Oleh: Rohmat Romanto
(Pengamat Politik)
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190120184101-32-362302/kpa-cium-aroma-politik-di-pembagian-sertifikat-tanah-jokowi
Mewujudkan keadilan bukanlah dengan hanya membela yang lemah, apalagi yang kuat, lebih-lebih hanya mendahulukan kepentingan pribadi. Adil adalah mewujudkan kesejahteraan bagi semua. Yang miskin berhak dibantu agar berjaya, yang kaya berhak didukung agar bahagia, yang lemah berhak dikuatkan agar berdaya, yang kuat berhak diperhatikan agar tidak aniaya.
Adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempat dan porsinya. Ini tentu bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh Jokowi. Jokowi memberikan lahan sengketa pada warga, sama dengan memberikan sesuatu pada yang tidak berhak. Jokowi juga memangkas lahan pertanian untuk pembangunan infrastruktur, berartinya beliau dzalim atas pemanfaatan tanah yang tidak semestinya.
Sebagai seorang pemimpin, Jokowi harus bisa memberikan pengayoman pada seluruh lapisan masyarakat. Sungguh sebagai seorang muslim, beliau seharusnya memperhatikan hadis Rosulullah berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Jika setiap pemimpin menyadari akan posisinya dihadapan Allah, bahwa setiap detik kepemimpinanannya jika tidak dijalankan dengan amanah, maka akan memberatkan timbangan keburukannya kelak, tentu mereka akan berhati-hati. Keberhati-hatian sebagai seorang pemimpin dapat beliau contoh dari Umar bin Khattab ketika menjabat sebagai Khalifah.
Pertama, Umar memberikan kepemilikan kepada yang berhak. Ini beliau lakukan ketika terjadi konflik antara Wali Mesir dengan seorang yahudi tua. Umar menegur keras Amr bin Ash yang menjabat sebagai Wali Mesir waktu itu yang berusaha menggusur tanah seorang yahudi tua yang bersikukuh tidak mau menjual tanahnya untuk kemudian dibangun megaproyek masjid yang besar nan megah. Tentu bisa saja Umar membela Amr bin Ash yang sama-sama muslim, terlebih beliau juga sahabat Nabi SAW. Bisa pula Umar membela Amr bin Ash yang hendak menampakkan keagungan Islam lewat infrastrukturnya yang megah nan mempesona. Namun rasa takut Umar akan kemurkaan Allah mendorong Umar untuk lebih mengedepankan keadilan, karena begitulah Islam mengajarkan keadilan dengan syari'atnya.
Yunus menceritakan dari Muhammad bin Ishaq dari Abdullah bin Abu Bakar berkata: "Bilal bin Al-Harits AI-Muzni datang kepada Rasulullah saw., lalu dia meminta sebidang tanah kepada beliau. Beliau kemudian memberikan tanah yang berukuran luas kepadanya."
Ketika pemerintahan dipimpin oleh khalifah Umar, dia (Umar) berkata kepadanya: "Wahai Bilal, engkau telah meminta sebidang tanah yang luas kepada Rasulullah saw. Lalu beliau memberikannya kepadamu. Dan Rasulullah saw. tidak pemah menolak sama sekali untuk dimintai, sementara engkau tidak mampu (menggarap) tanah yang ada di tanganmu."
Bilal menjawab: "Benar." Umar berkata: "Lihatlah, mana di antara tanah itu yang mampu kamu garap, maka milikilah. Dan mana yang tidak mampu kamu garap, serahkanlah kepada kami, dan kami akan membagikannya kepada kaum Muslimin. "
Bilal berkata: "Demi Allah, aku tidak akan melakukan sama sekali dan memberikan apa yang diberikan oleh Rasulullah saw."
Umar berkata: "Demi Allah, engkau hendaknya benar-benar menggarapnya." Kemudian Umar mengambil tanah yang tidak mampu dia garap dari Bilal, lalu dia membagikan kepada kaum Muslimin.
Selain itu, politik dalam Islam adalah Ri'ayah Su'unil Ummah yaitu memikirkan, dan mengelola semua urusan dan nasib umat (rakyat). Kekuasaan dalam Islam digunakan untuk melaksanakan amanat Syariat Allah, karena Syariat adalah rahmat. Tanpa rahmat kita tak akan selamat dunia akhirat.
Tentu ini berbeda jauh dengan Politik Demokrasi yang Kapitalistik, yang mana politik digunakan untuk meraih kekuasaan yang nantinya akan digunakan untuk membela kepentingan pribadi, partai dan kroni-kroninya. Mahalnya biaya kontestasi peraihan kekuasaan semakin menguatkan para penguasa untuk lebih mendahulukan balik modal daripada keselamatan balik kampung akhirat. Maka sudah selayaknya kita kembali kepada Islam dengan Syariah dan Khilafah, tunggu apa lagi??[MO/sr]