Oleh: Ummu Hanif
Mediaoposisi.com- Duka Donggala masih menganga. Kini media menambah luka dengan berita para generasi penerus bangsa. Sebagaimana yang dilansir tribunlampung.co.id, pada 02/10/2018, Sebanyak 12 siswi SMP di satu sekolah di Lampung diketahui hamil. Temuan di salah satu daerah di Bumi Ruwa Jurai tersebut, menjadi perhatian serius Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung.
Direktur PKBI Lampung, Dwi Hafsah Handayani menyebutkan, 12 siswi SMP di satu sekolah di Lampung yang diketahui hamil tersebut, terdiri dari siswa di kelas VII, VIII, dan IX. Sampai berita ini diturunkan, PKBI pun terus menghimpun data terkait detail perkembangan kasus tersebut.
Ketika kita cermati, di era digital ini, era dimana media digital semakin dekat dengan kehidupan masyarakat, maka dampak yang dibawa juga semakin banyak. Benar, media adalah salah satu bentuk dari sarana yang sifatnya mubah. Namun, tentu dia tidak bisa lepas dari sistem yang menggunakannya. Ketika sistem kapitalis yang saat dijalankan oleh semua negara di dunia, maka media adalah sarana untuk memasarkan peradaban kapitalis yang sarat dengan budaya barat. Jauh dari nilai – nilai islam.
Sehingga kita dapati, banyak sekali media, khususnya televisi yang menyiarkan acara-acara hiburan yang tidak mendidik. Sebut saja salah satunya sinetron remaja yang mengisahkan kisah cinta anak sekolah dengan kehidupan yang serba glamour dan modern.
Inilah salah satu contoh tontonan yang tidak memiliki nilai pendidikan moral yang sama sekali tidak patut untuk dilihat para remaja dan anak-anak. Namun nyatanya, tontonan ini justru sangat digandrungi oleh remaja, bahkan juga anak-anak yang semestinya belum mengerti apa itu ‘cinta’ dan apa itu ‘pacaran’.
Dalam sinetron selalu dikisahkan tentang perjalanan dan lika-liku cinta dua sejoli yang tampaknya semua itu terasa menyenangkan dan membuat hidup lebih berwarna jika laki-laki dan perempuan menjalin ikatan kasih yang disebut dengan ‘pacaran’.
Itulah yang membuat fenomena pacaran di kalangan remaja sudah dianggap sangat wajar dan lumrah. Bahkan, akan dianggap sangat aneh jika ada remaja yang belum pernah memiliki pacar sama sekali.
Itu masih dari televisi, yang lebih dekat lagi adalah gadget. dimana arus informasi begitu deras mengalir dihadapan kita, termasuk remaja, hanya dengan sekali sentuhan jari.
Jika harus menyalahkan, ini salah siapa? Apakah salah sinetron, gadget atau salah orangtua? Yang jelas, kita semua harus saling merenung dan introspeksi diri. Dan seharusnya kita juga mencari jalan keluarnya bagaimana agar remaja-remaja penerus bangsa ini tidak memiliki moral yang rusak dan terjerumus dalam pergaulan bebas yang dapat menyesatkan kehidupan mereka di masa mendatang.
Bahkan jika kondisi ini tidak dicari jalan keluarnya secara tuntas, akan menyimpan bom waktu masalah yang siap meledak untuk menghancurkan peradaban manusia di masa yang akan datang.
Islam sebagai agama yang sempurna, sebenarnya telah memiliki solusi tuntas menyelamatkan generasi dari pergaulan bebas. Aturan menutup aurat, larangan ikhtilat dan kholwat adalah benteng pergaulan. Terlebih penanaman aqidah yang ditanamkan sejak usia dini, akan menjadi “rem” dalam pergaulan. Selain itu, kontrol dari masyarakat juga turut andil dalam upaya mencegah pergaulan bebas, tidak seperti saat ini, sikap individualis lebih dominan karena kesibukan dunia. Sehingga masyarakat seakan membiarkan meski ada penyimpangan di masyarakat.
Yang tidak kalah penting adalah peran negara, negara harusnya mampu mengelola media untuk penanaman aqidah, ketaatan terhadap Islam dan pencerdasan umat tentang Islam sebagai ideologi, bukan malah membiarkan konten – konten perusak aqidah demi rating dan segebok rupiah. Lebih dari itu, peran negara juga bisa memberi sanksi tegas bagi para pelaku pelanggaran syara’ termasuk aktivitas pacaran, apalagi yang sampai melkaukan sex diluar nikah. Sehingga ada efek jera bagi para remaja yang mencoba untuk melakukannya.[MO/sr]