Oleh : Aning Ummu Hanina
Mediaoposisi.com- "Orang bilang tanah kita tanah syurga...., Tongkat kayu dan batu jadi tanaman..."
Itulah salah satu lirik lagu lama yang dinyanyikan salah satu grup musik legendaris, Koes Plus. Dalam lirik lagu tersebut menggambarkan betapa subur dan kayanya alam Indonesia, bahkan bila tongkat ditancapkan ke tanah akan tumbuh menjadi tanaman.
Tapi apakah tanah subur di Indonesia sekarang ini mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya?
Setelah viral video pembuangan hasil panen buah naga ke sungai di Banyuwangi, sebagai bentuk kekesalan petani karena harga jual yang anjlok yang hanya Rp. 1.000/kg. Kini viral lagi video aksi pembuangan hasil panen kentang, cabai dan sayur kol ke jalanan di kecamatan Kayuaro kabupaten Kerinci Jambi 26 Januari 2019 kemarin.
Aksi buang hasil panen itu dilakukan sebagai bentuk protes petani karena harga yang jauh merosot sehingga dinilai merugikan petani. Harga kentang yang sebelumnya Rp. 7.000/kg kini hanya Rp. 3.000/kg, harga cabai merah yang sebelumnya Rp. 20.000/kg kini hanya Rp. 6.000/kg, sayur kol yang sebelumnya Rp. 2.000/kg kini hanya Rp. 600/kg. (detik.com 27/1/2018).
Jangankan untuk mendapatkan keuntungan, untuk mengembalikan modal tanam saja petani kesusahan. Apalagi harga benih, pupuk dan obat yang mahal yang tidak seimbang dengan harga pada saat panen. Sedangkan kalo tidak segera dijual hasil panen tersebut akan busuk dan rusak. Jadi petani mau tidak mau harus menjual hasil panennya kepada tengkulak walaupun dengan harga yang murah untuk mengurangi resiko kerugian.
Kejadian seperti ini tidak hanya terjadi sekali atau dua kali saja, tapi terjadi berkali-kali setiap panen tiba. Bahkan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini terjadi akibat abainya penguasa dalam hal pengurusan umat, dalam hal ini adalah petani.
Penguasa gagal menjaga kestabilan harga, membiarkan para tengkulak mempermainkan harga. Penguasa gagal dalam menjamin produktivitas pangan, dengan mahalnya harga benih dan pupuknya sehingga biaya produksi meningkat tidak seimbang dengan harga hasil panennya sehingga petani mengalami kerugian.
Untuk mengatasi permasalahan seperti ini dibutuhkan peranan pemerintah untuk menerapkan sistem pertanian islami. Karena pemerintah adalah pelindung umat. Pelindung dari gangguan eksternal dan internal negara. Langkah-langkah untuk mengatasinya adalah sebagai berikut :
1. Melakukan intensifikasi pertanian yaitu agar produksi hasil pertanian dapat maksimal. Caranya dengan mengajarkan teknik-teknik pertanian modern, memberikan modal bagi petani yang mau dan mampu untuk melakukan aktivitas pertanian. Memberikan bibit secara cuma-cuma dan memudahkan pengadaan pupuk dan obat pertanian.
2 Negara harus memberikan fasilitas umum untuk menunjang sektor pertanian. Pembuatan jalan, pasar, dan lembaga pendukung seperti lembaga penyuluhan pertanian.
3 Negara harus membuat kebijakan agar mekanisme pasar berjalan transparan, negara tidak boleh menetapkan harga minimal dan harga maksimal perdagangan.
4 Negara harus mencegah adanya penipuan baik yang dilakukan oleh pembeli maupun penjual.
5 Negara harus menyediakan bahan bakar yang murah agar distribusi hasil pertanian bisa merata.
6 Negara harus mencegah upaya penimbunan produk pertanian.
7 Negara harus memberikan hukuman bagi pihak-pihak yang berupaya melakukan penipuan harga terhadap para petani dan penghasil produk industri pertanian.
Dengan menerapkan metode sistem pertanian islami, kesejahteraan petani akan tercapai. kestabilan harga pangan/hasil pertanian akan terjaga. Tidak ada harga naik disaat barang langka, dan tidak ada harga anjok di saat panen tiba. Karena tidak ada pihak yang menimbun hasil pertanian untuk dijual lagi dengan harga mahal di saat barang langka. Dengan murahnya harga BBM akan mempermudah proses distribusi hasil pertanian ke seluruh wilayah, sehingga tidak ada lagi barang melimpah di suatu daerah dan barang langka di daerah yang lain.[MO/sr]