-->

212 Dan Arah Visi Politik Umat Menuju Kebangkitan Hakiki

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
Kongres Nasional Alumni 212


Oleh: Nasrudin Joha

Mediaoposisi.com- Gelaran Maulid dan Reuni Akbar Alumni 212 menuai sukses luar biasa. Jutaan umat Islam dari seluruh penjuru tanah air datang memadati area Monumen Nasional Jakarta dan setiap sudut Jalan Merdeka. Kegemilangan agenda tidak saja soal peserta yang riuh memadati acara, tetapi juga suksesnya para peserta melawan berbagai hambatan, gangguan dan aral yang melintang.

Tidak sekedar sukses melawan sindrom diri, sindrom kemaslahatan dunia. Tetapi juga sukses melawan hambatan publik, bahkan rintangan yang ditiupkan penguasa. Meninggalkan keluarga dan pekerjaan saja, sudah merupakan sukses besar melawan diri untuk tetap bisa Istiqomah menghadiri aksi reuni akbar.

Terlebih lagi, para peserta sanggup melawan ketakutan atas intimidasi dan ancaman dari eksternal. Baik yang berbungkus himbauan dan seruan untuk tidak hadir, sampai bahasa alat kekuasaan yang melakukan razia dan intimidasi Psikis.

Alhamdullilah, Qadarullah atas izin dan pertolongan Allah SWT, para peserta sanggup melampaui seluruh aral rintang dan sampai di lokasi Reuni. Sepanjang gelaran aksi, yang dimulai dengan sholat tahajud, sholat subuh berjamaah, dzikir dan doa, sampai orasi-orasi menggetarkan kesemuanya diikuti secara khusuk oleh peserta.

Tausiyah agama dan siraman dakwah politik mendominasi seruan-seruan orator. Spirit 212 diharapkan tetap dipelihara dan ditingkatkan, untuk mengunci simpul tali ukhuwah sekaligus menyatukan sinergi energi umat untuk melakukan perubahan.

Kenyataan ini tentu menjadi asa bagi umat yang sejak lama merindukan persatuan dan kebangkitan. Apalagi dalam konstelasi politik umat yang sedang terdzalimi. Asa kebangkitan dan persatuan, mendapatkan momentumnya.


212, ANGKA SIAL BAGI REZIM DZALIM

Spirit 212 diyakini akan terus melahirkan semangat dan generasi baru guna menyongsong era politik baru. Momentum Reuni Akbar ini, bisa menjadi agenda tahunan umat untuk melakukan konsolidasi.

Konsolidasi politik yang dibangun diatas asas Islam dan semangat persatuan, tentu mengkhawatirkan bagi rezim. Rezim paham betul, rival politik yang sulit untuk ditundukkan adalah gerakan dakwah Islam.

Rezim mampu mengontrol kekuatan politik melalui partai politik. Gula-gula kekuasaan rezim, menundukan partai politik dalam kubangan pragmatisme. Partai kehilangan nalar dan daya kritisnya. Argumentasi partai pada banyak soal khususnya isu politik keumatan cenderung selalu menyelisihi kehendak umat.



Realitas ini menunjukan bahwa sulit melakukan kritik terhadap kekuasaan melalui partai politik. Partai yang sedianya menjadi sarana kontrol kekuasaan telah berubah menjadi partisan kekuasaan. Politik partisan menjadikan partai sarana legitimasi kekuasaan, hatta kekuasaan yang eksis telah menyimpang.

Adapun simpul politik dibawah Spirit 212 adalah kekuatan politik yang tidak bisa dikendalikan rezim. Kekuatan politik berbasis umat dan visi keumatan. Benarlah apa yang diungkap ketua presidium Alumni 212, yang meneguhkan visi presidium non partisan, tetap kritis dan menjadi parlemen jalanan. Satu pilihan logis untuk dapat merealisir kontrol politik sekaligus tetap mendapat legitimasi umat.

Arah Spirit 212 ini, yang dapat dijadikan sarana umat untuk melakukan penggalangan preferensi politik. Preferensi politik ini dapat mempengaruhi secara signifikan pada soal elektabilitas dan Akseptabilitas politik.

Jika gelaran reuni diadakan tahun depan menjelang Gawe Pemilu maupun Pilpres 2019, secara praktis gelontoran opini yang dibawa arus Spirit 212 akan mampu menenggelamkan kampanye rezim.

Pilihan politik antara ini, bisa menjadi satu pilihan pragmatis bagi presedium alumni 212, untuk mengarahkan preferensi politik umat kepada visi Islam, kepemimpinan Islami, pada calon dan kandidat yang dekat dengan umat.

Pada porsi ini, tentu rezim Jokowi tidak mungkin mampu menangguk benefit politik dari aksi umat. Sebab, sejak semula rezim memang telah menisbatkan diri sebagai rezim represif anti Islam.

Sulit bagi umat -jika tidak bisa dikatakan mustahil- untuk menjatuhkan preferensi politik kepada Jokowi. Jokowi yang diusung PDIP, telah mendapat predikat partai Penista agama, partai pendukung Perpu pembubaran ormas.

