Merli Ummu Khila
(Pegiat Dakwah, Kontributor Media)
Mediaoposisi.com-“Karena mereka tidak tahu yang lebih baik, mereka menyebutnya ‘peradaban’, padahal sejatinya adalah bagian dari perbudakan mereka.”(Gaius Cornelius Tacitus)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap kesalahan kebijakan impor pangan untuk komoditas beras, gula, garam, hingga daging sapi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kesalahan itu disebut terjadi bahkan sejak Menteri Perdagangan dijabat Rachmat Gobel, Thomas Trikasih Lembong, hingga Enggartiasto Lukita.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2017 BPK, kesalahan impor pangan terjadi karena penerbitan persetujuannya tidak sesuai kebutuhan dan produksi dalam negeri.Jakarta,
Ibarat semut mati di lembah madu, Indonesia adalah negara yang sangat subur, wilayah yang strategis untuk bidang pertanian dan peternakan, sumber daya alam yang menunjang serta sumber daya manusia yang mencukupi harusnya sudah lebih dari cukup sebagai modal bangsa ini untuk bisa swasembada pangan bahkan bisa menjadi pengekspor hasil bumi sebagai pendapatan negara.
Namun miris, Indonesia saat ini berada dalam cengkraman Barat, seolah tidak berkutik dari tekanan World Trade Organization(WTO) sebagai agen imperialisme ekonomi demi kepentingan para negara adhikuasa.
Terberitakan bahwa Amerika Serikat (AS) mempersiapkan sanksi senilai Rp 5 triliun terhadap Indonesia setelah menang gugatan atas batasan impor produk pertanian dan peternakan.
Rezim saat ini sudah menyengsarakan rakyat, kebijakan-kebijakan yang diambil hanya memihak kepada pengusaha, keran impor yang di buka lebar tentu saja bukan demi rakyat. Tapi demi cukong yang siap mengeruk keuntungan dari kebijakan impor.
Petani sudah tentu pihak yang paling dirugikan. Dengan biaya produksi yang tinggi serta kurang nya perhatian pemerintah memfasilitasi membuat petani kalah bersaing dengan barang import yang jauh lebih murah.
Realita hidup petani dalam jajahan Neoliberalisme, dimana pasar berkuasa diatas nya. Sehingga yang ada hanya bagaimana pemodal bisa diuntungkan. Semua tidak akan bisa diperbaiki jika selamanya kita di jajah secara sistemik.
Maka jangan heran banyak sekali persawahan yang terbengkalai, petani beralih profesi menjadi buruh pabrik karena hasil bertani tidak sebanding dengan biaya produksi. Mengelola pertanian hanya mendapatkan kerugian. Minimnya fasilitas, pengetahuan dan bantuan permodalan dari pemerintah.
Dalam islam, pengelolaan tanah pertanian sangat lah di perhatikan, and bahkan tanah pertanian tidak boleh dibiarkan terbengkalai.
Dalam hadist Dari Jabir RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa mempunyai sebidang tanah, maka hendaklah ia menanaminya. Jika ia tidak bisa atau tidak mampu menanami, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain (untuk ditanami) dan janganlah menyewakannya (HR. Muslim).
Terbukti bahwa dahulu di zaman kekhalifahan sumber penghasilan hanya dari perdagangan dan pertanian. Akan tetapi bisa mensejahterakan rakyat nya. Karena pada dasarnya produksi adalah bagian paling dasar dalam siklus ekonomi.Tidak akan ada pasar dan perdagangan tanpa ada barang-barang produksi.[MO/ge]