Oleh: Shela Rahmadhani
Mediaoposisi.com- Pasca pembakaran bendera tauhid, kemarahan umat islam terjadi dimana-mana, kecaman datang dari berbagai daerah dan harokah islam.
Umat islam menuntut agar penista ar-Royah untuk diadili.
Menkopolhukam Wiranto menyatakan, pihak kepolisian tengah menyelidiki kasus pembakaran bendera dengan tulisan tauhid yang terjadi di Limbangan, Garut, Jawa Barat. Wiranto menyebut, pihak Ansor sudah menyerahkan ke kepolisian secara penuh terkait proses hukum anggota Banser yang membakar bendera tersebut pada Selasa (23/10/2018)(m.liputan6.com).
Namun, pembawa bendera saat hari santri (22/10/2018) Uus Sukmana yang ditetapkan menjadi tersangka Pasal 174 KUH Pidana oleh Polda Jawa Barat, pada Jumat (26/10/2018).
Penetapan itu didasarkan pada pasal 174 KUH Pidana menyebutkan :
'Barangsiapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang tidak terlarang, dengan mengadakan huru hara, atau membuat gaduh, dihukum penjara selama - lamanya tiga minggu atau denda sebanyak - banyaknya Rp 900'.
Disisi lain, Polda Jawa Barat dan Polres Garut juga melakukan gelar perkara terbuka kasus dugaan pembakaran bendera bertuliskan lafaz kalimat thoyyibah, dimana gelar perkara polisi itu akhirnya menyatakan tidak bersalah kepada tiga orang pelaku pembakar bendera di Garut itu pada Kamis (25/10/2018) (m.republika.co.id).
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan, SH., MH. dikutip dari keterangan persnya, Selasa (23/10/2018) di Jakarta menyampaikan pendapat hukum bahwa "perbuatan oknum anggota ormas yang membakar tulisan tersebut memenuhi unsur tindak pidana Penodaan Terhadap Agama Pasal 156a KUHP".
Pasca pembebasan pelaku pembakaran bendera itu kecaman dari umat islam semakin besar. Kemudian, polisi menetapkan pembakar bendera berkalimat tauhid sebagai tersangka, namun, kedua oknum Banser tersebut tak ditahan pada Selasa (30/10/2018) (m.detik.com
Penetapan Uus Sukmana sebagai tersangka memperlihatkan bahwa rezim sekuler dan berpijak pada asas sekulerisme. Sekulerisme menjadikan hukum bersumber dari pertimbangan akal manusia sehingga bisa disetir dan sesuai kepentingan yang memegang kuasa. Jika tidak ada kecaman dari umat, pelaku pembakaran bendera tidak akan ditetapkan status tersangka padahal sudah jelas pasal pelanggarannya.
Sedangkan, pembebasan pelaku pembakaran bendera tauhid, yang karena banyak kecaman beberapa hari kemudian ditetapkan menjadi tersangka tapi tidak ditahan, memperlihatkan bahwa rezim sekuler melindungi para pelaku pembakaran bendera. Hukum tidak bisa menjerat pelaku pembakar bendera tauhid karena terus-terusan dilindungi oleh rezim sekuler yang berkuasa meskipun sudah melakukan tindakan penistaan yang nyata.
Rezim sekuler melandaskan perkara pada hukum sekuler yang bisa ditarik ulur sesuai kepentingan, penuh dengan ketidakpastian dan multi tafsir.
Rezim sekuler dengan sembarang bisa menjerat Uus Sukmana dengan tuduhan mengada-ada, padahal yang terjadi adalah mereka telah melindungi penista agama.[MO/sr]