Oleh: Dwi Rahayuningsih, S.Si
Karena umat masih memegang teguh sebuah hadist bahwa Ulama adalah pewaris Nabi. Namun ungkapan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sekarang menjadi calon Wakil Presiden pasangan nomor urut 1itu telah mencederai Islam dan ajarannya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan bank syariah memakai dana nonhalal untuk kemaslahatan umat. Hal itu diputuskan dalam rapat pleno Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI di Ancol, Jakarta, pada Kamis (8/11) yang dipimpin Ketua MUI yang juga menjadi cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin.
"Dana nonhalal wajib digunakan dan disalurkan untuk kemaslahatan umat dan kepentingan umum yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat," ujar Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (8/11).
Ulama Dalam Sistem Sekuler
Sistem sekuler adalah sebuah Sistem dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Termasuk juga dari negara. Agama hanya sekadarurusan pribadi dengan Tuhan.
Begitupun dengan para ulama yang mengajarkan agama kepada umat, tidak boleh terlalu memaksa kepada umat untuk menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan. Karena hal ini sangat melanggar hak asasi manusia, disamping bertentangan dengan sistem demokrasi saat ini.
Keberadaan ulama akan difungsikan dalam rangka mendukung segala bentuk peraturan yang diterapkan oleh negara. Bukan sebaliknya, melarang dan menjegal sistem yang telah berlaku di negara ini.
Contohnya ketika negara butuh legitimasi terhadap suatu hukum tertentu agar bisa diterima oleh rakyat, maka ulama diberi peran untuk mengeluarkan fatwa atau semacamnya. Sehingga umat akan menerima hukum tersebut karena ulama telah memfatwakannya.
Hal ini jelas berbahaya bagi ulama dan keberlangsungan hukum Islam itu sendiri. Karena tanpa disadari sekuler telah menjauhkan umat dari agama. Bahkan loyalitas ulama dan umat sebagai pengikutnya akan tereduksi manakala paham sekuler ini telah merasuki pemikiran kaum muslimin.
Umat tidak lagi merasa butuh penerapan syariat Islam karena dianggap tidak toleran dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Belum lagi peraturannya yang mengekang dan membatasi kebebasan kaum muslimin yang saat ini menjadi candu bagi kehidupan.
Jika ulama sebagai panutan umat telah mendedikasikan dirinya dalam perjuangan sekuler, maka tinggal menunggu waktu kehancuran Islam datang. Dan inilah yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang kafir. Karena bagaimanapun mereka tidak akan pernah rela selamanya sebelum orang-orang Islam mengikuti agama mereka.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridlo hingga kalian mengikuti agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kalian mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan dating kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)
Peran Ulama dalam Membimbing Umat
Ulama adalah orang yang paham terhadap ilmu Islam. Bahkan Ulama mendapat gelar mulia, yaitu sebagai pewaris para Nabi. Dia mengemban tugas berat dalam membimbing umat agar tetap menjaga Islam dan memperjuangkannya.
“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, maka Allah akan mengajarkannya ilmu agama.” (HR. Ibn Majah)
Imam Jalaluddin dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Islam memberi kedudukan yang tinggi (mulia) kepada para Ulama. Karena keilmuannya itulah semua kebaikan bersandar padanya.
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman diantara kalian karena ketaatan mereka dan mengangkat orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat (di surga) "(Tafsir Jalalain QS. Al-Mujadalah:11)
Berbeda dengan sistem sekuler yang menjadikan ulama sebagai legitimasi terhadap hokum tertentu agar bisa diterima umat, maka dalam Islam Ulama adalah seseorang yang menyampaikan ilmunya karena dasar keimanan dan perintah Allah. Karena ulama adalah pewaris nabi yang menyampaikan Risalah dari Allah untuk seluruh umat.
“ Sesunggguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Tirmidzi No 2681)
Dari hadist tersebut jelas bahwa tugas para ulama sama dengan tugas nabi. Karena nabi telah mewariskan tugasnya kepada para ulama. Diantara tugas para nabi adalah:
Pertama, sebagai suri tauladan yang baik. Seorang ulama harus tetap berjalan sesuai dengan hokum syara’. Seluruh aktivitasnya harus terikat dengannya. Karena ulama bukanlah nabi yang dijamin maksum, maka seorang ulama harus melakukan segala sesuatu atas dasar petunjuk dalil.
Kedua, sebagai pendidik dan pembimbing umat. Dengan dasar ilmu yang dimilikinya, ulama wajib membimbing umat agar tetap berada dalam kebenaran dan cahaya Islam.
Mengajarkan pula ilmu-ilmu alat seperti Bahasa Arab, ushul fiqh, ulumul qur’an, dll. Intinya ulama harus mampu mencerdaskan umat baik dari sisi spiritual maupun politis.
Ketiga, sebagai pemimpin umat dalam menjaga dan mellindungi Islam dari serangan musuh-musuhnya. Bukan seballiknya, bergandengan tangan dengan dengan penguasa untuk memusuhi Islam dan umatnya. Karena sudah menjadi keharusan bagi ulama untuk takut terhadap azab Allah.
“ Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi MahaPengampun.” (QS. Al-Fathir: 28)
Dari sini jelas bahwa ulama wajib berpegang teguh terhadap tali agama Allah dan tidak mudah goyah dengan iming-iming apapun termasuk harta dan tahta.
Karena itu semua hanyalah tipuan dunia yang melenakan. Sudah saatnya mencampakkan Sistem kapitalis-sekuler ke dalam tong sampah dan menggantikannya dengan sitem terbaik dari yang Maha Baik, Allah SWT.
Tidak ada yang lebih indah di dunia ini selain diterapkannya Sistem Islam kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah.