-->

Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja, Solusikah?

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
Oleh: Fath Astri Damayanti, S.Si (Pemerhati Lingkungan dan Politik)

Mediaoposisi.com-Survei demografi dan kesehatan terutama komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dalam Infodatin 2015 didapatkan alasan melakukan hubungan seksual pranikah sebagian besar karena penasaran/ingin tahu sebanyak 57,5% pada pria, terjadi begitu saja sekitar 38% pada perempuan dan dipaksa oleh pasangan sekitar 12,6% pada perempuan. Hal ini mencerminkan kurangnya pemahaman remaja tentang keterampilan hidup sehat, risiko hubungan seksual dan kemampuan untuk menolak hubungan yang tidak mereka inginkan.

Selain itu perilaku tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami resiko masalah kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS. Tahun 2015 di Indonesia, jumlah infeksi HIV yang dilaporkan untuk rentang usia 15-19 tahun sebanyak 1.119 kasus. Kasus AIDS, dilaporkan pada tahun 2015 terdapat sebanyak 110 kasus untuk rentang usia 15-19 tahun. Pada Tahun 2016 terdapat 41.250 kasus HIV di Indonesia, 3,7% diantaranya atau sekitar 1.510 adalah kelompok umur 15-19 tahun. Pada Maret tahun 2017 kasus HIV sebanyak 10.376 kasus, 3,2% diantaranya atau sebanyak 334 adalah kelompok umur 15-19 tahun.


Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Rini Retno Sukesi mengatakan, permasalahan pada remaja dan kelompok anak usia sekolah meliputi gizi, kebersihan perorangan, dan penyakit menular seperti, diare, ISPA dan lainnya. Sementara penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus, hipertensi, yang banyak disebabkan oleh perilaku hidup yang tidak sehat dan penyalahgunaan Napza, seks diluar nikah, kekerasan dan lainnya (samarinda.prokal.co, 26/7/2018).

Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim mencatat dalam satu tahun, kekerasan seksual terhadap anak jumlahnya mencapai ratusan kasus. Data 2016 terjadi 130 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kasus ini meningkat pada 2017 menjadi 242 kasus. Sedangkan 2018 ada 154 kasus. Kabid PPPA Dinas DKP3A Kaltim, Noer Adenany mengakui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kaltim menjadi sorotan pemerintah pusat. Bahkan dua pekan lalu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berkunjung ke Kaltim mengingatkan tingginya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bumi Etam (tribunnews.com, 1/3/2019).

Dalam dua bulan terakhir, Kalimantan Timur marak kasus pencabulan dan persetubuhan anak di bawah umur. Mirisnya, pelakunya justru orang dekat korban. Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor diminta mengeluarkan kebijakan khusus menangani kasus kejahatan terhadap anak. "Kondisi anak di Kalimantan Timur sekarang ini, 2 bulan terakhir ini, sangat memprihatinkan," kata Komisioner KPAI Kalimantan Timur, Adji Suwignyo.

Dia mengambil contoh bulan Februari. Sederetan kasus seperti di kabupaten Penajam Paser Utara, dimana guru SD mencabuli 9 muridnya saat jam belajar, dengan modus memutar film kartun, mencengangkan KPAI. Kasus serupa, guru SD di Kota Bangun, Kutai Kartanegara, juga diduga mencabuli 12 muridnya, saat jam belajar sambil memutar film porno di kelas. Terbaru, di Samarinda. Bocah SD, diperkosa  selama 3 tahun oleh kakak dan ayah kandungnya sendiri.

Adji menegaskan, dia akan membawa maraknya kasus anak sebagai korban asusila, ke pemerintah pusat. Baik itu ke Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), hingga ke KPAI Pusat. Kebijakan Gubernur yang dimaksud Adji, adalah perihal penanganan kesehatan anak korban asusila, pendidikan, hingga kehidupan sosialnya, bagi semua Pemkot dan Pemkab, di Kaltim (merdeka.com, 1/03/2019).

Angka kematian Ibu dan anak di kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dinilai cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan di tahun 2015 ini. Demikian diungkapkan, Kabid Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan (Dinkes) PPU, M. Saleh kepada Koran Kaltim. Dibeberkannya, berdasarkan data dari Puskesmas Se-PPU pada 2014 kemarin, terdapat 49 kasus lahir mati, sedangkan kematian Neonatal umur 0 - 6 hari berjumlah 30 orang, umur 7 - 28 hari delapan orang. Selain itu kematian bayi umur 29-11 bulan berjumlah 10 orang, dan kematian anak Balita umur 12-59 bulan sejumlah empat orang. Sementara itu, tambah Saleh, data kematian tahun 2015 sejak Maret, Dinkes telah mencatat lahir mati mencapai sembi-lan orang, sedangkan kematian Neonatal umur 0-6 hari berjumlah tujuh orang, umur 7-28 hari satu orang, kematian bayi umur 29-11 bulan terdata empat orang, dan kematian Balita umur 12-59 bulan berjumlah dua orang.

