiman adalah, supaya tidak ada paslon yang dipermalukan. Penulis dalam hal ini ketika mengetahui alasan KPU sungguh sangat lucu.
Bagaimana bisa orang yang akan dipilih rakyat untuk memimpin sebuah bangsa yang besar, sangat khawatir dipermalukan karena tidak bisa atau salah dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam debat pilpres tersebut.
Sangat lucu, bagaimana rakyat bisa mengetahui visi misi calon pemimpin bangsa ini? Bagaimana rakyat akan percaya bahwa ia akan bisa memimpin rakyat yang berjumlah 267 juta jiwa? Bagaimana rakyat bisa menyerahkan kepemimpinan kepada orang yang miskin visi misi?
Padahal seorang pemimpin sejatinya ia adalah orang yang memiliki visi misi, pemimpin yang visioner. Kepemimpinan visioner memiliki karakteristik khas yang menjadi dasar untuk mengetahui gambaran sikap dan prilaku pemimpin yang memiliki orientasi pada visi.
Menurut Nasir (2012), beberapa ciri-ciri utama kepemimpinan visioner adalah: Berwawasan ke masa depan, berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu dan selalu siap menghadapi resiko.
Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti dan akurat, mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan kerjasama dalam menggapai tujuan, mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan menggugah, mengelola ‘mimpi’ menjadi kenyataan.
Pemimpin visioner sangatlah orang yang mempunyai komitmen yang kuat terhadap visi di embannya. Mampu mengubah visi ke dalam aksi, dia dapat merumuskan visi ke dalam misinya yang dapat menjadikan bahan acuan dalam setiap melangkah kedepan.
Berpegang erat kepada nilai-niliai spiritual yang diyakininya. Membangun hubungan (relationship) secara efektif, inovatif dan proaktif.
Pemimpin Era Now
Realitas kepemimpinan masa kini, kita tentu dapat melihat dengan terang bagaimana negeri ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang tidak memiliki visi misi.
Pengaturan urusan rakyat yang merupakan tugas pemimpin banyak diserahkan kepada swasta atau asing.
Kita bisa melihat bagaimana layanan kesehatan untuk publik diserahkan kepada BPJS. Orientasi swasta dalam mengelola kesehatan ini tentulah berorientasi kepada bisnis (keuntungan).
Alhasil rakyat ‘dipalak’ untuk membayar premi setiap bulannya agar bisa mendapat pelayanan kesehatan, yang seharusnya itu didapatkan secara gratis, yang seharusnya itu merupakan tugas pemimpin untuk melakukan pengurusan urusan rakyatnya.
Belum lagi berulang kali pemimpin negeri ini menaikkan harga BBM yang mengakibatkan terjadinya lonjakan harga-harga kebutuhan pokok rakyat. Atau kebijakan mencabut berbagai subsidi bagi rakyat.
Demikianlah realitas kepemimpinan negeri dengan jumlah muslim terbesar di dunia ini. Kualitas pemimpin jaman now yang telah dipilih oleh rakyat berdasarkan suara mayoritas.
Era sekarang, standar kualitas pemimpin hanya didasarkan oleh suara mayoritas. Suara seorang professor sama dengan suara seorang preman. Suara seorang artis yang tidak mengerti politik dinilai sama dengan suara seorang politisi.
Suara seorang yang memilih dengan analisa sama dengan suara orang yang dibayar, sama-sama dihitung satu. Alhasil, ketika memimpin negeri ini bukannya meneylesaikan maslah, malah menambah-nambah masalah rakyat, yang setiap harinya rakyat dipusingkan dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok di pasar.
Mewujudkan Perubahan Hakiki
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia semestinya tidak lagi mengandalkan sebuah sistem rusak dan merusak buatan manusia, sistem kapitalisme sekulerisme.
Sebagai negeri muslim, Indonesia semestinya menyandarkan kehidupan berbangsa dan bernegara hanya kepada Pencipta saja.
Menyerahkan kehidupan diatur hanya dengan aturan yang datang dari Pencipta yang mengetahui kelemahan, kekurangan dan keterbatasan manusia.
Karena menyandarkan kepada sistem buatan manusia bukan hanya telah menimbulkan kerusakan, namun juga karena bertentangan dengan Islam dalam segala hal hingga dalam masalah aqidah, karena sistem ini dibangun diatas asas atau aqidah sekulerisme yang bertentangan dengan aqidah Islam, yang memisahkan agama dari kehidupan.
Maka, seharusnya sebagai muslim, kita tak memerlukan sistem kapitalisme karena aturan Allah telah ada sejak dahulu kala yang telah Allah turunkan untuk mengatur kehidupan umat manusia seluruhnya, bukan hanya muslim.
Dan kita tak perlu membela kapitalisme yang rusak dan merusak, yang telah nyata pertentangannya dengan Islam. Maka seharusnya kita campakkan kapitalisme sekulerisme dan menggantinya dengan sebuah sistem terbaik yang datangnya dari Allah SWT yaitu sistem Islam.
