Oleh: Lilis Holisah
(Mahasiswa Pascasarjana Untirta Banten)
Mediaoposisi.com-Korupsi di negeri +62 ini memang ga ada habisnya. Mulai pejabat kelas teri sampai kelas kakap berlian. Kamis, (8/8/3019), Anggota Komisi VI DPR Nyoman Dhamantra diamankan dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait kasus suap impor bawang putih. Nyoman diamankan KPK saat berada di Bandara Soekarno-Hatta.
Penyidik KPK mengamankan bukti transaksi Rp 2 miliar yang diamankan dalam OTT ini. Selain rupiah, penyidik KPK mengamankan pecahan dolar AS.
Sebelumnya, Nyoman berada dalam Kongres V PDIP di Denpasar, Bali, dan pamit karena mertua sakit. Namun apa daya, KPK telah menunggu di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng Jakarta dan membawanya ke Kantor KPK untuk diperiksa.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan kader yang terlibat korupsi bakal dipecat seketika. Seperti pepatah sudahlah jatuh tertimpa tangga pula, demikianlah nasib Nyoman Dhamantra. Pasalnya setelah di OTT KPK, Nyoman langsung dipecat Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dari keanggotaan PDIP.
Koran Singapura, The Sirait Time, pernah menjuluki Indonesia sebagai The Envelope Country. Karena segala hal bisa dibeli, segala urusan akan mudah dengan “Amplop”.
Menurut hasil rilis penelitian yang dilakukan oleh Center Strategic and International Studies (CSIS) dalam penyebaran korupsi secara sektoral di Provinsi Banten, tingkat penyebaran korupsi tertinggi ada pada sektor yang berhubungan dengan polisi sebesar 54 persen.
Urutan berikutnya peringkat korupsi ada pada implementasi anggaran oleh pemerintah sebesar 49,5 persen, dan pengadaan barang dan jasa sebesar 48,6 persen. Pendaftaran PNS 45,6 persen, pelayanan kesehatan 24,1 persen, kelengkapan administrasi publik 24,7 persen, yang berhubungan dengan sekolah 20,9 persen, dan yang berhubungan dengan universitas 14,2 persen (Radar Banten, 5/8/2016).
Inilah bukti betapa rusaknya sistem yang diterapkan negeri ini. Demokrasi yang diterapkan di negeri ini telah memberikan ruang kebebasan bagi manusia untuk membuat aturan, yang dengan aturan tersebut manusia bebas juga melanggarnya tanpa harus takut terjerat hukuman yang memberatkan.
Karena apa? Karena di negeri demokrasi, hukum bisa dibeli. Hukum milik yang berduit. Maka, jangan harap rakyat miskin bisa mendapat keadilan di negeri teratas dalam daftar negara paling korup di antara 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik ini. Mau mendapatkan keadilan, wani piro?
Di alam demokrasi, manusia seperti lebih tinggi dari Tuhan. Tuhan hanya ditempatkan di sudut-sudut kecil dalam kehidupan umat manusia. Alhasil, terlihat seperti yang terjadi sekarang, ketika aturan Tuhan dikesampingkan, dan aturan manusia dijunjung tinggi, maka yang terjadi adalah korupsi di mana-mana, dan juga marak berbagai kejahatan lainnya.
Berdasarkan data dari KPK, penanganan perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004-2013 adalah penyelidikan 585 perkara, penyidikan 353 perkara, penuntutan 277 perkara, inkracht 243 perkara, dan eksekusi 247 perkara (kpk.go.id).
Angka tersebut adalah data yang terlapor. Artinya kasus korupsi yang tidak terlapor bisa jadi lebih dari data yang terdeteksi. Seperti fenomena gunung es, yang terlihat hanya di permukaan saja, sementara yang tidak terlihat jauh lebih besar lagi.
Korupsi dan Pemberantasannya
Dalam khasanah pemikiran Islam, korupsi disebut dengan perbuatan khianat, termasuk di dalamnya adalah penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Dalam hal ini, korupsi tidak termasuk definisi mencuri (sariqah), karena makna mencuri (sariqah) adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam. (Lihat Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).
Maka, sanksi bagi pelaku korupsi bukanlah potong tangan seperti sanksi bagi pelaku pencurian sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an Surat Al Ma`idah ayat 38. Sanksi bagi pelaku korupsi masuk dalam wilyah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim.
Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan, seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati.
Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).
Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor), orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret.” (HR Abu Dawud).
Fenomena kasus korupsi yang saat ini marak di Indonesia adalah buah dari penerapan ideologi kapitalisme-demokrasi. Ideologi ini merusak tatanan kehidupan umat manusia. Untuk itu, agar korupsi bisa diberantas, maka solusi yang fundamental adalah dengan penghapusan ideologi kapitalisme-demokrasi dan menggantinya dengan ideologi Islam. Ideologi Islam memancarkan aturan yang menyeluruh yang akan mengeliminasi setiap tindak kejahatan, termasuk korupsi.
Untuk mencegah adanya korupsi, bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Merekrut SDM aparatur negara wajib berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme.
Dalam istilah Islam, mereka yang menjadi aparatur peradilan wajib memenuhi kriteria kifayah (kapabilitas) dan berkepribadian Islam (syakhshiyah islamiyah). Nabi SAW pernah bersabda,“Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Hari Kiamat.” (HR Bukhari).
Umar bin Khaththab pernah berkata,“Barangsiapa mempekerjakan seseorang hanya karena faktor suka atau karena hubungan kerabat, berarti dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin.”
Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Khalifah Umar bin Khaththab selalu memberikan arahan dan nasehat kepada bawahannya. Umar pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari,”Kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok. Kalau kamu menundanya, pekerjaanmu akan menumpuk….”
Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Sabda Nabi SAW,”Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Kalau tak punya isteri, hendaklah dia menikah. Kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan.” (HR Ahmad). Abu Ubaidah pernah berkata kepada Umar,”Cukupilah para pegawaimu, agar mereka tidak berkhianat.”
Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Nabi SAW bersabda,“Barangsiapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji, maka apa saja ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.” (HR Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi SAW berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR. Ahmad).
Islam memerintahkan melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Khalifah Umar bin Khaththab pernah menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.
Adanya teladan dari pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang terpandang dalam masyarakat, termasuk pimpinannya. Maka Islam menetapkan kalau seseorang memberi teladan yang bagus, dia juga akan mendapatkan pahala dari orang yang meneladaninya. Sebaliknya kalau memberi teladan yang buruk, dia juga akan mendapatkan dosa dari yang mengikutinya.
Pengawasan oleh negara dan masyarakat. Umar bin Khaththab langsung dikritik oleh masyarakat ketika akan menetapkan batas maksimal mahar sebesar 400 dirham. Pengkritik itu berkata, “Engkau tak berhak menetapkan itu, hai Umar.”
Meski untuk melakukan perubahan itu tidaklah mudah, namun juga bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan. Maka, jika menginginkan kehidupan yang lebih baik, harus berani mengganti sistem yang saat ini diterapkan dengan sistem terbaik, yang datangnya dari Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan.
Sistem Islam adalah sistem terbaik yang diturunkan oleh Allah untuk mengatur umat manusia, bukan hanya untuk orang Islam saja, tetapi seluruh umat manusia. Insya Allah kesejahteraan, dan ketentraman akan terwujud. [MO/sg]