Kemudian lanjutnya, data kematian Ibu melahirkan dari tahun 2012 - 2014 masih stagnan, yakni enam orang. Namun di 2015 sampai April, ditemukan dua kasus kematian ibu melahirkan, yaitu di kecamatan Penajam dan Waru, penyebabnya karena penyakit jantung. Hingga November 2018 ini tercatat 23 kasus pelecehan seksual terhadap anak dan Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan korban anak dibawah umur dan perempuan. Hal ini diungkapkan,  Kasi Perlindungan Anak DP3AP2KB PPU juga anggota Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Anita Megawati kepada newskaltim.com, Rabu (14/11/2018). Dibeberkannya, dari 23 kasus tersebut 14 kasus diantarannya merupakan kasus pelecehan seksual atau pencabulan anak dibawah umur usia sekolah SD, SMP dan SMA semua merupakan anak perempuan korbannya.

Program Pemerintah - Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja

Menurut World Health Organization (WHO), yang termasuk kedalam kelompok remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun, dan secara demografis kelompok remaja dibagi menjadi kelompok usia 10-14 tahun dan kelompok usia 15-19 tahun. Sementara Undang-Undang No. 23 tahun 2002 (saat ini diubah menjadi UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak) mengelompokkan setiap orang yang berusia sampai dengan 18 tahun sebagai ‘anak’, sehingga berdasarkan Undang-Undang ini sebagian besar remaja termasuk dalam kelompok anak. 

Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025, proporsi penduduk remaja berusia 10-19 tahun pada tahun 2010 adalah sekitar 18,3% dari total penduduk atau sekitar 43 juta jiwa. Besarnya populasi kelompok usia remaja dapat dimaknai sebagai aset dan potensi bangsa di masa depan. Namun demikian, untuk dapat mewujudkan harapan tersebut, Negara dan masyarakat harus dapat menjamin agar remaja Indonesia mampu tumbuh dan berkembang secara positif dan terbebas dari berbagai permasalahan yang mengancam.

Upaya untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut tidaklah mudah. Pentingnya remaja sebagai aset masa depan peradaban manusia ditunjukkan dengan adanya beberapa indikator yang ditetapkan Persatuan Bangsa Bangsa sebagai Millenium Development Goals yang berkait langsung dengan remaja dan orang muda. Indikator tersebut adalah tingkat melek huruf pada penduduk usia 15-24 tahun, tingkat persalinan remaja, prevalensi HIV-AIDS pada penduduk usia 15-24 tahun, proporsi penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV AIDS, dan rasio partisipasi sekolah anak usia 10-14 tahun yang tidak yatim piatu dibandingkan dengan yang yatim piatu. 

Negara memiliki kewajiban memenuhi dan melindungi Remaja dari penyakit dan risiko seksual dan reproduksi, termasuk di dalamnya HIV & AIDS.  Menerjemahkan kewajiban ini, Kementerian Kesehatan membuat program Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja, disingkat PKPR. PKPR adalah program pemerintah yang diampu Dinas Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota, dikoordinas Dinkes tingkat Provinsi, untuk melayani kesehatan remaja. Program ini secara resmi telah berjalan sejak tahun 2003. Di tingkat lapangan, PKPR dijalankan oleh Puskesmas. Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbagai kelompok remaja, antara lain:

1. Remaja di sekolah: sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa. 2. Remaja di luar sekolah: karang taruna, saka bakti husada, palang merah remaja, panti yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar mengajar, organisasi remaja, rumah singgah, kelompok keagamaan. 3. Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status pernikahan. 4. Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi HIV, remaja yang terkena dampak HIV dan AIDS, remaja yang menjadi yatim/piatu karena AIDS 5. Remaja berkebutuhan khusus. Program PKPR dianggap sebagai solusi atas permasalahan yang menerjang perempuan, ibu dan anak, sehingga diterapkan di daerah-daerah termasuk Kabupaten/Kota.

Peliknya permasalah yang menyangkut perempuan, ibu dan anak tak terlepas dari berkembangnya liberalisme dan sekulerisme dalam kehidupan masyarakat. Sangking peliknya akhirnya menganggap solusi untuk menyelesaikannya adalah dengan membuat program atau kebijakan yang sebagian besar merupakan arahan dari PBB dan keturunannya, salah satunya adalah PKPR. Dari sekian banyak program yang ada tak ada satupun yang sukses, justru yang terjadi semakin menguatkan cengkraman penjajah, membebani masyarakat, terkhusus menghalangi gerak dakwah kaum muslim.

Ya, program-program yang diproduksi oleh Barat sejatinya menyasar kaum muslim, dan bertentangan dengan syariat Islam. Kehidupan yang sekuler semakin menjauhkan peran agama dalam kehidupan, termasuk kaum muslim sehingga masyarakat pun mengambil solusi atas semua problematika kehidupan berasaskan aturan buatan manusia.