Tentu hal inilah yang masih terus dikaji dan dihitung secara detail oleh politisi PDIP, efek politik dimasa depan jika terus mengusung Jokowi sebagai capres 2019. Pertimbangan ini pula, yang akan merubah konstelasi dukungan dan koalisi politik, menjelang Pilpres 2019. Sangat terbuka peluang, partai pendukung Jokowi lompat pagar karena tidak ingin  menuai kekalahan.

Pada sisi yang lain -dan ini yang terburuk bagi rezim- jika preferensi politik umat mampu meningkat pada kesadaran politik sistemik. Artinya, umat telah mampu melampaui diskursus hingar bingar Vigour politik. Umat telah sampai pada kesadaran sistemik, dimana umat tidak saja menjatuhkan pilihan politik pada Vigour yang Islami sekaligus umat hanya menghendaki kepemimpinan yang Islami.

Kesadaran ini bisa cepat, bisa lambat, bisa juga melesat secepat kilat bergantung kepada beberapa faktor politik.

Pertama, kemampuan penetrasi dan agitasi pengemban dakwah untuk melakukan penyadaran kepada umat tentang bahaya sistem kapitalisme demokrasi sekuler yang diterapkan di negeri ini. Kemampuan ini juga harus diimbangi dengan proses integrasi sistem Islam dan seluruh Pranatanya, untuk dipahami oleh umat sehingga menjadi asa dan kerinduan umat.

Kerinduan akan di tegakannya syariat Islam, kerinduan untuk membaiat Khalifah, kerinduan untuk menyatukan seluruh negeri kaum muslimin, menjadi faktor penting terjadinya perubahan hakiki.



Kedua, abai dan rusaknya pelayanan publik yang dikendalikan rezim. Semakin rezim menumpuk Hutang, melakukan kriminalisasi terhadap umat, menjual aset umat, bekerjasama dengan asing dan aseng, menghamba pada kapitalisme barat Amerika dan kapitalisme timur China, menjadi faktor determinan penyebab kebangkitan yang hakiki.

Keinginan umat untuk bangkit selain dorongan akidah juga atas dasar rusaknya pelayanan penguasa kepada umat. Semakin zalim maka arah perubahan dan kebangkitan hakiki ini semakin cepat menuju titik kulminasi.

Ketiga, kesadaran militer. Yakni ketika militer memiliki kesadaran tentang tiga hal: pertama, tanggung jawab akidah sebagai seorang muslim yang harus menjaga nilai-nilai Islam. Kedua, kesadaran tanggung jawab keumatan dimana militer harus menjadi penjaga dan pelayan umat, bukan penguasa. Ketiga, kesadaran militer atas kezaliman dan pengkhianatan penguasa kepada umat.

Tiga faktor ini, jika terjadi secara bersamaan dan menemukan momentum yang tepat maka tidak mustahil, visi kebangkitan hakiki yakni visi melanjutkan kehidupan Islam dengan menjalankan hukum syariat secara kaffah dalam naungan daulah Khilafah akan segera terealisir.


212, PILIHAN POLITIK YANG DITENTANG REZIM

Perubahan apapun yang diusung Spirit 212, baik visi politik pragmatis pada gelaran pemilu dan Pilkada maupun visi politik idealis menuju kebangkitan hakiki, bagi rezim adalah mimpi buruk yang tidak boleh hadir dalam realitas nyata. Rezim paham betul jika visi politik keumatan yang digagas melalui Spirit 212 ini terwujud, maka kursi kekuasaan rezim akan terlempar.

Oleh karenanya Rezim hingga tulisan ini diterbitkan, terus berfikir keras bagaimana melakukan upaya pecah belah dan menggembosi Spirit ruh 212. Rezim terus berfikir keras dan menyatukan kesatuan pandangan dalam urusan angka 212, meski dalam urusan pemilu dan Pilkada koalisi rezim saling serang dan bermain intrik.



Pada akhirnya semua berpulang pada skenario Allah SWT, sang maha pembuat cerita. Allah SWT-lah, yang memiliki kewenangan prerogratif untuk memberikan tampuk kekuasaan kepada siapapun yang dikehendaki.

Jika periode kekuasaan dihitung sejak periode nabi hari ini telah sampai pada fase "MULKAN JABARIYAN", maka boleh jadi dalam waktu dekat periode KHILAFAH ALA MINHAJIN NUBUWAH akan segera menjadi nyata. 

Saat ini adalah periode politik paling seksi dan menantang. Ini adalah fase politik yang paling menjanjikan banyak pahala bagi pengemban dakwah, sebelum Khilafah tegak kelak.

Jadi, kapan Khilafah itu tegak ? Jawabnya: sejauh apa Anda bergerak? Sebesar apa Anda berkorban ? Sekuat apa Anda meniti dan menapaki jalan dakwah ini agar segera sampai pada tujuan ? Sebesar apa keyakinan Anda pada janji Allah, yang dengan itu Anda dapat memiliki senjata utama pengemban dakwah: Sabar dan Ikhlas dalam perjuangan. [MO]


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close