-->
Peringatan: Islam mengajarkan jika pemimpin gagal Mimpin Negara, Segera Mundur, Atau Negara semakin Hancur!

Peringatan: Islam mengajarkan jika pemimpin gagal Mimpin Negara, Segera Mundur, Atau Negara semakin Hancur!

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

M. Nur Rakhmad, SH
(LBH Pelita Umat Korwil Jatim)

Pemimpin ibarat Nahkoda, gagal menahkodai sebuah kapal dalam terjangan ombak yang begitu ganas di laut lepas. Maka akan menyebabkan kapal karam dan tenggelam dan ujungnya seluruh penumpang kapal juga tidak selamat.

Indonesia krisis pemimpin sejati. Jika yang zalim itu adalah seorang pemimpin, tentu bukan satu dua orang yang akan didzaliminya, namun rakyat juga negara terkena imbas atas perbuatannya. Kedzaliman bukan saja terhadap urusan ekonomi sosial budaya saja namun bisa lebih parah yaitu melakukan kezaliman yang paling besar, yaitu membawa seluruh komponen pemerintahannya kepada kesyirikan yang mengundang berbagai bencana.

Peringatan/
Begitulah kedasyatan seorang pemimpin jika melakukan kezaliman, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak mengakui umatnya jika berteman berkawan bahkan mendukung pemimpin yang dzalim sebagaimana hadits dibawah ini,
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda;

"Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku akan ada para pemimpin? Siapa yang masuk kepada mereka, lalu membenarkan kedustaan mereka dan menyokong kezaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku juga bukan golongannya. Dia juga tak akan menemuiku di telaga." (HR Tirmidzi, Nasai dan Al Hakim).

Di antara ciri pemimpin dzalim adalah jika berjanji dia selalu ingkar, demi ambisi kekuasaan biasanya diawal sebelum terpilih dengan sombongnya mengobral seribu janji janji yang mampu menyihir rakyatnya untuk mendukungnya, namun pada akhirnya diingkarinya setelah kepemimpinan dikuasainya.

Karena niatnya sudah tidak benar makan hasil kerjanyapun akan buruk dan tidak memiliki prestasi yang baik, belum lagi terhitung prestasi akhiratnya, dunianya saja penuh dengan keburukan.

Dari Abu Hisyam as-Silmi berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang mengancam kehidupan kalian. Mereka berbicara (benjanji) kepada kalian, kemudian mereka mengingkari (janjinya). Mereka melakukan pekerjaan, lalu pekerjaan mereka itu sangat buruk. Mereka tidak senang dengan kalian hingga kalian menilai baik (memuji) keburukan mereka, dan kalian membenarkan kebohongan mereka, serta kalian memberi pada mereka hak yang mereka senangi.” (HR. Thabrani)

Seorang pelaku kedzaliman tentu yang akan menjadi teman dan koleganya adalah mereka mereka yang mendukung kedzaliman pula.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zalim berteman dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-An'am: 129)

Pemimpin Jaman Now/
Bagaimana kondisi hari ini, bukan hanya abai terhadap penjagaan akidah umat, penguasa saat ini juga tampak tidak peduli terhadap penderitaan rakyat. Banyak politisi dan pejabat sekarang—saat rakyat menderita kemiskinan dan kesulitan memenuhi kebutuhan pangan—justru meminta kenaikan gaji, tunjangan dan fasilitas tambahan.

Hal itu bertolak belakang dengan Khalifah Umar bin al-Khaththab. Ketika masa paceklik dan kekurangan pangan melanda Madinah, Khalifah Umar tidak mau mengecap makanan enak dan hanya makan roti murahan yang diolesi minyak. Beliau berprinsip, jika rakyat bisa makan enak, biarlah dirinya menjadi orang terakhir yang bisa makan enak. Sebaliknya, jika rakyat kelaparan, biarlah dirinya menjadi orang terakhir yang terbebas dari kelaparan.

Ketika menjumpai sebagian rakyatnya kekurangan pangan, Khalifah Umar langsung menyelesaikannya dan mencukupi bahan makanan mereka, bahkan beliau memanggulnya sendiri. Agar rakyat Irak terbebas dari kemiskinan, Khalifah Umar memberikan bantuan cuma-cuma kepada para petani Irak agar bisa mengolah tanah mereka. Kebijakan itu dilanjutkan oleh para Khalifah Umayah dan Abbasiyah.

Perumahan yang termasuk kebutuhan pokok rakyat mestinya dijamin oleh Pemerintah. Namun, jangankan memberikan jaminan, yang terjadi justru penggusuran dilakukan di sana-sini. Hingga kini dengan berbagai dalih hal itu terus saja terjadi. Akibatnya, puluhan ribu orang tiba-tiba terlantar.
Sungguh berbeda dengan yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab, lebih dari 13 abad lalu. Di dalam Hayah ash-Shahâbat, Syaikh al-Kandahlawi memaparkan, bahwa Umar pernah akan memperluas Masjid Nabawi. Namun, niatnya terkendala oleh penolakan al-Abbas yang rumahnya bakal kena gusur untuk tujuan itu. Khalifah Umar pun tidak memaksanya. Beberapa waktu kemudian al-Abbas sendiri yang memperluasnya. Begitu pun saat akan dilakukan perluasan masjid di Mesir yang untuk itu harus menggusur rumah seorang non-Muslim. Khalifah Umar juga tidak memaksanya, apalagi menterornya dengan mengirim preman.

Manshur al-Hajib, penguasa Andalusia, juga pernah berencana membangun jembatan di atas sungai yang membelah kota Qordova. Untuk itu, ia harus menggusur rumah seorang tua. Ketika orang tua itu meminta harga 10 dinar (setara 42,5 gram emas) utusan Manshur langsung menyetujuinya tanpa menawarnya. Saat dilaporkan kepada Manshur maka Manshur pun memanggil orang tua itu. Manshur al-Hajib memberikan penghargaan atas kesediaan orang tua itu menyerahkan tanahnya dan Manshur pun memberinya tambahan 90 dinar.

Pendidikan sebagai kebutuhan dasar rakyat saat ini juga hanya ilusi. Para politisi lebih suka mematuhi nasihat pihak asing dengan memprivatisasi pendidikan. Akibatnya, pendidikan menjadi mahal; tidak terjangkau oleh masyarakat kecil.

Fakta di atas sungguh jauh dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh para Khalifah dan penguasa dalam sistem Khilafah dulu yang memberikan pendidikan berkualitas dan beban biaya kepada rakyat. Khalifah Harun ar-Rasyid memberikan hadiah hingga 100 dinar (setara 425 gram emas) untuk para penuntut ilmu. Khalifah al-Makmun membangun Bait al-Hikmah. Khalifah al-Mustanshir membangun Madrasah al-Mustanshiriyah yang bebas biaya. Hal sama dilakukan oleh Sultan Nuruddin M Zanki dengan membangun Madrasah an-Nuriah. Semuanya disertai dengan sarana yang lengkap dan bebas biaya.

Refleksi/
Kini, kita tidak lagi memiliki pemimpin yang mengayomi dan melindungi umat; kita tidak lagi mempunyai benteng yang menjaga kita sebagaimana yang disabdakan Nabi saw.:

Imam/Khalifah itu adalah benteng, (umat) berperang di belakangnya dan dilindungi olehnya
Karena itu, belum tibakah saatnya kita memiliki Imam yang dapat memelihara urusan umat serta mengayomi dan melindungi umat?




from Pojok Aktivis
Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close