-->

Mungkinkah Menghalangi Janji Allah Akan Kebangkitan Khilafah?

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Ari Sofiyanti, S.Si (Alumni Biologi Universitas Airlangga)
Mediaoposisi.com-Sebuah kewajaran bagi kita, umat muslim mempelajari seluruh hal yang ada dalam Islam termasuk khilafah. Namun, bagaimana jika kita dipaksa untuk mengubur kebenaran dan kenyataan tentang khilafah? Ketika materi bab khilafah dihapus oleh Kemenag dari kurikulum dan ketika soal ujian Madrasah Aliyah di Kediri yang memuat kandungan soal tentang khilafah harus dicabut. Kemenag telah menarik soal ujian dari mata pelajaran fiqih untuk kelas XII MA di Kediri Utara.

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur pun meminta pihak berwajib mengusut siapa dalang di balik soal itu. Wakil Ketua PWNU Jatim, Abdussalam Shohib menyayangkan insiden masuknya soal khilafah dalam aspek pendidikan, menurutnya khilafah akan menumbuhkan radikalisme dan pemikiran radikal ini harus diberangus. Demikianlah, khilafah, sistem Islam warisan Rasulullah itu dicitrakan buruk di hadapan umat muslim sendiri. 


Apakah memang khilafah adalah sesuatu yang buruk sehingga dilarang mempelajarinya? Apakah khilafah memang tidak diajarkan dalam Islam dan diharamkan karena berbahaya? Atau khilafah adalah ajaran Islam yang tidak hanya wajib dipelajari dan bahkan wajib ditegakkan? Maka, untuk menjawab itu semua kita perlu kembali mengkaji dari sumber-sumber hukum dalam Islam.
Pertama, dalil Al Quran. Allah berfirman: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah…” (Al Baqarah: 30). 
Imam Al Qurtubi menjelaskan bahwa ayat ini merupakan hukum asal tentang wajibnya mengangkat khalifah. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) ini di kalangan umat dan para imam mazhab. 
Kedua, dalil as Sunnah. Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah) maka ia mati jahiliah.” (HR Muslim).
Dalil yang lain juga menunjukkan bahwa harus ada pemimpin yang menjaga Islam dan mengurus urusan dunia. Rasulullah bersabda: “Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi (Bani Israil) wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” (HR Muslim).
Ketiga, dalil ijmak Sahabat. Imam Al Haitami di dalam Ash Shawa’iq al Muhriqah menyatakan: “Sungguh para Sahabat‒semoga Allah meridhai mereka‒telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW”.
Kewajiban menegakkan khilafah juga didasarkan pada kaidah syariah: “Selama suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu wajib pula hukumnya”.
Berkaitan dengan ini Syeikh ad Dumaji menyatakan: “Sudah diketahui bahwa banyak kewajiban syariah tidak dapat dilaksanakan oleh orang-perorang, seperti kewajiban melaksanakan hudud (hukuman rajam atau cambuk bagi pezina, hukuman potong tangan bagi pencuri), kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat. Pelaksanaan semua kewajiban ini membutuhkan kekuasaan (sulthah) Islam. Kekuasaan itu tiada lain adalah khilafah. Sehingga, kaidah syariah di atas juga merupakan dasar kewajiban menegakkan khilafah".
Keempat, kesepakatan ulama aswaja. Ibnu Hajar al Asqalani dalam Fath al Bari menegaskan, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal”.
Bukti historis pun tidak akan pernah bisa dihapuskan. Adanya sistem pemerintahan Islam yang diwariskan oleh Rasulullah dan estafet kepemimpinan itu telah dipegang oleh Khulafaur Rasyidin yaitu Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Ustman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Setelah itu kekhilafahan terus berdiri tegak sebagai peradaban yang tinggi dan mulia selama 14 abad. 
Jika kini khilafah dicitrakan buruk dan berbahaya, apakah itu berarti Rasulullah mewariskan sistem yang buruk dan berbahaya? Apakah berarti Khulafaur Rasyidin yaitu Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Ustman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib menjalankan sistem pemerintahan yang buruk dan berbahaya? Begitu buruknya warisan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin ini sehingga materi khilafah harus dihapus dari kurikulum pendidikan? Sedangkan materi tentang menghitung persentase bunga bank atau riba yang helas-jelas Allah haramkan tetap dipertahankan dan tidak pernah dipermasalahkan? 
Demikianlah sesuatu yang wajib telah diharamkan dan sesuatu yang diharamkan telah diwajibkan. Akan tetapi, sekeras apapun kebenaran khilafah ditutupi, ia pasti akan dimenangkan oleh Allah dan Islam pasti akan kembali menjadi peradaban mulia di bumi ini untuk seluruh alam. 
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An Nuur: 55).[MO/dp]
Wallahu khoirul maakirin.



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close