Oleh : Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com-Sebagaimana diketahui, HTI dizalimi oleh rezim dengan terbitnya Perppu No. 2 tahun 2017. Bermodal Perppu zalim, rezim secara sepihak mencabut SK BHP HTI melalui tangan kemenkumham.
Pencabutan status BHP HTI ini jelas zalim, karena tanpa melalui proses pengadilan sebagaimana diatur dalam UU No. 17 tahun 2013 tentang ormas. Berdalih Kegentingan yang memaksa, berdalih asas Contrario Actus, rezim menyimpangi prosedur hukum UU ormas dan mencabut BHP HTI secara sepihak.
Sayangnya, keputusan kemenkumham dan putusan PTUN Jakarta, hanyalah mencabut SK BHP HTI, tidak mencabut hak konstitusional berserikat, berkumpul dan berpendapat, tidak pula mencabut hak politik kader, anggota, dan simpatisan HTI. HTI tetap memiliki hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilu maupun Pilpres.
Dalam ajang Pilpres tahun ini, anggota HTI memiliki hak untuk memilih pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang berlaga. Namun, apakah anggota HTI akan memilih Capres Jokowi pada Pilpres tahun 2019 ini ?
Siapapun yang mengindera realitas politik yang ada, anggota HTI mustahil memilih pasangan capres yang terbukti zalim, bohong, ingkar dan khianat. Terlebih lagi, anggota HTI merasakan sendiri kezaliman rezim yang mencabut status BHP nya.
Ibarat rumah, rezim Jokowi telah membakar rumah tempat bernaung anggota HTI untuk menyelenggarakan kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat. Naif sekali, jika ada yang berfikiran anggota HTI akan memilih pasangan capres cawapres Jokowi. Pasti tidak.
Tidak hanya itu, hak konstitusional berupa berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat anggota HTI, akan digunakan untuk mengingatkan publik khususnya umat Islam agar jangan sampai memilih capres Jokowi yang terbukti zalim. Tindakan diskredit terhadap capres Jokowi yang zalim, akan menggoyang elektabilitas Jokowi, membuat pemilih berfikir ulang untuk memilih Jokowi, dan akhirnya bermigrasi pilihan dari rencana memilih Jokowi berpindah memilih Prabowo.
Kemampuan penetrasi dan agitasi politik HTI, termasuk militansi jutaan kader akan mampu melaksanakan agenda diskredit secara masif, sebagaimana pernah dialami Ahok pada Pilkada DKI Jakarta. Posisi politik ini, akan menjatuhkan rezim dari mimpi politiknya, bangun dari tidur panjang dan segera menyadari bahwa kekalahan rezim sudah didepan mata.
Anggota HTI memiliki hak untuk menyampaikan pendapat politik, penilaian politik, kritik tajam kepada rezim, sekaligus mengkonsolidasi umat agar tidak melabuhkan pilihan politik kepada rezim zalim.
Keadaan ini tidak dapat dibendung rezim, baik dengan iming-iming atau ancaman. Anggota HTI dikenal ikhlas, berdakwah semata karena Allah SWT, dan tidak pernah tertarik pada seonggok tulang dunia yang tidak mengenyangkan. Anggota HTI juga tidak pernah risau dengan ancaman, baik diputusnya kemaslahatan hidup atau yang lebih daripada itu, karena kader HTI yakin, hanya Allah SWT tempat memohon, meminta pertolongan dan bertawakal.
Rezim yang lancang mencabut SK BHP HTI karena menuding ajaran Islam khilafah akan memecah belah, pasti akan mendapat balasan dari Allah SWT. Pilpres 2019 ini, akan menjadi penanda sekaligus peringatan keras bagi rezim. Rezim akan sangat menyesal, pernah mengambil tindakan zalim pada HTI.
Karena itu, konsolidasi politik dan gerakan politik yang dilakukan HTI, dipastikan akan merepotkan rezim. Dan InsyaAllah, pada 17 April 2019 rezim represif dan anti Islam ini akan ditumbangkan rakyat. []