Oleh : Siti Ghina Citra Diany Am,Keb
Bagaimana bisa? Padahal pesawat terbang tersebut adalah series terbaru Boeing 737 Max yang dinyatakan dalam kondisi baik dan layak operasi sebelum terbang, juga masih terhitung baru 2 bulan mengudara.
Masih memiliki kurang lebih 800 jam terbang, dengan pilot dan kopilot nya yang mempunyai pengalaman ribuan jam terbang.
Apa yang menjadi penyebab utamanya? KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) mengungkapkan, analisis terhadap FDR (Flight Data Recorder) menunjukkan terdapat kerusakan pada penunjuk kecepatan Airspeed Indicator pada 4 penerbangan terakhir Lion Air JT610.
Menurut hasil investigasi KNKT pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta, tercatat adanya perbedaan AOA (Angel Of Attack) atau indikator penunjuk sikap pesawat terhadap aliran udara.
KNKT juga mencatat adanya perbedaan sensor pada pilot dan kopilot yang mengakibatkan penunjuk kecepatan di pesawat menjadi tidak akurat.
Ini bukan kali pertama Lion Air mengalami kecelakaan. Maskapai penerbangan yang mempunyai jargon 'We Make People Fly' dengan biaya terjangkau itu, setidaknya telah 19 kali mengalami kecelakaan sejak pertama kali beroperasi pada Juni 2000.
Memang tidak ada yang salah dengan penerbangan yang berbiaya murah, tetapi yang menjadi pertanyaan, sebandingkah biaya murah tersebut dengan harga nyawa?
Karena kasus ini bukan disebabkan oleh human error pilotnya atau cuaca yang diluar perkiraan, tetapi karena adanya ketidakberesan dalam pengelolaan dan maintenance pada korporasi juga pada maskapai pesawat.
Ada aturan keselamatan penerbangan yang dilanggar di dalamnya, yang menyebabkan hilangnya nyawa penumpang dan kru pesawat.
Hal seperti ini akan terus terjadi, ketika maskapai pesawat yang seharusnya menjadi fasilitas umum untuk rakyat, tetapi justru dijadikan lahan bisnis oleh para pengusaha. Ini mencerminkan lemahnya posisi penguasa di hadapan para kapitalis dan buruknya layanan publik dalam rezim Neoliberalis.
Terbukti dengan insiden kecelakaan yang kesekian kalinya, berarti tidak ada perbaikan secara menyeluruh oleh pihak korporasi maskapai dan tidak ada ketegasan pemerintah dalam memberikan sanksi, sehingga kejadian ini terus berulang.
Tidak peduli resiko membahayakan atau tidak, yang penting bisa menguasai target pasar dalam berbisnis. Lalu muncul lah konsekuensi yang harus diterima oleh rakyat, bahwa bisa terbang dengan maskapai berbiaya murah itu tidak sebanding dengan kualitas yang tinggi.
Inilah bobroknya rezim saat ini yang dikuasai oleh para kapitalis. Semua perhitungan hanya bersandar pada untung dan rugi, bukan pada bagaimana kualitas dan pelayanan.
Padahal dalam Islam, maskapai penerbangan masuk ke dalam ranah publik yang harus dijamin keselamatan dan keamanannya, bukan hanya dari aspek biaya saja.
Penguasa wajib mengelola dengan baik dan semaksimal mungkin layanan publik tersebut, adanya kelalaian sekecil apapun akan berimplikasi dosa, sehingga membentuk ketakwaan individu dan rasa takut kepada Allah itulah yang membuat kewajiban dan tanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya bisa ditunaikan dengan baik.
Kita tidak bisa menentang dan menolak ketetapan Allah akan suatu musibah atau bencana, tetapi kita bisa mengupayakan sebaik dan semaksimal mungkin segala sesuatu yang bisa mengakibatkan bahaya bagi diri sendiri maupun orang banyak.
Berkaca dari kasus jatuhnya Lion Air JT610 ini, bahwa adanya kelalaian pihak maskapai dalam mengelola korporasi nya, juga tidak adanya maintenance yang sesuai, baik itu dari sumber daya manusianya, dana yang dikeluarkan untuk suku cadang dan perawatan pesawatnya.
Dan sejatinya tidak ada yang lebih baik dan sempurna selain sistem Islam yang bisa mengatur seluruh kehidupan. Dengan penerapan syariat islam dalam daulah, yang dapat mengontrol dan meningkatkan ketakwaan individu juga penguasa, sehingga kelalaian bisa dihindari sekecil mungkin.
Karena, penguasa yang taat kepada Allah dan syariatNya bisa membawa kepada kemaslahatan seluruh rakyatnya dari segala aspek. Sebaliknya, penguasa yang dzalim dan tidak takut akan Allah, akan mengakibatkan banyak kemudharatan bagi seluruh rakyatnya, seperti yang saat ini kita rasakan.
Jauhnya dari penerapan syariat islam, yang mengundang murkanya Allah melalui musibah dan bencana yang bertubi-tubi datang.[MO/ge]