Fajar Kurniawan (Analis Senior PKAD)
Liberalisme selalu bertarung dengan Islam. Tidak pernah berdamai. Adapun tantangan terberat kaum muslim hari ini adalah tantangan Peradaban Liberal yang telah dibangun barat. Peradaban Barat terbukti menimbulkan bencana besar bagi umat manusia, tak hanya bagi kaum Muslim. Kerusakan peradaban Barat tak dapat ditolerir lagi karena sudah rusak dari asasnya.
Pemikiran liberalisme secara personal merusak akidah, pemikiran dan perasaan seorang Muslim hingga melahirkan kepribadian ganda (split of personality); ia merusak pola pikir seseorang hingga berujung pada lahirnya perbuatan mungkar, dalam konteks kemasyarakatan, pemikiran kufur melahirkan corak masyarakat yang oportunistik, pragmatis, hedonis dan terjajah karena lemah komitmennya terhadap ajaran Islam serta lemah dalam melakukan kontrol sosial dan muhâsabah lil hukkâm. Inilah yang menjadi sebab utama kekalahan kaum Muslim. Penghinaan demi penghinaan keji atas Islam dan simbol-simbolnya, penguasaan kaum kafir dan sekutunya atas mereka dan tegaknya sistem Jahiliah terus terjadi. dalam konteks bernegara, pemikiran liberalisme melahirkan pemerintahan sekular yang memarjinalkan peran agama dalam pengaturan kehidupan (politik), atau dengan kata lain menjauhkan penerapan syariah dalam kehidupan bernegara.
Menurut Dr. Adian Husaini (dalam makalah Kebebasan: Muslim Atau Liberal!) Paham Kebebasan (liberty/freedom) secara resmi digulirkan oleh kelompok Free Mason yang mulai berdiri di Inggris tahun 1717. Kelompok ini kemudian berkembang pesat di AS mulai tahun 1733 dan berhasil menggulirkan revolusi tahun 1776. Patung liberty menjadi simbol kebebasan. Prinsip freedom dijunjung tinggi. Tahun 1789, gerakan kebebasan berhasil menggerakkan Revolusi Perancis juga dengan mengusung jargon liberty, egality, fraternity. Pada awal abad ke-20, gerakan kebebasan ini menyerbu Turki Utsmani.
Karena trauma terhadap dominasi agama dalam kehidupan, orang-orang Barat, meskipun beragama Kristen, enggan menjadikan hukum-hukum agama sebagai pedoman hidup mereka. Para pengagum dan penjiplak konsep kebebasan ala Barat ini, kemudian ingin menerapkan begitu saja konsep itu ke dalam kehidupan kaum Muslim. Padahal, konsep kebebasan antara Barat dan Islam sangatlah berbeda. Islam memiliki konsep ikhtiyar yakni, memilih yang baik. Umat Islam tidak bebas memilih yang jahat. Sebab, tujuan hidup seorang Muslim adalah menjadi orang yang taqwa kepada Allah.
Sedangkan Barat tidak punya batasan yang pasti untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Semua diserahkan kepada spekulasi akal dan dinamika sosial. Perbedaan yang mendasar ini akan terus menyebabkan terjadinya clash of worldview (benturan pandangan alam) dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dua konsep kebabasan yang kontradiktif ini tidak bisa dipertemukan. Sebab, tempat berpijaknya sudah berbeda. Maka seorang harus menentukan, ia memilih konsep yang mana. Ia memilih Islam atau liberal.
Secara personal, setiap Muslim wajib menegakkan prinsip al-wala’ wa al-bara’, loyal pada Islam dan ingkar pada pemikiran-pemikiran sesat. Prinsip ini merupakan penjabaran dari prinsip ingkar pada ajaran seperti liberalisme dan beriman kepada Allah SWT (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 256).
Seorang Muslim tidak boleh mengadopsi itu semua. Di Persia, misalnya, Saad bin Abi Waqqas ra., panglima perang yang dikirim Khalifah Umar ra. ke sana telah menemukan buku-buku filsafat lama sebagai rampasan perang. Dari laporan Ibnu Khaldun (w. 808 H), Saad sebenarnya ingin membawa buku-buku tersebut agar dapat dimanfaatkan oleh kaum Muslim. Namun, keinginan ini langsung ditolak oleh Khalifah Umar ra., “Campakkan buku-buku itu ke dalam air. Jika apa yang terkandung dalam buku-buku tersebut adalah petunjuk yang besar, maka Allah telah memberikan kepada kita petunjuk-Nya yang lebih besar (al-Qur’an dan as-Sunnah). Jika ia berisi kesesatan, Allah telah memelihara kita dari bencana tersebut.”
Secara kolektif, kita wajib memahamkan umat atas bahaya pemikiran ini yang jelas termasuk kemungkaran, sebagai bagian dari tanggung jawab al-amr bi al-ma’rûf wa al-nahy ’an al-munkar, menyelamatkan umat dari bahaya kemungkaran tersebut. Imam al-Ghazali menegaskan bahwa pokok agama adalah mencegah dari keburukan. Sikap ini pun ditunjukkan oleh ulama besar abad ke-19, Syaikhul Azhar Muhammad al-Khudhari Husain: “Orang-orang yang berpegang teguh pada al-Quran dan as-Sunnah wajib memperingatkan (umat manusia) dari meridhai ajaran ateisme (termasuk liberalisme, pen.) di manapun berada meski kaum ateis tersebut adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara dan kerabat-kerabat mereka.”
Sesungguhnya tersebarnya pemikiran rusak di tengah-tengah umat ini terjadi karena umat hidup dalam sistem. Prinsip kebebasan dalam demokrasi menyuburkan pemikiran rusak. Sekulerisme demokrasi terbukti gagal melindungi para kaum muslimin dari rongrongan pemikiran sekulerisme dan liberalisme.
from Pojok Aktivis