Oleh: Ummu Khansa
Mediaoposisi.com- Bagaikan mendung sepanjang masa, gelap. Sinar matahari yang seharusnya mencerahkan seakan tertutup kegelapan awan. Seperti itulah kiasan yang menggambarkan kondisi umat Islam saat ini. Problematika kehidupan datang silih berganti tanpa ada solusi pasti. Pihak-pihak yang umat banyak berharap pada mereka untuk bisa membantu mengeluarkan dari kubang permasalahan, justru membuat kecewa.
Sebagai contoh adalah legitimasi kebijakan yang bertentangan dengan syariat oleh ulama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan bank syariah memakai dana non halal untuk kemaslahatan umat. Hal itu diputuskan dalam rapat pleno Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI di Jakarta, Kamis (8/11) yang dipimpin Ketua MUI yang juga menjadi cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin.
Kebijakan ini jelas membuat sebagian umat Islam bertanya-tanya, sudah sedemikian beraninyakah ulama menentang aturan Allah?
Melemahnya Keterikatan Umat Terhadap Syariat
Keterikatan terhadap hukum Syara adalah harga mati bagi Muslim Sejati. Hal ini dipahami karena mereka meyakini bahwa kehidupannya di muka bumi ini semata-mata ditujukan dalam rangka ibadah kepada ilahi robbi, Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Sekecil apapun yang mereka lakukan harus senantiasa terikat dengan aturan-aturan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Namun disisi lain masih banyak pula kaum muslimin yang memahami Islam sebatas agama ritual belaka. Minimnya pemahaman mereka terhadap agama Islam menjadikan mereka mudah dipengaruhi oleh pemikiran diluar Islam, dalam hal ini sekulerisme.
Sistem sekuler ini diterapkan di negeri ini antara lain melalui legitimasi kebijakan-kebijakan yang tentu saja bertentangan dengan Islam. Parahnya yang membuat legitimasi sebagian kebijakan tersebut adalah ulama, pihak yang seharusnya membimbing umat ke jalan syariat. Tentu saja hal ini akan berpengaruh terhadap loyalitas umat terhadap Syariat.
Revitalisasi Peran Ulama
Hubungan ulama dengan umat Islam sangatlah luas dalam ranah spiritual. Saat ini umat masih menjadikan ulama sebagai "penasehat spiritual" mereka dalam menyelesaikan persoalan hidup.
Selain urusan spiritual, keberadaan ulama sejatinya sangat dibutuhkan untuk menjaga umat dari kejahatan dan propaganda yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam (liberalis dan sekularis) yang jelas-jelas bertentangan
dengan syariat. Ulama harus mampu menjelaskan ke tengah-tengah umat tentang pemikiran-pemikiran yang membahayakan kaum muslimin seperti, kapitalisme, sosialisme, sekularisme dan pluralisme.
Islam Solusi Tuntas
Ulama menempati posisi tertinggi di tengah umat. Kemuliaan ulama digambarkan sebagai pewaris nabi.
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.”
(Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud. Dishahihkan oleh Al-Albani)
Oleh karenanya ulama harus kembali pada kedudukannya sebagai Warosatul Anbiya yang akan membimbing umat.
Ulama harus bisa mengawal umat menuju penerapan Islam Kaffah sebagaimana perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَاۤ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208)
Penerapan Islam Kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyyah adalah solusi paripurna atas segala problematika umat. Sejarah telah membuktikan. Sudah seharusnya umat mendukung serta berjuang mewujudkannya. Allahuakbar.[MO/sr]