Maretika Handrayani, S. P.
Donasi Save Muslim Uighur
Penindasan pada Muslim Uighur oleh rezim komunis China sudah berlangsung lama, seperti yang diberitakan dari berbagai media massa, dengan dalih "memerangi ekstrimisme" rezim komunis China melarang nama Islam untuk bayi Muslim Uighur yang baru lahir dimana pemilik nama berbau arab/Islam diancam tidak mendapat pekerjaan, rezim menyita Al Quran, sajadah, dan atribut yang menyimbolkan Ism, melarang anak-anak mengikuti pelajaran agama Islam dan belajar Quran, bahkan Ustadz yang mengajarkan Qur'an melalui media sosial ditangkap.
China melanjutkan penindasan ya dengan mengubah masjid jadi pusat propaganda. Masjid diharuskan mengibarkan bendera China dan spanduk bertuliskan slogan komunisme.
Sebelum sholat harus mengadakan upacara bendera, dan kuliah patriotisme, mereka mencopot kaligrafi kalimat tauhid La ilaha illallah di dinding masjid. Tidak berhenti sampai disana, rezim komunis China melarang Muslimah memakai gamis bahkan gaun panjang dan memotong gaun panjang muslimah di tengah jalan, meski sebagian muslimah memakai untuk alasan kenyamanan, hingga pelarangan berkerudung dan cadar.
Untuk memata-matai Muslim Uighur, dipasang puluhan ribu kamera pendeteksi wajah untuk mengawasi gerak-gerik mereka.
Setiap rumah di depannya dipasangi QR Code, dan ada list siapa yang boleh tinggal di rumah tersebut. Program "Become Family", mengharuskan keluarga Uyghur menerima tamu dari partai komunis yang diutus negara untuk mendoktrin, mengawasi, melarang ibadah sholat dan puasa di rumah mereka.
Rezim China memaksa muslimah Uyghur menikah dengan lelaki kafir suku Han dengan dalih asimilasi budaya, untuk menghapuskan ras Uyghur, di saat para lelaki Uyghur dijebloskan ke kamp konsentrasi.
Ada sekitar satu juta laki-laki Uyghur dipaksa ikut kamp re-edukasi (yang lebih mirip kamp konsentrasi) karena memelihara jenggot, melakukan kegiatan keagamaan, atau dengan diiming-imingi bantuan pelunasan perumahan.
Dalam wawancara mantan tahanan dari penindasan kamp-kamp penindasan mengatakan bahwa mereka dipaksa meninggalkan keyakinan mereka, menyanyikan lagu-lagu Partai Komunis, mengonsumsi daging babi, dan minum alkohol.
Rezim komunis China menyiksa Muslim Uighur untuk memaksa mereka meninggalkan Islam dan menjadi komunis atau atheis.
Selain kebencian pada Islam, indikasi motif penjajahan ekonomi di Xinjiang, tempat tinggal Muslim Uighur juga muncul, rencana sistemis demi penguasaan potensi geopolitis dan geostrategis wilayah Xinjiang turut menjadi sebab pembantaian Muslim Uighur.
Dalam jalur perdagangan dunia, Xinjiang adalah bagian dari jalur sutra, dimana Presiden Xi Jinping sangat berobsesi membangkitkan kejayaan Jalur Sutra Tiongkok untuk membangun sistem perdagangan internasional yang terkoneksi dari timur ke barat, salah satunya memakai kereta api lintas benua yang rutenya dimulai dari kota Urumqi di Xinjiang,
provinsi tempat tinggal masyarakat Uighur. Tragedi ini adalah bentuk kerakusasn China yang ingin mengeruk pundi-pundi devisa di tempat tinggal Muslim Uighur di Xinjiang.
Bungkamnya Penguasa Muslim
Ironisnya, semua bentuk penindasan yang kejam ini tidak sedikitpun memicu kemarahan masyarakat global. Bahkan pemimpin Muslim dunia seolah menutup mata dengan apa yang dialami oleh warga Muslim Uighur. Cerita-cerita tentang penderitaan mereka dianggap tidak ada.
Bungkamnya pemimpin dunia pada penindasan China atas Uighur cukup mengejutkan. Dari 49 negara dengan mayoritas penduduk Muslim di seluruh dunia, tidak ada satu pun yang meminta kejelasan atau mengutuk China atas eskalasi pelanggaran HAM ini.
