-->

Pembangunan IKN Baru; Swasta/Asing Berkuasa Bukan Rakyat

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh : Suriani Geri

(Warga Samarinda, Kalimantan Timur)
Mediaoposisi.com-Pindah ibukota negara (IKN) mencuat jadi pemberitaan semenjak Presiden Jokowi melempar wacana ini hingga penetapan Kaltim sebagai calon IKN baru. Berita ini sontak mengagetkan masyarakat Indonesia. Pemindahan IKN adalah sebuah keputusan yang luar biasa oleh negara. Ada banyak aspek yang wajib dikaji pemerintah sebelum memutuskan pemindahan IKN. Salah satunya dari aspek ekonomi. Bila melihat kondisi negara saat ini yang sedang dalam keadaan sangat lemah, termasuk dari sisi ekonomi. Ditandai dengan utang negara yang besar, tepatkah kebijakan pindah IKN ini?


Dilansir dari CNBC Indonesia, menurut Bank Indonesia (BI) melaporkan saat ini Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar US$ 393,5 miliar atau sekira Rp 5.553,5 triliun per akhir Agustus 2019. "ULN terdiri dari publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$ 196,3 miliar dan swasta (termasuk BUMN) sebesar US$ 197,2 miliar”, sebut keterangan tertulis BI. Sudah pasti, pindah IKN pun membutuhkan biaya sangat besar, bukan sedikit ditengah menggunungnya utang negara.
Pindah ibukota artinya memindahkan banyak hal dari IKN lama ke IKN baru. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) era pertama Jokowi, Syafruddin menyatakan, Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS yang bekerja di pemerintah pusat dan Kementerian/Lembaga akan ikut bermigrasi jika ibu kota baru jadi dibangun. Dia memperkirakan, sekiranya ada sekitar 1 juta PNS yang akan dibawa bila ibu kota Indonesia bakal berpindah dari Jakarta ke tempat lain. (Sumber : Liputan6.com)
Selain itu, pembangunan infrastruktur besar-besaran akan dilakukan untuk mendukung segala operasional yang nantinya berlangsung di IKN baru. Seperti pembangunan gedung eksekutif, legislatif, dan yudikatif, pembangunan infrastruktur utama, Pembangunan sarana pendidikan dan sarana kesehatan. Pembangunan museum dan lembaga pemasyarakatan. Pembangunan sarana dan prasarana penunjang. Bahkan pembangunan fasillitas hiburan bagi masyarakat IKN baru. Pastinya semua itu akan menyedot biaya yang besar.
Dalam konferensi pers di Istana, Presiden Jokowi menyebut total kebutuhan untuk ibu kota baru kurang lebih Rp 466 triliun. (Kompas, 26/8/2019).  Nantinya, 19 persen dari kebutuhan pendanaan itu akan berasal dari APBN. Meski demikian, APBN yang dimaksud, bukan hanya yang bersumber dari anggaran yang dialokasikan khusus bagi pembangunan ibu kota negara. "Namun berasal dari skema kerja sama pengelolaan aset yang ada nanti di ibu kota baru dengan yang ada di Jakarta," ujar Jokowi. "(Kebutuhan anggaran) sisanya, berasal dari Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU dan investasi langsung swasta dan BUMN," ujar dia.
Kalau menggunakan dana APBN, tentu akan ada post baru dalam APBN khusus untuk pembangunan IKN baru. Artinya beban APBN akan bertambah, sementara di sisi lain hutang luar negeri juga terus membengkak dan yang jatuh tempo harus segera dibayar. Pemerintah pastinya akan berusaha menggenjot pemasukan kas negara. Dan dalam sistem demokrasi, salah satu sumber pendapatan utama negara adalah pajak. Karena itu imbasnya ujung-ujungnya ke rakyat lagi. Akan ada kenaikan segala jenis pajak. Termasuk akan diikuti kenaikan tarif dasar listrik, PDAM dan kebutuhan komunal lainnya.
Yang juga penting untuk dikaji adalah sumber pendanaan dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU dan investasi langsung swasta dan BUMN. Menurut Wikipedia, KPBU merupakan kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha dalam hal penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memerhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
KPBU bisa diprakarsai oleh Pemerintah maupun Badan Usaha. Apabila diprakarsai oleh Badan Usaha, Badan Usaha tersebut harus memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan proyek yang diprakarsai, serta proposal yang diajukan harus memenuhi persyaratan kesesuaian dengan rencana induk sektor dan kelayakan secara ekonomi maupun finansial. Adapun siklus proyek KPBU terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu perencanaan, persiapan proyek, transaksi, dan manajemen kontrak.
Guna menyesuaikan aturan dan perkembangan ekonomi, Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagai payung hukum KPBU. Undang-Undang inilah yang kemudian jadi legalitas sekaligus pelindung bagi skema KPBU.
Ada bahaya mengancam dibalik skema KPBU
Bila dikaji lebih dalam, akan didapati bahwa sejatinya skema KPBU adalah membuka kran atau membuka jalan tol bagi swasta asing untuk masuk menjadi pemain dan penguasa dalam pembangunan IKN baru ini. Persyaratan bagi badan usaha yang akan diberi peluang untuk ikut dalam pembangunan IKN cukup memiliki kemampuan keuangan dan memenuhi persyaratan kesesuaian dengan rencana induk sektor dan kelayakan secara ekonomi maupun financial.
Dan sudah mafhum bahwa Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) yang punya kemampuan keuangan lebih besar adalah BUMS asing. Sementara lobi-lobi persyaratan berikutnya akan mengikut pada siapa yang paling besar modalnya. Ini yang menjadi titik kritisnya. Semua BUMS tujuannya semata profit. Prinsip ekonomi kapitalis tetap yang mendasarinya. No free lunch. Pastinya ada target keuntungan materi lebih besar yang mereka kejar.

Dengan motivasi profit ini maka segala infrastruktur yang ada dalam kepemilikan asing, tentunya berbayar. Otomatis rakyat sebagai pemakai harus mengeluarkan biaya sekedar untuk mendapatkan layanan yang ada dalam kepemilikan asing tersebut.
Dari sini nampak jelas, bagaimana negara hari ini telah lepas tangan dari melayani rakyatnya. Layanan kebutuhan dasar rakyat diserahkan pengurusannya ke asing. Dan asing menjadikan rakyat sebagai sapi perah untuk memenuhi keserakahan mereka.
Dari sisi ekonomi juga sangat jelas negara telah tunduk pada kedaulatan asing. Melibatkan asing dalam membangun infrastruktur IKN, terutama yang berhubungan dengan hajat hidup rakyat sama saja negara menjual kebutuhan rakyatnya untuk memenuhi keserakahan para pemilik modal (baca : kapitalis).
Inilah kerusakan Ideologi kapitalisme liberal yang diterapkan di negeri ini. Iedologi yang tidak akan pernah memihak kepada rakyat tetapi hanya untuk kepentingan para pemilik modal besar (swasta/asing). IKN baru bukan milik rakyat tapi milik swasta/asing. [MO/dp]




Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close