Oleh : Nurita Sari
Mediaoposisi.com- Tengah malam di tanggal 31 desember 2018, seluruh rakyat indonesia bersiap menyambut datangnya tahun baru 2019, berbagai acara dipersiapkan, makanan, pesta dan hiburan. Sebagian yang lain ada yang mengisi akhir tahunnya dengan dzikir bersama bermunajat pada yang maha kuasa untuk kebaikan masa depan. Semua orang menghaturkan doa terbaiknya termasuk doa untuk bangsa dan negara indonesia yang lebih baik.
Tahun baru biasanya dijadikan moment untuk merancang resolusi dan target yang ingin dicapai
untuk satu tahun ke depan. Berbagai macam rencana, pembaharuan visi dan misi, serta berdoa agar
kejadian buruk yang telah terjadi tidak terulang. Tak dapat dipungkiri, tahun 2018 banyak hal yang terjadi di negara kita tercinta.
Catatan itu beragam, mulai dari persoalan hukum, politik, kebijakan pemerintah, bencana alam, masalah sosial, hingga kehidupan pribadi sejumlah tokoh. Masalah kriminalitas yang sama masih terus terjadi bahkan kian hari kian meningkat, kasus korupsi yang seolah tidak pernah ada habisnya, isu terorisme yang dihembuskan akibat serangan bom yang berturut-turut terjadi di surabaya dan sidoarjo, rentetan bencana alam, pemberontakan kelompok kriminal bersenjata, carut marut kecelakaan transportasi darat, laut, udara, hingga yang paling menyayat hati kaum muslimin yakni pembakaran bendera tauhid oleh oknum yang tak bertanggung jawab.
Tahun 2018 bisa dikatakan sebagai tahun kesedihan bagi umat Islam, bagaimana tidak, Kedzaliman
demi kedzaliman, kedurhakaan demi kedurhakaan terjadi. Umat islam selalu di usik dengan berbagai
macam isu, mulai dari radikalisme, terorisme, intoleran, hingga anti NKRI. Kejadian pembakaran bendera tauhid semakin memperjelas bagaimana sikap penguasa terhadap islam.
Dengan begitu banyaknya kedzaliman yang dilakukan, wajar saja bila Allah memberi berbagai peringatan. Puluhan bahkan ratusan bencana alam yang melanda negeri dalam kurun waktu satu tahun. Di awali dengan gempa 6.1 SR di lebak banten, menyusul tanah longsor di brebes, meletusnya gunung sinabung, gempa bumi di lombok, tak lama berselang gempa bumi, tsunami serta likuifaksi di palu dan donggala, gunung soputan meletus, banjir dan longsor sumatera, Banjir mandailing natal, puting beliung bogor, dan akhir tahun ditutup dengan kisah pilu tsunami di lampung-banten.
Rentetan bencana tersebut tidak lantas membuat umat sadar atas kesalahan dan kerusakan yang diciptakan. Dengan sombongnya para penguasa menganggap bencana adalah murni bencana, tidak ada kaitannya dengan kedzaliman yang telah dilakukan. Jika kedzaliman terus dibiarkan maka mustahil jika kita mengharap keberkahan untuk negeri ini.
Melihat begitu banyaknya kejadian yang terjadi, sudah sepatutnya umat merenung dan bermuhasabah, pesan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh sang pencipta kepada kita. Mengapa kejadian buruk yang terus ditimpakan tidak membuat kita segera kembali padaNya.
Di tahun 2019 selayaknya umat semakin sadar akan pentingnya persatuan dalam ikatan aqidah, semangat mendalami islam, fokus dan lebih giat berjuang untuk mewujudkan perubahan hakiki. Ya,
Perubahan adalah suatu keharusan. Perubahan hakiki yang seperti apa ?
Perubahan total dan menyeluruh yang akan menyelesaikan segala macam problematika dan menghentikan berbagai kedzaliman yang ada. Yakni dengan mengajak umat meninggalkan sistem buatan manusia, sistem yang menyalahi hukumNya dan membawa kerusakan, sistem sekuler demokrasi.
Perubahan hakiki tersebut adalah menerapkan hukum Allah dalam naungan khilafah yang in syaa Allah akan mengundang kebaikan dan keberkahan. Wallahu ‘alam (MO/ra)