Oleh: Ratih Paradini S.Ked
(Dokter Muda, Aktivis Dakwah)
Mediaoposisi.com-Bicara tentang cinta adalah persoalan rasa yang abstrak, maka sampai saat untuk mengukur kadar cinta belum ada satuan akurat dan tak alat yang bisa mengkalibrasi rasa dengan tepat.
Maka cinta jadi sekedar klaim atau pandangan subjektif semata. Begitu Pula dengan ukuran cinta terhadap negara, setiap warga bisa punya perspektif berbeda dan kontribusi yang tidak serupa meski punya kecintaan yang sama.
Belakangan ini sesosok Akmil berdarah Prancis menyita perhatian netizen. Awalnya viral karena wajah tampannya namun belakangan tersangkut kasus terindikasi radikalisme karena jejak digitalnya. Pada foto profil akun Facebooknya Enzo terlihat bersama bendera Tauhid berwarna hitam berkibar di balik punggungnya.
Hal itu akhirnya menjadi ramai diperbincangkan sampai mendapat perhatian Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
"Makanya dicek dulu. Kalau dia benar-benar khilafah ya enggak ada urusan," ujarnya.
.Pensiunan jenderal bintang empat itu menyatakan bahwa prajurit TNI yang terindikasi mendukung khilafah pun juga akan langsung dipecat.(cnnindonesia.com 7 Agustus 2019)Apakah kadar kecintaan Negara tercederai dengan kecintaan bendera Tauhid ?, apakah kedua hal ini (agama dan Negara-pen)selalu jadi antagonis yang tak bisa sinergi ?, bukankah sila pertama pancasila mengandung makna Tauhid mengesakan Tuhan ?.
Narasi-narasi ketakutan sering kali berkembang seolah Agama dan Negara dua hal bertentangan dan tak bisa disatukan. Padahal ketakwaan itu modal utama dalam membangun masyarakat bermoral, termasuk modal yang dibutuhkan kalangan tentara. TNI juga manusia yang bisa saja salah dan tergoda bila tak kokohkan benteng iman.
Faktanya sebanyak 144 prajurit Kodam XVII/Cenderawasih yang positif mengidap virus HIV/AIDS ditemukan pada Rumah Sakit Marthen Indey Jayapura, Papua, mencatat hingga Mei 2010.
Kepala rumah sakit tersebut Dr Yenny Purnama mengemukakan di Jayapura, Kamis, dari 144 prajurit TNI yang positif mengidap HIV/AIDS itu empat diantaranya telah meninggal sedangkan yang lainnya masih menjalani perawatan dan sudah diserahkan ke Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Provinsi Papua.
Mantan Sekretaris Jenderal Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nafsiah Mboi mengatakan tentara dan polisi termasuk profesi yang berisiko tinggi tertular HIV dan AIDS. Penyebabnya, antara lain, mereka sering berpisah dengan istri dalam waktu yang lama sehingga perlu kekuatan iman yang lebih besar untuk bertahan (kompasiana 16 agustus 2010)
Maka tak ada salah para tentara bila cinta agama tak perlu menaruh curiga atau sampai phobia, justru tentara bertakwa adalah aset bangsa, memiliki spirit jihad dan takut hanya pada Allah hingga terjauhkan dari berbuat kejahatan. Justru hal yang harus dikhawatirkan bila tentara malah suka maksiat, sama tuhan saja bisa berkhianat apalagi kepada manusia bukan ?
Kadar cinta terhadap Negara rasanya tak bisa diukur dari sekedar koar-koar klaim pancasila semata. Buktinya Bung Romy yang mengaku paling Indonesia terjerat OTT KPK, Bowo Sidik katanya penjaga pancasila terkena kasus korupsi juga.
Seperti halnya tak bijak mencap radikal dan anti-pancasila pembawa bendera Tauhid. Ukuran cinta Negara bisa hadir dalam perspektif berbeda-beda, pun mereka yang gigih menyerukan penerapan syariat dalam Khilafah dan bangga kalimat Laailahaillah juga bentuk cinta Negara. Allah SWT berfirman
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96)
Mereka yang menyerukan Negara bersyariah karena inginkan keberkahan bukan karena haus kekuasaan. Tak Ada yang salah menginginkan Khilafah atau Bendera Tauhid, mendiskreditkan yang membawa bendera Tauhid dengan sikap kecurigaan berlebihan justru akan jadi borok diri sebab memperlihatkan geliat Islamophobia.
IJtima’ ulama IV bahkan telah menegaskan kembali tentang wajibnya Khilafah. Secara konstitusi memperbincangkan soal Khilafah bukanlah suatu aib atau pelanggaran. Lagipula asal Khilafah dari Al-qur’an dan As Sunnah bukan ide akal-akalan manusia.
Mari bersama cintai negeri, tanpa harus saling mencederai apalagi paling merasa memiliki. Cinta itu ukuran nisbi dan wajar sekali bila seorang yang beriman menggunakan tuntunan Agama dalam mengekspresikan dan merealisasikan cintanya. [MO/sg]