Oleh : kiki fatmala
Mediaoposisi.com-Saat ini Radikalisme dianggap menjadi ancaman bagi kalangan akademisi baik dikalangan Mahasiswa maupun di kalangan ASN. Hal ini bisa kita lihat dari gerak pemerintah yang gencar dalam melaksanakan seminar-seminar Deradikalisasi di kampus-kampus Negeri khususnya kampus yang berlabelkan Islam. Ini bisa dibuktikan dengan hadirnya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahmud MD di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dalam acara Seminar Nasional dengan tema Deradikalisasi dan Sejuta Shalawat untuk Rasulullah SAW (Sumber.iNews.Id).Mahfud dalam sambutannya mengatakan, Islam mengajarkan tentang kedamaian. Islam juga mengajarkan tentang bertoleransi dalam kehidupan beragama. Menurutnya, umat Islam diminta untuk saling menghargai perbedaan. Allah SWT menciptakan agama Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia. Islam memang agama yang toleran terhadap agama lainnya, namun tidak untuk yang berkaitan dengan Akidah. Allah SWT., berfirman “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.(Q.SAl-Kafirun:6)
Begitu juga dengan Program Goes to Campuss, yang dicanangkan oleh Polri dalam upaya mencegah Radikalisme. Program tersebut merupakan kerja sama dan dialog yang dilakukan Polri dengan terjun langsung ke perguruan tinggi dengan memberikan pemahaman bahaya radikalisme di Indonesia. (Sumber: Tribratanews.polri.go.id). Dengan program yang mereka buat Saat ini mahasiswa benar-benar dibungkam dari sisi berpikir kritisnya, seolah olah ada segologan pihak yang takut akan tercium kebusukannya.
Lalu apa sebenarnya makna Radikalisme ini sehingga menjadi momok yang sangat ditakuti oleh pemerintah? Kata Radikal selalu dikaitkan dengan Islam yang intoleran. Padahal kata Radikal sendiri menurut KBBI adalah Secara mendasar,amat keras menuntut perubahan, maju dalam berpikir dan bertindak.
Artinya orang yang Radikal adalah orang yang berpikir kedepan dalam menuntut sebuah perubahan. Bukankah Radikal itu seharusnya ada dalam diri setia pemuda yang menyandang status sebagai Mahasiswa? Bukankah dengan Radikal menjadikan mahasiswa mampu mengubah system yang rusak ini? Justru dengan adanya upaya Deradikalisasi hanya akan membungkam potensi mahasiswa dalam berpikir kritis, padahal Mahasiwa adalah Agent Of Change.
Padahal seharusnya kampus adalah tempat bagi para intelektual untuk mengembangkan ilmunya, berargumen dan berdiskusi untuk membangun masa depan Negara menjadi yang lebih baik lagi. Didalam kampus ini lah seharusnya akan lahir para intelektual yang idealisme yang membakar semangat perjuangan menuju peradaban yang gemilang, peradaban yang mampu menguasi hamper seluruh dunia hingga 13 abad lebih berdiri. Namun denga adanya Deradikalisasi mahasiwa malah kehilangan identitasnya sebagai agent of Change.
Suara mahasiswa dibungkam dengan jerit kata Radikal, Fanatik dan Intoleran. Sehingga kebanyakan mahasiswa lebih memilih untuk diam dan bersikap tidak mau tahu atas permasalahn umat saat ini. Penangkapan Aktivis Islam yang menyuarakan kebenaran pun sudah dianggap biasa mereka di cap sebagai mahasiswa yang Radikal.
Ini semua sebab Negara ini masih mempertahankan system yang rusak ini yaitu Kapitalism dengan asas Sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Pemuda Muslim adalah tongak peradaban, ditangannya lah lahir peradaban yang gemilang tatkala ia senantiasa selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hingga pada akhirnya, bisa menerapkan Syariat Allah secara Kaffah dan menjadika Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin.[MO/db]