Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Indarto mengatakan penetapan tersangka terhadap anggota Front Pembela Islam Bekasi Raya, Boy Giadria, karena melakukan persekusi sudah sesuai dengan prosedur hukum. "Diawali penyelidikan, kemudian penyidikan dan penetapan tersangka," kata Indarto kepada wartawan, Senin malam, 1 Januari 2018.
Indarto menjelaskan, kasus persekusi itu bermula dari sekelompok orang berpakaian putih sekitar 20 orang mendatangi toko obat di Jalan Jatibening Raya 2, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi, pada Rabu, 27 Desember 2017. "Sebagian dari mereka masuk dan melakukan pencarian obat," ucapnya.
Obat yang didapatkan, ujar dia, dimasukkan ke dalam ember berisi air. Hal itu menyebabkan obat-obatan yang dijual Muhammad Arrazi rusak. Karena itu, Boy dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perusakan barang milik orang lain.
Selain itu, tutur dia, Boy dinilai melakukan perbuatan persekusi. Boy, kata dia, memaksa Muhammad Arrazi menandatangani surat pernyataan bahwa dia menjual obat keras tanpa resep dan obat kedaluwarsa. Meskipun belakangan diketahui bahwa obat yang dijual benar kedaluwarsa dan ia menjual obat keras tanpa resep. "Lima belas menit setelah itu, polisi berpakaian dinas dan preman datang karena ada keramaian," ucapnya.
Dari situ, ujar dia, polisi melakukan penyelidikan. Hasil gelar perkara disimpulkan ada dua kasus berbeda. Pertama, persekusi dan perusakan yang dilakukan Wakil Ketua Bidang Hisbah DPC FPI Pondok Gede Boy Giadria. Kedua, peredaran obat keras tanpa resep serta obat kedaluwarsa yang dilakukan pemilik toko obat dan anak buahnya.
Boy Giadria dijerat Pasal 170 dan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perbuatan tidak menyenangkan. Sedangkan Muhammad Arrazi dan karyawannya, LW, dijerat Undang-Undang Kesehatan dan Perlindungan Konsumen. "BG kami tahan di Polda, MA di Polres, dan LW dititipkan di Pondok Bambu," tuturnya.
Tempo