Oleh : Erna Ummu Azizah
(Ibu Peduli Umat)
Mediaoposisi.com-Terlalu! Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan penguasa di rezim sekuler saat ini. Bagaimana tidak, rakyat yang sudah susah payah datang ke istana. Menuntut hak sebagai bagian dari warga negara. Justru diabaikan oleh sang penguasa.
Diberitakan, guru honorer yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana kecewa karena gagal bertemu Presiden Joko Widodo.
Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih mengatakan, aksi unjuk rasa itu sudah dilakukan sejak Selasa (30/10/2018). Ia mengklaim guru honorer yang ikut aksi mencapai 70.000 orang dari 34 provinsi.
Namun karena tak ada tanggapan Jokowi atau pihak Istana, akhirnya massa pun bermalam disana dengan beralaskan aspal dan beratapkan langit. "Kami rela tidur di depan Istana, bayar sewa bus jadi lebih mahal hanya karena ingin mendapat jawaban dari Jokowi," kata Titi Kamis (1/11/2018).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo tak menjawab saat ditanya soal demo yang dilakukan guru honorer ini. Ditemui wartawan seusai menghadiri Sains Expo di ICE, BSD, Tangerang Selatan, Kamis, Jokowi hanya tersenyum kecil dan berjalan meninggalkan wartawan saat ditanya soal masalah guru honorer.
Bukan hanya enggan berkomentar, bahkan presiden tidak menemui para demonstran. Bahkan perwakilan dari pemerintah, hanya menampung aspirasi, tak mampu memberi solusi. Akhirnya, pada Rabu sore itu, para guru honorer terpaksa membubarkan aksi tanpa membawa hasil.
Banyak pihak yang menyayangkan sikap penguasa yang seolah lupa akan janjinya di awal kampanye. Janji akan meningkatkan kualitas pendidikan melalui kurikulum dan peningkatan kompetensi guru, baik guru PNS maupun honorer.
Namun janji tinggalah janji. Setelah berkuasa, seperti amnesia. Nasib guru honorer kian terombang ambing. Bahkan penguasa seolah menutup mata, betapa minimnya gaji yang diterima oleh guru honorer yang berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000 per bulan. Miris!
Padahal guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Karena posisi strategisnya dalam menyiapkan generasi masa depan. Hal ini mestinya menjadikan para guru itu dihargai dan dihormati dengan sebaik-baiknya. Bukan malah diabaikan.
Dalam hal ini negara sebagai penanggung jawab pelayanan pendidikan, wajib memperhatikan kesejahteraan guru agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Sayangnya, di bawah rezim sekuler saat ini nasib guru honorer seolah tak dihargai. Penguasa seakan tak peduli. Wajar jika akhirnya banyak yang frustasi.
Inilah kenyataan hidup dalam negara yang tidak menerapkan hukum Islam. Dalam Islam, guru mendapat posisi dan perlakuan mulia. Karena posisi sebagai orang berilmu dan mengajarkan ilmu. Serta karena posisi strategisnya sebagai salah satu pilar pencetak generasi cemerlang.
Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak.
Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar= 4,25 gram emas). Berarti sekitar 43 juta rupiah dengan kurs sekarang (1 gram= 679 ribu rupiah).
Pada masa Rasulullah, sebagai kepala negara, beliau membebankan biaya pendidikan ke baitul maal. Rasulullah juga pernah menetapkan kebijakan terhadap tawanan perang Badar.
Apabila seorang tawanan telah mengajar 10 orang penduduk Madinah membaca dan menulis, akan dibebaskan sebagai tawanan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah perkara yang penting.
Inilah negeri yang diatur dengan sistem Islam. Bukan hanya rakyat yang sejahtera. Tapi guru juga sejahtera.
Dan ini berpengaruh untuk menghasilkan generasi emas bagi sebuah negara maju yang menguasai dunia. Sebab pendidikan dipandang sebagai sebuah investasi. Mencetak pemimpin peradaban mulia, demi kebangkitan umat.
Bandingkan dengan kondisi saat ini. Bukan hanya kualitas pendidikan yang kurang, tapi juga kondisi guru yang memprihatinkan. Oleh karena itu kembali pada kejayaan Islam dengan mengembannya sebagai suatu sistem kehidupan, tidak bisa ditunda lagi. Semoga bisa segera terwujud. Aamiin Ya Robbal 'aalamiin.[MO/ge]