Oleh: Susi Sukaeni
(Anggota Revowriter)
Aksi lainnya terjadi pada Minggu dini hari, 15 Juli 2018 di Indramayu. Penyerangan dilakukan oleh dua orang berboncengan dan melemparkan panci yang diduga berisi bom ke arah Mapolres Indramayu. Petugas jaga segera melakukan pengejaran namun kedua terduga teroris berhasil meloloskan diri. Namun kini keduanya telah diamankan petugas kepolisian.
Sementara dalam sepekan sebelumnya Polri telah melakukan penangkapan terduga teroris di empat lokasi berbeda.
Penangkapan pertama di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Minggu (8/7/2018.). Kedua, Densus 88 Anti teror menangkap dua terduga teroris di Cicurug Sukabumi, Senin (9/7/2018). . Ketiga, Densus 88 membekuk dua terduga teroris di Cilodong Depok pada Selasa (10/07/2018). Keempat, pada hari yang sama densus 88 meringkus terduga teroris di Cirebon Jabar.
Defensif Apologetik, Menolak islam Politik
Penangkapan aksi terduga teroris dalam dua pekan ini kembali menyedot perhatian publik. Lagi-lagi Islam menjadi pihak tertuduh. Fakta tak terbantahkan, para terduga teroris dan pelaku teror dari kalangan muslim. Apalagi disebut-sebut mereka berada dalam satu jaringan yang sama ; Jamaah Anshorud Daulah (JAD).
Ada propaganda yang terus didengungkan menyertai peristiwa ini. Bahwa Islam teroris atau Islam radikal nyata adanya. Mereka mengusung perjuangan syariah dan daulah khilafah lewat jalan kekerasan. Inilah propaganda jahat AS dan barat dalam megaproyek “perang melawan terorisme”.
Masyarakat seolah dipaksa menerima kenyataan pahit sekalipun hati kecilnya berkata tidak. Mereka tak rela Islam selalu dituduh sebagai agama bar-bar, penebar teror dan sumber kerusuhan.
Bagaimana mungkin Islam mengajarkan terorisme? . Bukankah Islam mengecam seorang Muslim menumpahkan darah dan menghilangkan nyawa manusia tanpa haq?.
Allah SWT berfirman
“Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.(QS. al-Maidah : 32)
Terorisme jelas bukan ajaran Islam. Namun fakta yang ada membuat masyarakat tak berdaya menolak semua tuduhan keji terhadap Islam. Ketidak berdayaan ini memuunculkan sikap defensif apologetik masyarakat tak terkecuali para tokoh Islam.
Defensif apologetik adalah suatu sikap membela diri setelah merasa menjadi pihak tertuduh. Celakanya pembelaan ini tidak berdasar pada pemahaman yang shohih tentang fakta dan tentang bagaimana cara Islam memandang dan menyikapi fakta yang dituduhkan. Akibatnya, yang muncul adalah sikap pembelaan yang salah kaprah dan merugikan Islam.
Ketika Islam dituduh bertubi-tubi sebagai agama teror, maka mereka katakan Islam bukan agama teror melainkan agama damai dan sangat toleran kepada siapapun dan pihak manapun.
Islam juga bukan agama politik sebagaimana yang diperjuangkan oleh para pelaku teror dengan mendirikan daulah khilafah. Islam adalah agama spiritual yang harus dimurnikan dari kepentingan politik. Manakala Islam dijauhkan dari kekuatan politik niscaya kekerasan dan radikalisme tidak akan terjadi. Inilah sikap defensif apologetik yang dikehendaki Barat agar masyarakat menerima propaganda Islam moderat rekayasa Barat.
Islam moderat senafas dengan Islam Nusantara yang tengah diaruskan di tanah air. Keduanya memiliki ruh yang sama. Islam difahami sekedar agama spiritual sedang aspek politiknya harus dikebiri. Propaganda ini telah lama ada menjadi bagian dari proyek deradikalisasi Islam yang dirancang Barat.
Tujuannya untuk melanggengkan hegemoninya di negeri-negeri kaum muslimin yang kaya sumber daya alam dan manusianya. Barat mulai menyadari adanya kesadaran politik Islam yang semakin menguat. Kebangkitan Islam politik yang menyatu dengan Islam spiritual akan menghancurkan hegemoni barat atas dunia Islam. Barat tidak akan membiarkan hal ini terjadi.[MO/sr]