
Mediaoposisi.com-Definisi kekerasan seksual menggarisbawahi bahwa kekerasan tersebut terjadi karena relasi kuasa dan relasi gender serta digaris bawahi oleh kata-kata consent (persetujuan). Artinya, filosofi mendasar dari konsep kekerasan seksual atau RUU P-KS ini bukan pada baik/halal atau buruk/haramnya suatu perilaku seksual, tetapi pada suka atau tidak sukanya (persetujuan) si pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut.
Tujuan RUU ini apa ya?
Tujuan RUU P-KS ini adalah untuk mengubah pola pikir masyarakat agar mengadopsi cara pandang feminisme yang berbahaya, yaitu ‘Tubuhku adalah Milik ku’ (My Body is Mine). Dimana setiap bentuk pengaturan terhadap tubuh dan perilaku seksual perempuan, mereka anggap sebagai bentuk kekerasan berbasis gender atau kekerasan seksual.
Sehingga menurut pemikiran ini tidak ada siapapun (baik orang tua, nilai agama, atau Negara) yang berhak mengotrol dan mengatur perempuan ingin berpakaian seperti apa, ingin berperilaku seksual seperti apa dan dengan siapa.
Bagaimana jika RUU P-KS ini diterapkan?
1. Berpotensi melegalkan perzinahan. Karena tidak dianggap kekerasan jika dilakukan atas dasar suka sama suka.
2. RUU P-KS akan menyuburkan perilaku LGBT
3. Berpotensi melegalkan prostitusi dan aborsi apabila perilaku tersebut dilakukan atas kesadaran sendiri
4. Perkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk kekerasan seksual dalam RUU P-KS ini dimaknai secara liberal dan multitafsir.
Kita tidak menyangkal bahwa di Indonesia telah terjadi berbagai kasus perkosaan yang memilukan, baik terhadap perempuan maupun laki-laki. Namun, pemerintah Indonesia justru harus kembali kepada nilai-nilai spiritual serta moralitas untuk menekan angka kejahatan seksual.
Kalau tidak ada RUU P-KS ini bagaimana kita membantu korban kejahatan seksual?
Kita punya UU Penghapusan KDRT, UU Perlindungan Anak, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang masih bisa dioptimalkan pelaksanaannya. Atau kita bisa bantu dengan mendorong pasal-pasal kesusilaan dan kejahatan seksual di RKUHP yang akan disahkan.
Mendorong lahirnya UU Ketahanan Keluarga untuk menguatkan kembali fungsi keluarga dalam mencegah merebaknya kasus kejahatan seksual.
Selain itu kita juga bisa lakukan sosialisasi, edukasi, advokasi terkait kejahatan seksual dan membuka lembaga lembaga konsultasi dan pemulihan bagi para korban kejahatan seksual.[MO/sr]