Oleh : Enung Sopiah
Mediaoposisi.com-Kesehatan adalah anugerah yang sangat besar, yang diberikan Allah SWT kepada kita semua.
Manusia sejatinya menginginkan kesehatan yang paripurna, karena dengan sehat kita bisa melaksanakan berbagai aktifitas. Istilah kesehatan bukan merupakan kata baru dalam kamus keseharian warga, terutama mengenai pentingnya kata sehat ini.
Namun sangat disayangkan, bahwa diindonesia banyak masyarakat miskin yang sakit sehingga tidak bisa berobat dengan alasan bahwa biaya pengobatan mahal, akhirnya bahkan ada bahasa yang mengatakan bahwa orang miskin dilarang sakit.
Padahal seharusnya negaralah yang menjamin kesehatan masyarakat dan pemerintah harus menyediakan sarana pengobatan gratis bagi masyarakat. BPJS kesehatan adalah solusi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, agar masyarakat bisa berobat.
Pemerintah menganggap dengan bpjs akan menuntaskan berbagai kesulitan dalam masyarakat mengenai masalah kesehatan.
Karena biaya berobat yang begitu mahal akan terbantu dengan BPJS yang berasaskan gotong royong, dan setiap individu diwajibkan menjadi anggota BPJS yang setiap bulannya membayar uang iuran BPJS, dan apabila ada keterlambatan dalam pembayaran akan dikenakan denda.
Sungguh sangat ironi, seharusnya pemerintah memberikan jaminan kesehatan kapada masyarakat tanpa memberikan lagi beban kepada masyarakat, sehingga masyarakat benar-benar terbantu oleh pemerintah.
Banyak sekali masyarakat yang kecewa dengan pelayanan BPJS kesehatan ini yang ternyata jauh dari harapan masyarakat, selain proses untuk mendapatkan pelayanan bpjs kesehatan yang begitu panjang, juga pelayanan yang buruk, yang kadang-kadang rumah sakit membiarkan pasien bpjs menunggu lama proses pengobatan, hingga banyak pasien yang terbengkalai.
Bahkan akhir-akhir ini terjadi pemutusan kerjasama rumah sakit dengan BPJS kesehatan, dikarenakan adanya devisit dari BPJS yang begitu besar. Menurut Dirut. BPJS, ada sekitar 723 rumah sakit yang tidak melanjutkan kerjasama dengan BPJS kesehatan.
Devisit pelaksanaan BPJS kesehatan kian lama kian membengkak, tunggakan kepada rumah sakit semakin menumpuk, hingga ratusan rumah sakit memutuskan kerjasama dengan BPJS.
Inilah yang dikhawatirkan, sejak sebelum disyahkan nya penggunaan BPJS oleh pemerintah, ormas HTI bahkan menolak BPJS karena melanggar syariat islam, bukannya kemaslahatan yang dirasakan oleh masyarakat, malah sebaliknya yaitu kemudharatan-lah yang dirasakan oleh masyarakat.
Islam mewanti-wanti agar semua kebijakan pemerintah harus sesuai dengan syariat islam, karena syariat islam akan memberikan maslahat dunia dan akhirat.
Disini sangat jelas keharaman atas BPJS kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung unsur gharar (penipuan), maysir(judi), dan riba.
Sistem jaminan kesehatan nasional oleh BPJS, mengalihkan tanggung jawab, berupa jaminan kesehatan dari pundak negara kepada seluruh rakyat, dimana rakyat diwajibkan untuk menjadi peserta BPJS.
Dengan demikian negara berlepas tangan, dan rakyat dipaksa saling membiayai pelayanan kesehatan diantara mereka, dan saling menanggung biaya kesehatan, itulah yang dinamakan asas kegotongroyongan.
Jadi dalam sistem JKN(jaminan kesehatan nasional) oleh BPJS kesehatan rakyat bukan dijamin pelayanan kesehatannya, faktanya rakyat diwajibkan membayar iuran bulanan, apabila tidak membayar tidak akan mendapatkan pelayanan kesehatan,
apabila telat dalam pembayaran akan dikenakan denda 2% perbulan, bahkan apabila dalam jangka waktu 6 bulan tidak bayar akan diberikan sanksi yaitu tidak akan diberikan pelayanan administratif, seperti pembuatan ktp, kk, paspor, dll.
Disinilah pentingnya penerapan syariat islam, karena dalam sistem islam negara diwajibkan menjamin kesehatan rakyatnya.
Rasulullah SAW bersabda: "Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat, dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR. Al- Bukhari dari Abdullah Bin Umar).
Jelaslah bahwa apabila kebijakan pemerintah bertentangan dengan syariat islam, pastinya akan dirasakan ke-mudharatannya oleh seluruh masyarakat, dan tentunya akan mendapat murka Allah azza wa jalla.
Allah SWT berfirman:" Tidaklah pantas bagi seorang lelaki yang beriman, demikian pula perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barang siapa yang durhaka pada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.(QS. Al-Ahzab : 36)".
Begitulah salah satu dalil dalam Alqur'an yang mewajibkan kita untuk berhukum kepada hukum-hukum Allah SWT, dan masih banyak lagi dalil-dalil yang lainnya, yang mewajibkan kita untuk berhukum kepada hukum Allah, yang sudah termaktub dalam Alqur'an dan as sunnah.