Penting untuk dipahami bahwa arus perubahan tidak akan terwujud jika hanya mengandalkan pergantian rezim. Negeri ini sudah berulang kali berganti pemimpin, namun tidak menjadikan negeri ini lebih baik, tidak menjadikan negeri ini sejahtera dan aman.
Yang terjadi justru sebaliknya. Krisis terjadi dimana-mana dan di berbagai bidang kehidupan. Oleh karenanya, pergantian rezim saja tidak akan bisa mewujudkan Indonesia sebagai Negara yang mandiri, kuat, terdepan dan bermartabat.
Namun lebih dari itu, dibutuhkan perubahan sistem yang akan menata kehidupan ini menjadi lebih baik.
Sistem Islam berasal dari Allah yang mengetahui segala hal yang terbaik bagi umat manusia. Sistem Islam mampu mewujudkan kehidupan yang aman dan sejahtera.
Namun sistem Islam ini akan bisa menjadi problem solver ketika syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu:
Pertama, memiliki wilayah, yaitu batas teritorial dimana didalamnya diterapkan syari’ah Islam dan dijaga oleh militer Islam.
Dan batas teritorial ini tidak statis, namun berkembang luas karena dilaksanakannya dakwah dan jihad.
Kedua, Kepemimpinan, yaitu dipimpin seorang kholifah, dengan syarat utama seorang muslim, laki-laki, dewasa, bebas, berakal, adil dan mampu memikul beban dan tugas Negara.
Ketiga, adanya penerapan aturan Islam yang berpijak pada Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ shahabat dan qiyas.
Pemimpin berhak mengadopsi hukum dan menyusun UU berdasar pada 4 sumber hukum tersebut. Keempat, keamanan di dalam negeri dan penjagaan batas wilayah dijaga oleh militer Islam dibawah kepemimpinan kholifah.
Kemudian orang yang diangkat menjadi pemimpin dipilih oleh rakyat haruslah memiliki kriteria atau syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syara’.
Ia haruslah seorang pribadi yang kuat, yaitu kuat secara pemikiran, cerdas dan paham tentang tatalaksana kenegaraan dan hubungan internasional. Memiliki sensitifitas memimpin, berperilaku dan senantiasa terikat dengan hukum syara’.
Bertaqwa kepada Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, yaitu memiliki kesadaran ruhiyah tinggi, tidak egois, tidak rakus dan tidak zhalim. Mampu menjalankan amanah dan tanggung jawab kepemimpinan dengan tepat dan benar.
Selain itu ia haruslah mencintai rakyatnya, sehingga ia akan mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingannya sendiri.
Menyayangi rakyat, pemberi berita gembira bukan menakut-nakuti serta memudahkan urusan rakyat bukan mempersulit.
Ia juga haruslah pribadi yang selalu menepati janji, mampu melaksanakan tugas, serta bertanggung jawab dalam menjaga kedaulatan dan kemandirian Negara. Menjaga dan melindungi rakyat dari musuh dan hal buruk yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Pemimpin seperti ini tidak akan menipu rakyatnya, Tidak akan korupsi. Mampu mengelola harta umum dan negara dengan amanah, tidak akan menerapkan aturan & UU lainnya selain syari’ah yang telah Allah wajibkan.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Bila kita sudah memahami bahwa ada ketidakberessan yang terjadi di negeri ini, maka sejatinya sebagai seorang muslim, kita harus berupaya agar ketidakberesan tersebut terselesaikan.
Masalah yang terjadi di negeri ini merupakan masalah sistemik, sehingga diperlukan perubahan yang sistemik pula agar mampu menyelesaikan seluruh problem secara tuntas.
Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk melakukan aktivitas-aktivitas dalam rangka merubah sistem negeri ini. Langkah yang wajib ditempuh oleh kita yaitu :
Melakukan aktivitas politik di tengah umat bersama jama’ah/partai politik Islam untuk mencerdaskan dengan Islam sebagai Ideologi.
Bergabung dan bekerja bersama dengan partai Islam yang mempunyai target menegakkan sistem Islam berdasarkan metode kenabian dan memilih seorang pemimpin untuk seluruh kaum muslimin di dunia (Khalifah).
Mempelajari ide-ide kepemimpinan dan Syari’ah Islam secara kaffah, khususnya yang mengatur kemaslahatan umat, sebagai bekal dakwah di tengah-tengah masyarakat.
Meraih dukungan Ahlul Quwwah (pemilik kekuatan) melalui pemikiran dan kesadaran politik Islam.
Kita tidak bisa berdiam diri terhadap kondisi carut marut negeri ini. Kewajiban kita adalah merubahnya sebagiamana Allah perintahkan.
Dan perubahan itu tidak mungkin akan terwujud tanpa ada upaya yang sungguh-sungguh dari kita. Untuk kita, kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi, saatnya berjuang untuk menegakkan Islam kaffah.[MO/AD]