Posisi China sebagai negara yang memiliki kekuatan ekonomi besar dianggap sebagai penyebab bungkamnya para pemimpin dunia. Pengaruh China terhadap beberapa negara memang tidak diragukan lagi.
Beberapa waktu lalu, China menjadi tuan rumah untuk Forum Kerjasama China-Afrika. Para pemimpin dari lebih 40 negara, termasuk yang populasi Muslimnya cukup besar, ikut hadir dalam forum tersebut.
Presiden Xi Jinping menjanjikan dana sebesar USD 60 miliar untuk memulai pembangunan dan berjanji akan membatalkan utang beberapa negara yang kesulitan membayar kembali. Dalam momen itu, tidak ada satupun pemimpin yang meminta tuan rumah untuk menjelaskan tentang pelanggaran HAM yang banyak dilaporkan oleh aktivis.
Termasuk Indonesia, ketergantungan ekonomi yang tinggi atas China di bidang perdagangan dan investasi, dalam konteks bilateral dan CAFTA, memaksa RI berpikir amat panjang dan mendalam sebelum membuat sebuah kebijakan atas praktik pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang,” ucap pengamat politik internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, Selasa (18/12), lansir CNNIndonesia.
Selain ketergantungan ekonomi, Indonesia juga telah menyepakati perjanjian kemitraan komperhensif strategis bersama Cina pada 2008 lalu.
Kegagalan PBB
Penindasan terhadap Muslim Uighur sesungguhnya cerminan kegagalan dunia internasional dibawah kendali negara-negara kapitalis dunia. Penindasan ini tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan yang dilakukan organ kapitalisme PBB yang selama ini menjadi alat negara-negara imperealis dunia.
Kegagalan PBB untuk melindungi kaum Muslimin di Uighur bukanlah pertama kali. Berbagai pembantaian dengan umat Islam menjadi korban tidak bisa dilepaskan dari kebijakan PBB yang dibawah kendali Amerika Serikat dan sekutunya.
Contoh hingga saat ini pembantaian terhadap Muslim Palestina terus berlangsung. PBB tidak bisa melakukan apa-apa. Berbagai resolusi yang dikeluarkan PBB terhadap Israel lumpuh karena diveto oleh Amerika Serikat.
Demikian juga yang terjadi di Suriah dengan pembantaian terhadap Umat Islam disana dnegan lebih dari 500 ribu Muslim terbunuh, PBB juga tidak mampu melindungi kaum Muslimin. Maka berharap pada PBB untuk menyelesaikan permasalahan Muslim Uighur tidaklah bisa.
Uighur Butuh Khilafah
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, bagaimana solusi total masalah Muslim Uighur? Kepada siapakah ummat Islam bisa berharap? Sedangkan PBB, Penguasa Muslim dan organisasi-organisasi Muslim Internasional lumpuh dihadapkan persoalan kaum Muslimin?
Penindasan rezim komunis China pada Muslim Uighur menunjukkan pada kita, meskipun jumlah umat Islam lebih dari 1,5 miliar di seluruh dunia, faktanya mereka bagaikan raksasa tidur yang tidak bisa berbuat banyak.
Tanpa kekuatan politik internasional, umat Islam bak Macan kehilangan taring. Muslim Uighur dan umat Islam seluruhnya membutuhkan hadirnya kekuatan politik internasional umat Islam yang diformalisasikan dalam institusi Khilafah Islamiyyah ala minhaj an-nubuwwah.
Khilafah-lah yang akan memimpin dan mengkomandoi 1,5 milyar kaum muslim di seluruh dunia untuk dakwah dan berjihad. Yang akan melindungi Muslim Uighur dan mempertahankan seluruh wilayah dan tanah kaum muslimin.
Maka, seluruh umat Islam harus peduli dengan tragedi Muslim Uighur dan bersama-sama mencita-citakan tegaknya Khilafah Islamiyyah. Karena jika tidak, sesungguhnya kita telah "berkhianat" kepada Muslim Uighur. Marilah kita tunjukkan sikap kita untuk terus membela, memperjuangkan Uighur dengan bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya Khilafah hingga penindasan kepada Muslim Uighur dan penindasan pada Muslim lainnya dapat lenyap sesegera mungkin. Allahu a’lam bisshawab. [MO/ge]