Oleh : Lenny Idris S.Pd
Mediaoposisi.com-Video berdurasi kurang satu menit yang diambil di Gersik, Jawa Timur menunjukkan seorang murid memaki-maki guru, seperti kasus sebelumnya yang terjadi dengan keadaan yang sama di Kendal (11/2018) hingga bupati terjun untuk meninjau sekolah bersangkutan dan sudah bisa ditebak akhir dari kejadian ini hanya mediasi dengan permintaan maaf siswa yang terlihat "mengemaskan" dengan menutup mukanya.
Masih dalam wilayah sekolah, tiga murid beserta satu orang wali menggebuk satpam sekolah hingga luka di bagian kepala, dan yang terbaru penganiayaan di dalam pondok pesantren. Adapun keluarga santri yang mengalami koma akibat dianiaya rekannya di asrama Ponpes Nurul Ikhlas Padang Panjang meminta polisi mengusut tuntas kasus yang menimpa anaknya. Dalam laporan medis yang diterima pihak keluarga, diperkirakan jumlah pelaku lebih dari 20 orang yang melakukan penganiayaan.
"Anak saya mengalami koma. Hampir seluruh bagian tubuhnya patah dan retak-retak. Paru-parunya juga bocor," kata orang tua korban, Yoserizal, kepada detikcom di RSUP M Djamil Padang, Rabu (13/2/2019).
Sungguh ironi dan menimbulkan tanda tanya besar, sekolah yang sejatinya tempat menuntut ilmu, tempat menanam adab, tempat dimana manusia harusnya dilukis sesuai fitrahnya dengan design memiliki intelektualitas dan manner yang tinggi malah menjadi bringas tak beradab bahkan bisa biadab.
Ini jauh panggang dari api. Ibarat sebuah topi, para siswa adalah topi itu sendiri sedang sekolah merupakan kepala yang harus ditutupi. Ketika kepala besar dan topi kecil tidak mungkin kepala akan di pangkas namun topilah yang harus menyesuaikan. Siswa yang kemudian harus menyesuaikan dengan sekolah, karena sekolah mempunyai power yang cukup besar untuk membentuk manusia yang bernama siswa tersebut.
Gagalnya Pendidikan
Segala sesuatu jika tidak disandarkan kepada hukum Syara' maka akan timpang, pun begitu dengan pendidikan. Melihat standar yang dipakai hari ini adalah sekuler maka pendidikan hanya di pusatkan pada materi, sekolah untuk bekerja, memperkaya diri dengan harta.
Hal ini jauh sekali dengan yang Islam tanamkan, bahwa semakin seseorang berilmu semakin tawadu', semakin berilmu semakin bertaqwa dan dekat pada Allah, sehingga apapun yang ia lakukan akan menghasilkan karya.
Karena ia sadar untuk apa berilmu. Bukan hanya itu, seorang muslim yang berilmu ia akan mendudukkan adab diatas ilmunya, hingga ia memaknai bahwa ilmu bukan untuk merusak namun ilmu untuk membangun bukan hanya bangunan fisik namun mental, spiritual dan emosional.[MO/sr]