Oleh: Ika Rini Puspita
(Mahasiswi UIN Alauddin Makassar)
Mediaoposisi.com-Siapa yang tidak mengenal sosok wanita cantik, kinerjanya bagus dan paling diidolakan ia adalah Sri Mulyani. Dirinya sudah menjadi menteri di dua presiden yakni masa SBY dan Jokowi. Soal prestasi jangan ditanya lagi, beliau jagoannya.
Jika mengetik di om geoogle akan kita temukan deretan prestasi beliau yang sungguh luar biasa. Meski demikian dirinya belum puas hingga terus berkarya. Penghargaan salah satunya yaitu, sebagai Menteri terbaik di Dunia.
Penghargaan ini sudah ketiga kalinya ia peroleh. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) kembali dinobatkan sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Asia Pasifik pada tahun 2019 ini oleh majalah keuangan FinanceAsia pada Selasa, 2 April 2019.
Sebelumnya, FinanceAsia telah menobatkan Sri Mulyani sebagai Menkeu terbaik se-Asia Pasifik berturut-turut pada tahun 2017 dan 2018, Kamis, 4 April 2019)
FinanceAsia menilai SMI berhasil membawa perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik, dengan mencatatkan defisit anggaran terendah dalam enam tahun terakhir. Pada 2018, defisit anggaran Indonesia tercatat hanya 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto.
Penulis akhirnya bertanya-tanya, julukan Menteri Keuangan Terbaik itu “untuk siapa”, atas nama apa dan penilaian siapa?”. Sehingga SMI disebut hebat!. Bisajadi hebat, terutama di mata para investor asing.
Selain itu, dia juga hebat atas nama Bank Dunia serta Dana Moneter Internasional (IMF). Kedua lembaga internasional ini terkenal antisubsidi dan antiprogram yang bertujuan membantu usaha kecil. Misi mereka adalah kapatalisme dan neo-liberalisme.
SMI memberikan bunga yang sangat tinggi kepada mereka, hingga 7.08 persen per tahun. Sementara negara-negara Asia Tenggara yang lebih perlu pinjaman dibanding Indonesia, hanya memberikan bunga obligasi di sekitar angka 5 persen.
Akibatnya, Indonesia harus membayar bunga pinjaman 56 triliun rupiah ekstra tiap tahun dibanding Malaysia, Thailand, Vietnam atau Filipina. Sekiranya mereka menjual obligasi yang sama kepada investor asing.
Inilah yang menjadikan SMI hebat di mata mereka sampai memuji-muji. Mangapa? karena mereka meraup keuntungan pantastis, maka wajar penghargaan itu begitu mudah dilayangkan.
Kalau sekiranya tim penilai majalah Asia melakukan survei di kalangan masyarakat (miskin) Indonesia, penilaian terhadap Mbak SMI pasti akan lain.
Sebab, di dalam negeri, kebijakan SMI tak mengenal belas kasihan. Subsidi yang sangat krusial dipangkasi di mana-mana. Rakyat yang ditanya, pasti akan mengatakan “Sri Mulyani tidak bekerja untuk kami”. Tapi untuk Dia (asing-aseng).
Ringkasnya SMI memang hebat, tetapi hebat untuk kapitalisme-liberalisme. Tapi payah untuk pribumi. Sekarang ini, Sri Mulyani, kata banyak pengamat, menempatkan Indonesia di posisi berbahaya karena semakin tinggi penumpukan hutang negara.
Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah pusat hingga Januari 2019 mencapai Rp 4.498,6 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi utang pada Januari 2018 yang mencapai Rp 3.958,7 triliun.
Siapa yang tak kenal dengan Fadli Zon? Pria berkacamata yang terkenal dengan ciutannya di Twitter lagi-lagi berulah.
Wakil Ketua DPR RI pun sindir penghargaan mbak Sri Mulyani. Melalui postingan di Twitternya tahun lalu @fadlizon “kok bisa jadi menteri keuangan terbaik, ketika target tak ada yang tercapai (pertumbuhan n pajak) subsidi dicabuti, impor naik, utang melonjak,” tulisnya pada Februari 12, 2018.
Persoalan keuangan suatu negara adalah persoalan yang sangat penting. Terlebih jika kondisi dimana pengeluaran jauh lebih banyak dibanding pemasukan. Jangankan sebuah negara, sebuah rumah tangga saja harus dianggarkan.
Masalah yang nampak, negara tampaknya tidak akan ke luar dari permasalahan anggaran. Mengapa? Karena pemasukan negara bertumpu pada kapitalistik (pajak dan utang luar negeri). Sehingga sektor pajar digenjoti, apa-apa semua dipajaki (coba perhatikan sekarang). Jika pajak dinaikkan terjadilah inflasi, berimbas rakyat yang jadi korban.
Padahal anggaran disusun agar masyarakat meningkat tingkat kesejahteraannya. Demikian juga jika penutupan defisit anggaran bertumpu pada utang luar negeri (ULN).
Maka BUMN yang selama ini menjadi sumber pendapatan bagi negara sedikit demi sedikit akan di jual demi menutupi ULN. Akhirnya negara ini akan dijajah secara ekonomi.
Lalu bagaimana ke luar dari cengkraman seperti ini? maka harus ada keberanian untuk keluar dari kungkungan kapitalis, khususnya Amerika Serikat. Indonesia sendiri di arah kemerdekaanya pernah ke arah sosialisme.
Namun, semenjak Soeharto mengambil alih kekuasaan dari Seokarno, Indonesia di arahkan ke kapitalis hingga kini. Dan sekarang inilah dampak dari kapitalisme.
Kalau sosialisme telah gagal, kapitalisme terbukti membuat jurang pemisah si kaya dan si miskin. Maka, penulis mengajak mari menggunakan sistem Islam untuk mengatur urusan hidup ini. Termasuk urusan ekonomi negara.
Jika kita berbicara sistem Islam, baik pemasukan maupun pengeluaran di susun berdasarkan wahyu dari Allah swt.
Sumber pemasukan negara Islam dimasukkkan dalam sebuah institusi yang disebut Baitul Mal atau Kas Negara yang terdiri dari sumber pemasukan tetap diantaranya Fai, jizyah, kharaj, seperlima harta rizki, dan zakat. Juga cukai di pos-pos perbatasan, harta milik umum (pertambangan, gas bumi dll) dikelolah oleh negara.
Oleh karena itu bisa dibayangkan kemakmuran yang akan didapat jika menerapkan sistem Islam. Bukan semata-mata karena kenikmatan, tapi karena kewajiban menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.[MO/ad]