Gambar: Ilustrasi |
Oleh: Dahlia
(Aktifis Muslimah Jakarta utara)
Mediaoposisi.com-Game online adalah permainan digital yang mampu menarik banyak pengguna gadget dari berbagai kalangan. Baik itu kalangan anak-anak, remaja, maupun dewasa (orang tua). Indonesia E-sports Premier League (IESPL) mencatat jumlah gamer di Indonesia pada 2019 mencapai 50 juta orang dan 60 persen di antaranya adalah pemain e-sport serta gemar menikmati konten video mengenai game (cnnindonesia.com). Bahkan, untuk mengapresiasi dan memberi dukungan pada para pengguna game online, pemerintah menggelar kompetisi e-sport nasional pertama di Indonesia bernama piala presiden. Kompetisi ini menggelar game Mobile Legends sebagai pertandingan.
Sebagaimana disampaikan oleh capres nomor 01 dalam debat capres cawapres lalu, Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi dari game online ini mencapai 12 triliun di tahun 2017 dan bertambah 25% setiap tahunnya. Beliau juga mengatakan bahwa anggaran iklan semakin banyak masuk ke dalam aplikasi game online tersebut. Sehingga, mampu memajukan pertumbuhan ekonomi digital.
Lantas, generasi seperti apa yang diharapkan negara jika game online semakin dikembangkan melalui ajang kompetisi serta masuk ke dalam kurikulum pendidikan? Apakah mereka akan menjadi para pemuda yang akan melindungi dan membela negara bahkan agamanya? Atau hanya akan menjadi generasi yang tak tahu arah. Generasi gamers hanya terfokus pada gadget dan game tanpa peduli apa yang terjadi pada kehidupan dunia nyata.
Selain itu, game online hanya akan menumbuhkan generasi idiot dan generasi mubadzir. Mengapa? Karena, mereka hanya melakukan suatu kegiatan tanpa nilai yang berarti. Menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak bermanfaat kecuali kepuasan semata tanpa ada nilai ibadah (pahala). Game online membentuk anak-anak pemalas dan penyuka kekerasan. Faktanya, banyak sekali anak-anak korban game online yang melakukan tindak kekerasan di lingkungannya. Hal ini disebabkan bahwa sebagian besar game online mengajarkan tindak kekerasan bahkan pornografi.
Tak heran jika game online yang berbahaya tersebut malah difasilitasi negara. Karena saat ini, sistem yang diterapkan adalah sistem sekuler kapitalistik. Sistem yang hanya dilihat dari segi manfaat berdasarkan materi belaka (baca:uang) bukan dari segi halal dan haram atau keridhoan Allah.
Sistem sekuler akan selalu menggiring opini kepada masyarakat bahwa selama itu ada manfaat (baca: materi/uang), maka akan mendapat dukungan penuh dari negara meski tidak ada nilai pahala atau bahkan menjerumuskan generasi menjadi generasi lemah taraf berpikirnya dan lemah fisiknya.
Asas mencari keuntungan dan manfaat berupa materi menjadi satu-satunya asas yang mereka usung. Nilai agama tak lagi mereka lirik apalagi dilibatkan dalam kehidupan. Karena bagi mereka, agama hanya berlaku di tempat ibadah. Selain itu, tak ada andil sama sekali.
Berbeda halnya dengan Islam. Dalam Islam, ada game yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh para pemudanya, seperti memanah, berkuda, dan berenang. Dimana game tersebut, memiliki manfaat yang luar biasa. Islam mendidik masyarakatnya agar memiliki pola pikir cemerlang dan fisik yang kuat agar mereka bisa bersaing di dunia luar. Islam pun menjadikan masyarakatnya memiliki taraf berpikir yang tinggi serta memiliki kepribadian Islam.
Pendidikan Islam tidak hanya membentuk kecerdasan otak, tapi juga kesolehan. Dengan begitu, akan terbentuk individu-individu yang mampu menjadi seorang pemimpin. Generasinya akan siap menjadi singa-singa dalam barisan jihad fisabilillah.
Hanya islam yang bisa membentuk seorang ilmuwan yang sholeh. Sebut saja Ibnu Firnas, sang penemu pesawat terbang. Ibnu firnas dikenal sebagai sosok yang kaya akan karya dan penemuan penting. Ada juga ilmuwan Muslim yang terkenal lainhya yaitu Ibnu Sina seorang dokter sekaligus ilmuwan dan banyak orang mengenal beliau sebagai bapak kedokteran modern serta penulis hebat pada masa kejayaan peradaban islam.
Dan, masih banyak ilmuwan-ilmuwan lainnya yang dibentuk dengan pola pendidikan Islami dengan konsep talqiyan fikriyan. Yang akan kita dapati yaitu pendidikan yang sempurna ketika adanya negara yang menaunginya. Yakni dalam sistem Negara Khilafah Islamiyyah. Wallahu’alam bisshawab. [MO/ms]