Strategi menjauhkan peran agama juga semakin komplit dengan adanya kebebasan yang disorongkan kepada umat, kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, kebebasan hak milik dan kebebasan bertingkah laku. Sehingga wajar saja ketika banyak masyarakat yang menyandarkan segala sesuatu kepada kebebasan ini. Gonta ganti memeluk agama, berpakaian semau gue, penistaan agama (Islam), penguasaan kepemilikan umum dan negara, dan sebagainya. Tidak bisa lagi sesama manusia saling beramar ma’ruf nahi munkar karena akan dibenturkan dengan hak asasi manusia, gak boleh ngatur-ngatur. Bahkan semakin berkembangnya penerimaan terhadap kearifan lokal menjadikan seolah-olah aturan agama bisa dicocoklogi dengan kebudayaan setempat.

PKPR yang dielu-elukan pun tidak akan membawa perubahan nyatanya tak menjamin permasalahan yang mengelilingi perempuan, ibu dan anak akan tuntas. 

Sesungguhnya Barat sejak dulu tidak hentinya ingin menghancurkan Islam. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk menjauhkan umat Islam dari nilai nilai Islam apalagi penerapan Islam sebagai sistem kehidupan. Rupanya upaya itu tidak hanya menyasar muslim dewasa, namun juga pada anak-anak dan remaja melalui program-program yang mereka canangkan. Maka sangat jelas PKPR menjadi salah satu alat untuk menancapkan hegemoni barat dalam menyiapkan generasi seperti yang mereka kehendaki, yaitu generasi yang mengemban nilai nilai global yang justru menghancurkan Islam. 

Tentu hal ini akan berbeda ketika Islam menjadi dasar atas segala aktivitas. Islam adalah agama sempurna sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali Imron: 19). Islam mengatur segala aspek kehidupan, dan standar perbuatan dalam Islam hanyalah halal dan haram, bukan yang lain. Dalam Islam, anak-anak sejak usia dini sudah ditanamkan aqidah Islam dan dibiasakan untuk melakukan ibadah, sehingga mereka dapat membedakan mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang oleh Allah SWT.
Masyarakat pun akan menjadi masyarakat yang senantiasa beramar ma’ruf nahi munkar, tidak akan mendiamkan kemaksiatan, saling nasehat menasehati. Sedangkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi warga negaranya tanpa terkecuali. Negara akan menjadi filter terhadap segala sesuatu yang akan masuk ke dalam wilayahnya, hal-hal yang mengancam dan yang dapat merusak akal serta aqidah tidak akan diperkenankan masuk. Suasana keimanan akan tercipta dan maksiat pun terelakkan. 
Islam sangat menjaga perempuan, ibu dan anak dengan syariat Islam. Pengaturan dalam Islam akan menjadikan fungsi ibu sebagai umm warabbatul bait berjalan dengan baik, dibarengi dengan pendidikan berbasis aqidah sehingga kaum ibu tidak was-was dengan perilaku anak karena selalu dalam suasana keimanan. Keamanan juga terjaga, kasus pelecehan seksual akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan Islam.

Termasuk dalam penyebaran informasi dan media massa, akan diatur dan disaring sehingga tidak ada konten-konten yang mengarah kepada pornografi dan pornoaksi.  Tidak akan para perempuan yang menuntut, karena hak nya akan dipenuhi dalam Islam. Peran dan fungsi laki-laki dan perempuan sangat jelas sehingga akan menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan fitrahnya yang berlandaskan aturan Islam. Institusi keluarga terjaga, masyarakat menjaga suasana keimanan, dan Negara sebagai institusi yang mengawasi, mengontrol dan melindungi masyarakatnya. 

Untuk mewujudkan itu semua tentu syariat Islam harus diterapkan secara kaffah (menyeluruh). Kemudian menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya petunjuk atas semua permasalahan kehidupan. Ketika manusia kembali kepada syariat Allah maka niscaya keberkahan akan diperoleh, sebagaimana firman Allah SWT: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS. Al-a’raf : 96).

Hanya dengan Syariat Islam seluruh manusia akan terjaga dan terlindungi, generasi akan menjadi generasi yang berkepribadian islam yang mampu menjadi tonggak perubahan dan kemuliaan perempuan akan terjaga. Maka sudah semestinya kaum muslimin kembali kepada aturan Allah SWT yang jelas-jelas akan menyelesaikan permasalahan yang ada dan bersama-sama berjuang untuk tegaknya Khilafah, sebagaimana sabda Rosulullah SAW: “ Kemudian akan datang kembali masa khilafah yang mengikuti metode kenabian” (HR Ahmad). [MO/db]

Wallahua’lam bishawab


Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close