Gambar: Ilustrasi |
Oleh : Syafiyah Imaroh
(Member Pena Langit)
Mediaoposisi.com-Emansipasi pasti bicara sosok R.A Kartini, seorang perempuan priyayi yang mempunyai pemikiran maju pada masanya. Kecerdasan R.A Kartini dalam memperjuangkan hak perempuan dari ketertindasan diapresiasi hingga saat ini. Perempuan kini memulai unjuk gigi di berbagai bidang bahkan posisi pejabat tinggi negeri ditempati oleh perempuan.
Di negeri ini, presiden ke-5 adalah sosok perempuan yakni Ibu Megawati, termasuk Sri Mulyani sebagai menteri keuangan yang digemari karena kecerdasan dan kemampuan dalam bidang keuangan. Ia adalah orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur pelaksana Bank Dunia.
Kini, perempuan telah merasakan kebebasan atas hak-hak yang diperjuangkannya. Namun, perempuan harus rela keluar rumah dengan mengikuti mode kebebasan hingga menuntut kesetaraan gender, persamaan hak, dan memunculkan slogan my body my otority. Perempuan tidak lagi pada fitrahnya dan keluar dari kewajibannya yang hakiki. Emansipasi wanita dijadikan kedok kebebasan yang sebebas-bebasnya oleh perempuan pada zaman milenial ini. Begitulah arus liberal semakin melemahkan akidah kaum muslimin.
Di era globalisasi, kebudayaan Barat masuk dalam berbagai aspek kehidupan. Peradaban pun telah berkiblat ke Barat. Pola pemikiran dan kehidupan condong ke Barat. Globalisasi yang semakin meracuni generasi bangsa, tidak sedikit perempuan yang terlena dengan kecanggihan dan kemewahan. Kini perempuan, dengan pengaruh ide-ide barat, telah mengubah cara pandangnya dengan menerjuni pekerjaan lelaki.
Musuh-musuh Islam sangat paham bahwa perempuan memiliki peran besar dalam kebangkitan Islam. Paham feminis ditanamkan sebagai upaya penghancuran muslimah dengan dalih membebaskan perempuan dari kezhaliman. Paham itu juga dianggap mampu memenuhi hak-hak mereka secara adil menurut slogan kebebasan, kesetaraan gender, dan persamaan hak.
Dilansir dari news.detik.com (20/08/2018), aturan tentang kewajiban kuota 30 persen bagi caleg perempuan adalah salah satu capaian penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia pasca reformasi.
Kurniawati Hastuti Dewi, dalam bukunya Indonesian Women and Local Politics, menyebutkan bahwa agenda mendesak yang harus dilakukan untuk mengakhiri praktik dominasi laki-laki dalam perpolitikan nasional adalah membentuk sebuah jejaring gerakan perempuan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Dengan berbagai alasan yang dilontarkan, justru menambah angka keterpurukan perempuan mulai dari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, tingginya perceraian, perselingkuhan, anak menjadi terlantar, kenakalan anak, dan meningkatnya seks bebas. Begitulah ketika perempuan tidak berjalan sebagaimana mestinya, fungsi yang notabene sebagai ibu dan istri telah tergeser.
Harus kita ketahui, emansipasi tumbuh dari ide sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan. Usaha mengesampingkan hakikat murni kewajiban seorang perempuan telah mendudukkannya dengan nilai dagang yang siap dihidangkan.
Perempuan dalam Islam
Islam sungguh memuliakan perempuan. Islam benar-benar memperhatikan peran muslimah. Syariat Islam menempatkan perempuan di singgasana kemuliaan.
Maka, kemuliaan itu tidak akan didapatkan pada sistem kapitalis hari ini karena mengerdilkan perempuan. Kesejahteraan perempuan akan dirasakan ketika tatanan kehidupan mengikuti aturan yang Allah Subhanahu wa ta’ala tetapkan dengan penerapan syariat Islam secara kaffah.
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR. Muslim:3729).
Sebagai seorang Muslim, hendaknya kita harus memperjuangkan penerapkan tegaknya Khilafah yang mampu membuktikan penjagaan terhadap perempuan, melindungi kehormatan, dan membawa kemaslahatan bagi seluruh makhluk. Wallahu A’alam Bishowab. [MO/ms]